CHAPTER 4

15.3K 943 44
                                    

Halo

Halo

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Halo.

SUASANA HENING yang canggung membuat Avesya merasa tak nyaman, sejujurnya Avesya tak suka suasana seperti ini namun apa boleh buat. Ia tak diberi hak untuk berpendapat ataupun bersuara, dirinya terpenjara oleh aturan-aturan yang dibuat sang keluarga--terutama Ayahnya, Juan.

Sudah seminggu akhirnya Avesya diperbolehkan pulang dari Rumah sakit, gadis itu jadi lebih banyak diam. Besok adalah waktunya kembali sekolah, lebih tepatnya mengerjakan ulangan kenaikan kelas.

Juan berdeham pelan membuat semua atensi tertuju padanya, "Karena Deisa mengalami kelumpuhan, aku memutuskan untuk mempekerjakan seorang suster untuk merawatnya. Kau setuju, Deisa?" Namun Deisa hanya menatapnya datar.

Juan mengeraskan rahangnya, "Ada yang keberatan?" Ia menatap satu persatu orang di sana.

"Gimana kalo aku aja yang rawat, Deisa, Mas." Juan memandang Diani yang berkata begitu.

"Memangnya kau tidak keberatan, Diani?" tanya Juan. "Aku tak mau merepotkanmu," katanya lembut membuat Deisa mengukir senyum kecut.

Diani mengukir senyuman lembut yang justru terasa memuakkan bagi Deisa, "Tidak, Mas Juan. Aku sama sekali enggak keberatan merawat Deisa, lagipula aku enggak ada kerjaan, Mas."

"Kau baik sekali, Diani."

Deisa berdecih sementara yang lain hanya diam saja.

"Tapi aku keberatan." seloroh Deisa. Ia menatap Diani, "sudah tahu tidak ada kerjaan kenapa tidak bekerja saja? Tak hanya menumpang kau juga beban,"

"Deisa!"

"Ma!"

"Mama!"

"Mama apa-apaan si?!"

Deisa tersenyum kecewa, menatap empat lelaki yang ia sayangi itu. "Aku benar-benar kecewa pada kalian," katanya lalu memilih untuk pergi dari sana, menggerakkan kursi rodanya sendiri.

Avesya yang melihat itu tersenyum sedih. 'Maaf Mama, Avesya tidak bisa berbuat apa-apa.' Ia hanya dapat membatin dengan mata yang terus memandang nanar ibunya yang bergerak menjauh.

"Avesya permisi, Papa," pamit Avesya, tanpa menunggu reaksi semua orang ia berjalan tergesa-gesa menuju kamarnya.

Setibanya di sana ia hanya termenung, berdiri di depan jendela.

Avesya menghela, menatap lurus jendela kamarnya. "Avesya tidak tahu apa yang akan terjadi nanti, tapi Avesya harap itu hal baik," lirih perempuan itu.

THAT GIRL'S NOT ME Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang