CHAPTER 34

2.7K 177 2
                                    

Keadaan kelas tentu hening setelah Arbass berkata demikian, apalagi lelaki itu pergi begitu saja setelah mengatakannya. Sementara Jikar tercenung, Zavaro mengeraskan rahangnya. Dia mendekati Jikar dengan terburu lalu menarik kerah pemuda itu.

"Apa maksud Arbass?!" sentak Zavaro.

Alis Jikar menukik, dia menatap Zavaro tajam. "Bukan urusan lo!"

Zavaro balas menatap tajam, "jadi lo suka sama Esya, sialan?!"

Jikar terkekeh meremehkan. "Terus kenapa? Lo bukan siapa-siapanya Avesya, kan? Jangan ngimpi dapetin Avesya setelah apa yang lo lakuin ke dia."

Zavaro terdiam, dia melepas cengkeramannya pada kerah Jikar lalu menjauh. Pemuda itu berdecih lalu meninggalkan kelas begitu saja.

Zemmy menggelengkan kepala, berjalan mendekat. Menepuk-nepuk bahu Jikar. "Begitupun lo, jangan harap lo bisa dapetin Avesya setelah apa yang lo lakuin."

Zemmy ke luar dari kelas meninggalkan Jikar yang terdiam, kemudian Jikar menendang meja. Pemuda itu meraup wajahnya frustasi, "sialan!"

Abyan memperhatikan semuanya dalam diam, dia menggeleng. Pemuda itu tampak lesu, lingkaran hitam di bawah mata menjadi bukti dirinya tak tidur semalaman, jika ditelisik lebih jauh mereka akan menyadari mata lelaki itu sedikit sembab.

Seragam yang biasanya rapi kini tampak sedikit kusut, dia berjalan ke luar, berlenggang pergi begitu saja meninggalkan Jikar sendirian.

Punggungnya tampak lesu, dia berjalan gontai tak memperdulikan para siswa yang diam-diam mencuri pandang. Bagaimana pun juga, tak sedikit yang mengenal dirinya sebagai cucu konglomerat.

Tanpa sadar langkahnya berhenti di depan kelas Geiry, Jikar mendongak memperhatikan tulisan 11 IPS 3 itu lalu menelan ludah.

Dia meremas jarinya gugup, dengan langkah ragu dia bergerak mendekat. Melongokkan kepalanya ke dalam, "ada Avesya?" tanya Abyan.

Sekilas dirinya menjadi pusat perhatian, para siswa yang melihatnya sontak menggeleng, melihat ke arah bangku Geiry yang kosong.

"Tadi dia keluar sendiri," sahut seorang siswa botak.

Abyan bergerak mundur, tanpa sadar bahunya menurun lesu, dia mengangguk. "Oh, okay. Thanks," setelahnya dia pergi begitu saja. Berjalan di koridor dengan kepala menunduk, tak memperdulikan perutnya yang lapar Abyan hanya ingin cepat-cepat bertemu gadis itu.

****

Sementara di kantin Geiry sedang memesan makanan dengan santainya, tak peduli dengan orang-orang yang jelas sedang mencari dirinya.

Gadis itu berdiri di depan kedai stand bakso lalu tersenyum geli mengingat bagaimana Arbass memakan tiga bungkus bakso.

Dia berdeham pelan, "pake mangkok ya Bu, tapi saya makannya engga di sini, nanti saya balikin, kok,"

Si ibu penjualan mengacungkan jempol. "Siap Neng."

Geiry melihat-lihat stand makanan lalu menghampiri stand minuman dan membeli dua susu coklat dan sebotol air mineral. Dia kembali ke stand makanan dan membeli cireng beserta kerupuk seblak kering dan makaroni pedas.

Di kantin Amatiwi makanan terbilang cukup beragam, dari mulai gorengan hingga steak tersedia di kantin ini.

Setelah pesanannya selesai, gadis itu membawa mangkok berisi bakso beserta satu kantong plastik berisi makanan dan minuman.

Geiry terus berjalan hingga dia sampai ke rooftop, gadis itu duduk di bangku yang tampak bersih, di depannya ada meja yang bersih pula.

Dia menata makanannya di atas meja kemudian menyantap baksonya.

Geiry mendesah lega, "surga dunia." gumam gadis itu.

Sementara lelaki yang baru saja sampai di belakangnya tampak terpaku seperti mengenali punggung gadis itu, lelaki itu menelan ludah lalu berjalan mundur memilih pergi dari sana tanpa menyapa Geiry.

Dia berlari kecil menuruni tangga, tiba di bawah ia terengah-engah. Memegangi dadanya yang berdetak kencang, "Kaesha--" pemuda itu tergagap.

"Kaesha satu sekolah sama gue?" Dia meraup wajahnya, sebelah tangannya berkacak pinggang. Keir menggeleng-gelengkan kepala lalu mendesah kasar.

Dia tertawa tak percaya, "Kaesha? Is that you? Kaesha?"

Dia menyugar rambutnya lalu terdiam berusaha menenangkan diri, saat timbul keinginan untuk kembali menaiki tangga suara seseorang menghentikan lelaki itu.

Keir mengurungkan niatnya dan berbalik, "apa?"

"Ayok pulang, Mama tiba-tiba pingsan di kantor."

Wajah pemuda itu berubah khawatir, dia mengangguk cepat. Sembari berjalan pergi meninggalkan tempat itu bersama Ayezza, sesekali dia menoleh ke belakang lalu mendesah kasar.

Dia akan mencari tahu tentang gadis itu nanti.


****

Geiry menoleh ke belakang, jelas dirinya merasakan kehadiran seseorang. Saat mendengar suara orang menuruni tangga gadis itu mengedikan bahunya, dia mengernyit pelan lalu mengendus-endus saat merasa tak asing dengan aroma parfum yang diciumnya--mungkin saja itu aroma seseorang yang baru saja naik dan turun lagi entah apa alasannya.

"Keir?" Gadis itu menelengkan kepala lalu menggeleng-geleng dengan cepat.

Dia berdecak, "enggak boleh sedih-sedih."

Gadis itu kembali menyantap baksonya lalu ia menatap ke bawah dimana murid-murid terlihat berlalu lalang, dia menyipitkan mata menatap sosok yang tampak tak asing. Orang itu terlihat celingukan ke sana kemari entah apa yang dicari.

Geiry mendengkus lalu menusuk bakso dengan garpu, gadis itu menggigit bakso dengan gerakan kasar.

"Mampus, nyariin gue 'kan, lo."

Gadis itu terkekeh hambar, "enak aja mau dimaafin semudah itu."

Dia menunjuk-nunjuk sosok itu dengan garpu. "Gue yang datang dari dunia antah berantah, gak tau dari mana tiba-tiba harus menjalani kehidupan gue sendiri," Geiry menarik nafas dalam-dalam. "Jelas enggak mudah sialan."

"Gue gak bisa semudah itu nerima kalo Avesya dan gue ternyata satu orang."

"Jangan harap kalian gue maafin semudah itu," Geiry menunduk menatap baksonya yang sudah ludes, dia membuka kerupuk seblak kering lalu menuangnya ke mangkok.

Dia kembali memandang Abyan dengan tajam sambil mengunyah, pelipisnya basah oleh keringat.

"Gue gak bisa maafin lo semudah itu, sialan. Lo lebih bela Ameranjing dibanding gue."

Geiry meneguk airnya lalu mendesah.

"Harusnya di dunia itu ada bakso jadi gue bisa suapin Keir bakso." Gadis itu manggut-manggut lalu kembali mengunyah kerupuknya. "Dia bakalan suka seblak gak, ya?"

Setelahnya Geiry termenung, menatap langit yang sejak tadi mendung:menjadi alasan utama kenapa gadis ini mau ke rooftop. Lalu dia menghela nafas lesu, gadis itu terisak pelan.

"Kangen Keir, mau pulang, gakpapa gak ada bakso sama seblak, mau Daddy, mau Mommy, mau Kak Gervarga, mau Kak Kaisar, mau Abang King, mau Papa Alven." Gadis itu meracau.

Setelah lelah menangis Geiry terdiam, tak peduli bel berdering sejak tadi. Gadis itu mengusap kasar air matanya.

"Gue harus hidup, demi bakso, demi seblak, demi balas dendam." Gadis itu mengangguk yakin.

Dia berdecak pelan, "kenapa cengeng banget si."

Tak lama kemudian gadis itu meringis pelan merasa perutnya kian sakit, bagian bawahnya pun terasa tak nyaman. Seketika matanya membelalak, "oh, gue dapet?!"



TBC

Up lagi, kenapa? gapapa

Penphilizzylla, 27 Oktober 2023.

THAT GIRL'S NOT ME Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang