Suara tapak kaki kuda memenuhi gendang telinga, terdengar berisik saat kaki-kaki itu menginjak dan menerobos semak-semak di sekeliling. Dahinya berkerut, dia meringis pelan sebelum tersadar sepenuhnya. Kelopak mata itu terbuka, menampakan sepasang pupil hitam legam yang kini memandang sayu ke sekitar.
Samar, ia mendengar lagi kericuhan yang membuat dirinya terbangun. Pandangannya sedikit buram pun tubuh terasa remuk, ia meringis saat mencoba memperbaiki posisinya. Pasrah, kembali bersandar lemah pada pohon di belakangnya.
Lagi, ia mendengar teriakan seseorang diiringi suara langkah-langkah kuda yang menurutnya lebih dari sekedar tiga.
Tak lama datang pria-pria gagah menghampirinya, memandang dengan lega bercampur risau. Saat si pria paling depan turun dari kuda, ia bersikap waspada.
"Yang Mulia, syukurlah saya menemukan Anda."
Dahinya berkerut, ia mengerjap, menyipitkan mata berusaha mengenali. Meski pandangan terasa berkunang-kunang ia tetap berusaha sampai dirasa kepalanya berdenyut nyeri, dia meraup wajah lalu memandang telapak tangannya yang kemudian dipenuhi darah. Meringis pelan, akhirnya tersadar alasan wajah terasa basah.
"Siapa?" Ia mengernyitkan dahi saat tenggorokannya terasa perih, suaranya hampir tak keluar. Lagi-lagi dirinya pasrah saat si laki-laki itu mendekat padanya.
"Keadaan Yang Mulia sangat parah," Suara itu terdengar samar-samar sebelum kegelapan kembali menelan kesadaran.
...
Lagi, Keir merasa Dejavu. Terbangun dari tidur dengan keringat bercucuran, nafasnya memburu. Laki-laki itu meraup wajah dengan frustasi lalu meneguk tandas segelas air di nakas. Setelahnya ia terbengong, mengingat setiap adegan di mimpinya.
Keir menghela nafas, tak mengerti apa yang terjadi padanya. Merasa mengalami langsung setiap kejadian di mimpi membuat Keir berpikir mungkin saja mimpinya bukanlah hanya sekedar mimpi. Dia mengusap tengkuk dengan dahi berkerut, merasa tak bisa lagi memakai logika.
Kenyataan dirinya terbangun kembali di dunia yang berbeda saja sudah sulit di terima akal sehat, lantas bukan tak mungkin jika ia pernah mengalami kejadian-kejadian di mimpi itu.
Dia berdiri, melirik jam di nakas menunjukan pukul 23.40. Dirinya berjalan, membuka pintu balkon lalu terdiam di sana, berpegangan pada pembatas balkon, memandang langit penuh bintang di atasnya.
Sesaat wajah Geiry kembali memenuhi ingatan, dia mendengus lalu merogoh ponsel di saku celana. Mengotak-atiknya, menghubungi seseorang.
Keir mendekat ponselnya ke telinga, menunggu orang di seberang sana menjawab. Tak butuh waktu lama, panggilan itu akhirnya dijawab juga. Hal yang pertama ia dengar adalah suara decakan lalu mulai terdengar suara mengomel setelahnya.
"Apa yang kau butuhkan, mengapa menelepon selarut ini, harusnya kau tahu Unclemu ini sangat lelah sekarang, cepatlah besar dan urus perusahaan."
Dahi Keir berkerut, dia mendengus lalu memotong sebelum Pamannya mulai mengoceh lagi.
"Bantu aku, Uncle."
Dia mendengar suara dengusan di seberang sana.
"Kau menghubungi pamanmu hanya ketika butuh bantuan, kau harus tau di sini jam dua pagi, sialan."
Keir terkekeh pelan, teringat adik dari ibunya itu sedang berada di luar negeri.
"Kalau begitu kirim orang yang bisa melakukan segala hal, Uncle."
Cukup lama terdiam akhirnya Keir mendengar jawaban dengan nada waspada, "apa yang mau kau lakukan bocah?! kau baru saja pulih setelah menjadi pangeran tidur begitu lama!"
KAMU SEDANG MEMBACA
THAT GIRL'S NOT ME
FantasyMereka tentu saja terkejut, atas perubahan dari seorang gadis berwatak dingin yang bahkan tetap diam saat semua orang menyudutkannya. Putri bungsu dari putra pertama keluarga Darwangsa yang dulu menatap mereka dingin, kini terang-terangan memandang...