Kemeja berwarna baby blue itu telah berubah warna, terciprat noda darah yang tadi mengucur deras dari hidung si pemiliknya. Nafas memburu, keringat bercucuran, sekujur tubuh gemetar ketakutan. Dia menatap lemah, tak berdaya meski hanya mengucap satu kata. Hanya rintihan kesakitan yang mampu keluar dari bibirnya yang penuh darah, mengucur dari giginya yang dicabut sedemikian rupa.
Pria di depannya berdecih, menyorot dengan netra dingin seakan ingin membekukan dirinya.
"Sudah saya bilang lebih baik anda jujur dari awal," Merinding, si korban yang penuh luka lebam tampaknya trauma meski sekadar mendengar suara.
Pria tersebut terkekeh sinis lalu berbalik, berlenggang pergi meninggalkannya di kamar itu sendirian.
Dia menyelipkan rokok di sela bibir, mematik api lalu menyesap sambil berjalan menuju ruangan di ujung lorong. Merogoh telepon di saku celana, jemarinya menari lincah di atas layar ponsel.
Dia mendekatkan ponsel ke telinga, "Tuan, saya rasa kita harus bertemu malam ini."
Di seberang, Juan si penerima telepon terdiam sejenak sebelum menjawab ya. Panggilan di akhiri.
Pria itu menggelengkan kepala, senyum mengejek tersungging di bibirnya. Dia berdecak pelan merasa miris, "Juan ... Juan ..." Dia bergumam pelan seraya terus berjalan memasuki sebuah kamar VIP lalu mengistirahatkan tubuh di ranjang. "Bodoh," gumamnya sebelum memejamkan mata.
*****
Keir memandang kosong atap kamarnya, kepala lelaki itu terasa berisik, pikirannya berkecamuk memikirkan sosok yang baru saja dilihatnya tadi sore. Dia mendengkus pelan, berguling-guling di atas ranjang dengan tak tenang. Menjambak rambut dengan frustasi, Keir menghela nafas kasar sebelum mengeluarkan sumpah serapah.
Di ambang pintu, sang ibu memandang dengan mulut menganga. Dia melipat tangan di dada lalu berdeham keras dengan sengaja membuat si putra Akaizo menoleh lalu menyunggingkan senyum kecil, Keir duduk lalu merentangkan tangan.
"Mom," sapa Keir pada ibunya.
Keinar, ibu Keir mendengkus pelan lalu menghampiri. Buru-buru saja Keir memeluk sang ibu yang berdiri di tepi ranjang.
Keinar mengelus rambutnya dengan penuh kasih sayang, "apa semuanya baik-baik saja?"
Keir terdiam lalu menggeleng pelan. "No ... Mom, i just ... I just saw something really hurt me."
Keinar menelan saliva, "ya? kamu bisa cerita pada Mommy, son."
"My girl Mom," ujar Keir dengan nada serak, dia membenamkan wajah di perut Keinar. "I think she really leave me but i saw her, she alive ..."
Keinar terdiam mencerna dengan perasaan sedikit bingung. "Did you mean she ... She was die, but now she live again?"
Keir terkekeh kering lalu mengangguk pelan.
Keinar menghela nafas pelan, "i don't get it ..." Dia kembali mengelus kepala Keir dengan penuh kasih sayang. "But, if you really love her so much why you don't--"
Keir mendongak cepat lalu memotong, "menemuinya?" Suara lelaki itu sedikit serak, matanya menyorot sendu.
Keinar mengangguk pelan.
"But ... i see her with another man, is she don't remember me?"
"Would she remember who i am, Mom?"
Keinar sedikit mengerutkan dahi tak mengerti. "Dia hilang ingatan?"
Keir kembali membenamkan wajah di perut Keinar lalu menggeleng pelan.
KAMU SEDANG MEMBACA
THAT GIRL'S NOT ME
FantasyMereka tentu saja terkejut, atas perubahan dari seorang gadis berwatak dingin yang bahkan tetap diam saat semua orang menyudutkannya. Putri bungsu dari putra pertama keluarga Darwangsa yang dulu menatap mereka dingin, kini terang-terangan memandang...