Aku mau cepet-cepet ceritanya end tapi masih panjang 😔 tapi mau cepet-cepet end tapi masih panjang tapi mau cepet-cepet udahan tapi masih panjang, jadi ... dipersingkat. Biar cepet pokoknya.
SOALNYA CERITA INI UDH DARI OKTOBER 2021, Astagfirullah kata gua teh.
*********
Happy reading, kalo ga happy gapapa.
Sad Reading.
...
Juan jelas merasa kesepian, para putranya tidak pulang. Dia hanya di rumah bersama Amera, gadis itu juga tampak mengurung diri, tak merecokinya lagi. Seperti saat ini, dia duduk di meja makan sendirian dengan wajah kosong. Mengetahui kebenaran bahwa psikiater dan psikolog pribadinya berbuat curang, menghipnotis serta bekerjasama membuat pikiran maupun ingatannya kacau atas titah Diani membuat Juan murka.
Mereka disiksa sedemikian rupa oleh orangnya, karir mereka tentu hancur, mereka masuk penjara tanpa bisa keluar kecuali Juan mengijinkan.
Dia mendesah kasar, memijit pangkal hidungnya dengan eskpresi pusing.
Dia berdiri, meninggalkan makanannya yang masih tersisa banyak. Belakangan pola makannya tak teratur, tidurnya berantakan, dia berjalan ke arah ruang kerjanya, memilih kembali bekerja daripada terlarut dalam perasaan tak karuan.
Gengsi, egonya terlalu tinggi. Jelas dia tahu dimana Arbass, Abyan dan Avesya berada tapi dirinya enggan menemui mereka. Juan tentu merasa malu, bingung harus melakukan apa.
Pria itu menolak untuk sekedar mengucap maaf, seakan-akan harga dirinya lebih penting daripada anak-anaknya.
Saat dering telepon menyapa indera telinga, Juan mengangkat alis melihat nama yang tertera di ponselnya. Dia berdeham pelan sebelum mengangkat telpon.
Saat suara seseorang di seberang sana menyapa, rentetan kalimat membuat wajahnya menggelap.
"Tuan saya mendapatkan beberapa bukti bahwa Nona Avesya memang anak kandung anda, saya akan kirimkan buktinya ke rumah anda, secepatnya."
Juan terkekeh hambar, "baiklah." Dia mematikan telepon itu, menyorot kosong langit-langit ruang kerjanya. Pikirannya buyar meski ia sudah mengetahui fakta itu, bagaimana pun juga sekarang ia akan melihat bukti-bukti itu. Bukti-bukti keberengsekkan dirinya.
"Sialan," umpat Juan lalu berdiri, dengan tergesa-gesa berjalan ke luar dari rumahnya. Mengendarai mobil dengan kecepatan tinggi hingga dirinya tiba di sebuah club. Malam itu, Juan mabuk hingga bermalam dengan seorang wanita.
*****
Geiry mengangkat sebelah alisnya merasa heran pada Arbass pula Abyan yang sejak tadi curi-curi pandang pada dirinya. Mereka semua berangkat ke sekolah menggunakan satu mobil yang sama dengan Ardon sebagai supir.
Gadis itu berdeham dengan sengaja, pura-pura sibuk pada ponselnya meski sudut mata Geiry diam-diam memperhatikan.
"Apaan?" tanya Geiry tanpa basa-basi, menatap Abyan yang duduk di sampingnya dengan pandangan malas.
Abyan tersenyum malu merasa dipergoki, dia terkekeh canggung lalu menggeleng. "Enggak ada,"
Arbass yang sejak tadi mencuri-curi pandang pada Geiry lewat kaca kini segera menatap ke depan, takut-takut gadis itu ikut memergoki dirinya.
"Mmm, Esya, kamu sakit ya?" Sekonyong-konyong Abyan bertanya membuat Arbass menoleh cepat, pun Ardon segera memperhatikan wajah Geiry dari pantulan cermin.
Geiry mengerutkan dahi, kepalanya memang sedikit berdenyut nyeri, apalagi tadi pagi dia terlalu lama berendam.
Dia menggeleng pelan, "gue gakpapa."
"Kamu pucet," seloroh Arbass, membalikan badannya kini menatap Geiry dengan terang-terangan.
"Mau pulang aja, enggak?" tanya lelaki itu. "Atau mau ke rumah sakit?" lanjut Arbass.
Geiry menggeleng, "gue beneran gakpapa."
Arbass mendesah pasrah, "ya udah." Lelaki itu kembali berbalik membenarkan posisi duduknya.
Sementara Abyan kembali mencuri pandang pada Geiry, terselip rasa khawatir pada lelaki itu, melihat wajah Geiry yang jelas tampak pucat, gadis itu juga terlihat tak bergairah. Sebenarnya bukan hal aneh melihat Geiry diam apalagi ketika ada dirinya, namun saat ini gadis itu benar-benar terlihat lesu.
Abyan menghela nafas panjang, menatap ke jendela sembari bergumam dalam hati. Semoga saja, Avesya tidak apa-apa.
***
Geiry berjalan di koridor dengan lesu, dia menyugar rambutnya saat merasa kepalanya kembali pening. Gadis itu mendesah pelan, memilih duduk di tempat para murid biasa duduk, tepat menghadap halaman sekolah sebab dirinya belum berjalan terlalu jauh.
Di sepanjang tempat duduknya hanya ada beberapa orang saja, membuat Geiry merasa nyaman. Dia terdiam menatap sepatunya, pikiran gadis itu berkelana memikirkan segala kemungkinan pun memikirkan apa yang dikatakan Ardent tadi malam. Fakta bahwa Diani masih ada hubungan darah dengan ibunya membuat gadis itu bingung. Hubungan apa yang ada diantara Diani dan Deisa selain saling bertukar pasangan.
Gadis itu mendesah lelah, ternyata semuanya rumit. Tak semudah yang ia kira, semakin dirinya menggali malah semakin disuguhi banyak fakta mencengangkan.
Gadis itu berhenti menatap sepatunya, menatap ke sekitar memperhatikan murid-murid yang berlalu lalang. Kegiatan itu tak membuat dirinya bosan, jelas Geiry suka mengamati.
Sampai seseorang menghampirinya, Geiry tetap menatap ke depan. Bersikap seakan orang itu tak ada. Asyena, gadis itu berdiri di samping Geiry dengan gugup.
"Avesya," Jelas sekali gadis itu tampak ragu.
Geiry menoleh sekilas, memandangnya dengan dingin. Dia mengangkat sebelah alisnya, menunggu apa yang akan dikatakan gadis itu.
"Gue mau minta maaf,"
Geiry menatapnya dengan bingung. "Maksud lo?"
Syena menunduk, jari-jari gadis itu bertaut dengan gelisah. Dia mendongak pelan, menatap Geiry dengan raut wajah bersalah. "Gue ... Harusnya dulu gue gak ninggalin lo gitu aja, maaf Avesya."
Geiry kembali mengangkat sebelah alisnya, "siapa?"
Syena tersentak. "Maksud lo?"
Geiry berdiri, gadis itu bersedekap dada, menatap Syena dengan pandangan datar terkesan meremehkan, apalagi sudut bibir gadis itu tertarik membentuk seringai tipis.
"Maksud gue, lo siapa?" jelas Geiry, dia menatap nametag Asyena lalu mengangguk-angguk.
"Oh," ujar Geiry. "Asyena."
"Aves-"
"Gue gak kenal lo." tukas Geiry membuat Syena tersentak. Gadis itu menelan ludah, dia menatap Geiry dengan pandangan sedih.
"Sumpah Avesya, gue minta maaf, gue waktu itu gak minta penjelasan lo dan ngejauhin lo gitu aja, kita masih bisa temenan, kan?"
Geiry mendengkus, gadis itu menggelengkan kepala. "Gue bahkan lupa lo siapa."
Hati Syena berdenyut sakit.
Sebelum Syena lanjut berbicara, pandangan Geiry terpaku pada seseorang dengan wajah yang dikenalnya. Dengan implusif gadis itu berlari mengabaikan Syena.
Geiry memanggil tanpa sadar, "KEIR!"
TBC
keknya bentar lagi ending deh.
KAMU SEDANG MEMBACA
THAT GIRL'S NOT ME
FantasyMereka tentu saja terkejut, atas perubahan dari seorang gadis berwatak dingin yang bahkan tetap diam saat semua orang menyudutkannya. Putri bungsu dari putra pertama keluarga Darwangsa yang dulu menatap mereka dingin, kini terang-terangan memandang...