Keir gelisah, mondar-mandir di balkon kamar miliknya. Dia mengunci diri, tak peduli Keinar menggedor pintu. Dia berteriak frustasi lalu mendengkus kasar. Harusnya ... Harusnya sekarang dia mencari tahu tentang gadis yang dilihatnya tempo hari, namun dirinya bingung. Dunia yang asing dan orang-orang yang asing pula, dia tak sepenuhnya memiliki ingatan si pemilik tubuh.
Menghela nafas, Keir duduk di pinggir ranjang. Pikirannya berkecamuk, dirinya sedang berpikir entah bagaimana caranya kembali menguasai dunia seperti di kehidupan sebelumnya.
Keir kembali berdiri lalu kembali berjalan menuju balkon, berpegangan pada besi melengkung yang menghalanginya agar tak terjun ke bawah sana. Ia tampak memesona dengan wajah seriusnya.
Detik berikutnya Keir meringis, merasa sakit di kepala, selain itu dadanya terasa nyeri pula. Bagai terhunus pedang, rasa sakit itu semakin kentara bersamaan dengan pandangan yang mulai menggelap. Keir menahan rintih kesakitan sembari sebelah tangan mencengkram dada.
"Shit," Mengumpat lirih, dirinya dibuat kewalahan menahan nyeri. Keringat mulai membasahi dahi.
Lelaki itu mencoba mengatur nafas yang mulai tak beraturan. Bak dikejar serigala, dirinya terengah-engah. Nafas memburu pun wajah memerah.
Tak mampu menahan sakit yang dirasa, akhirnya rintihan lolos dari bibir berwarna merah muda itu. Keir meringis nyeri, mengaduh hampir merengek. Lututnya tertekuk, jatuh membentur lantai dibarengi isakan pelan. Sedetik kemudian dirinya jatuh dalam kegelapan, Keiranor jatuh tak sadarkan diri.
Sunyi.
Sepi.
Angin bertiup pelan menyapu lembut wajah, terasa sejuk saat matahari bersinar cerah namun menghantarkan rasa hangat ke tubuh, tak panas seperti biasanya. Kelopak mata yang tadinya tertutup perlahan terbuka memperlihatkan netra tajam sekelam laut malam, membuat siapa saja yang menatapnya seakan tenggelam dalam kegelapan.
Pupil hitam legam itu bergulir ke kanan memandang hamparan bunga warna-warni yang memenuhi pemandangan, lebih tepatnya memandang punggung seorang gadis yang duduk bersimpuh di antara hamparan bunga, kedua tangan cantiknya sibuk merakit mahkota dari bunga-bunga itu.
Sudut bibir sedikit terangkat, mata menyorot lembut punggung gadis tersebut. Dia menyandarkan kepala pada batang pohon di belakang tubuhnya, duduk diam memandang dengan tenang.
Seekor kupu-kupu tampak mengelilingi gadisnya, dia mendesah sedikit merenggut, wajahnya berkerut, kesal. Laki-laki itu cemburu, meski hanya kupu-kupu namun ia rasanya tak rela orang selain dirinya berada di dekat gadis pemilik surai perak itu.
Si gadis menoleh, memandangnya dengan pupil merah yang memandang teduh. Menyipit sebab bibirnya melengkung membentuk senyum. Berucap tanpa suara, menyebut nama si pria.
"Keir," diiringi senyuman lebar yang membuat darah lelaki itu berdesir, telinganya memerah, pipinya bersemu. Dia memalingkan wajah, tersipu.
Gadis itu terbahak. Suara tawanya terdengar mengalun indah di gendang telinga membuat Keir menoleh, memandang dengan mata penuh cinta. Saat angin kembali bertiup menerbangkan anak rambut si gadis, Keir lagi-lagi terpesona. Gadisnya bagai Dewi yang turun ke bumi.
Terengah-engah.
Tiba-tiba saja dirinya terbangun di atas ranjang, keringat terasa membasahi punggung. Keir mengedarkan pandangan dengan lemah, mendapati Keinar tertidur di tepi ranjang dia memalingkan wajah.
Mata itu memerah, setetes cairan bening mengalir di ujungnya. Bibirnya bergumam tanpa suara, menggumamkan gadis di mimpinya.
"Geiry ...."
KAMU SEDANG MEMBACA
THAT GIRL'S NOT ME
FantasyMereka tentu saja terkejut, atas perubahan dari seorang gadis berwatak dingin yang bahkan tetap diam saat semua orang menyudutkannya. Putri bungsu dari putra pertama keluarga Darwangsa yang dulu menatap mereka dingin, kini terang-terangan memandang...