Suasana di meja makan tentu saja dingin, Dino yang baru saja pulang kerja malah disuguhkan keadaan tak mengenakan dimana para cucu-cucunya saling diam-diaman.
Berdecak, dia menggelengkan kepala sembari memotong steak di piring. Setelah menyuap satu potongan sedang dan mengunyahnya sembari memperhatikan Geiry dalam diam, ia menelan. Pria tua itu meneguk jus jeruknya, dengan sengaja berdeham sedikit keras, kontan perhatian Abyan dan Arbass tertuju padanya.
Lain halnya dengan Geiry yang tampak acuh, padahal tujuan Dino melakukannya jelas-jelas untuk menarik perhatian gadis itu terbukti sebagaimana sang Kakek memperhatikannya semenjak tadi.
"Anak kecil, jangan tekuk wajahmu di depan makanan," tegur Dino.
Kali ini Geiry menoleh, tentu saja. Siapa lagi yang dipanggil anak kecil atau gadis kecil oleh Dino di Mansion ini selain dirinya?
Geiry mengangguk lalu kembali fokus pada makanannya. Melihat itu Dino segera mengalihkan pandangan pada cucunya yang lain, kebetulan mereka berdua juga sedang menatapnya.
Dengan sedikit melotot Dino berkata, "jangan melamun di depan makanan."
Mereka patuh, kembali makan dalam diam sementara Geiry mendengkus pelan merasa suasana berubah canggung karena Kakeknya itu. Tanpa sadar, Dino malah memperburuk keadaan.
"Jangan berbicara saat makan," cetus Geiry begitu saja, makan dengan acuh tak memperdulikan kakeknya yang mendelik.
Arbass dan Abyan saling pandang.
Beberapa saat setelahnya piring mereka akhirnya kosong, Dino berdeham sebelum para cucunya itu beranjak pergi. Dia mengkode lewat tatapan, meminta mereka untuk diam di tempat.
"Sejak kapan kamu kemari, Abyan?" tanya Dino.
Abyan mengusap tengkuk dengan kikuk, dia menyengir canggung. "Tadi sore," sahut laki-laki itu.
Dino mendesah, "rumahku jadi ramai lagi. Tinggallah sesuka kalian bertiga, tinggalkan saja anak itu."
Mereka jelas tahu, anak itu yang dimaksud tentu saja adalah Ayah mereka, Juan.
"Biarkan bajingan itu kesepian sepertiku," cetus Dino. Dia mendengus, dahi keriputnya tampak berkerut saat melihat bekas merah di pipi Abyan.
"Ada apa dengan pipimu?"
Abyan gelagapan, tanpa sadar menatap Geiry yang menatap dirinya dengan pandangan dingin.
Dengan lancarnya Arbass menyahut, "ditampar Esya."
Sontak Abyan menoleh dengan gerakan cepat, mendelik pada Arbass.
"Oh," Dino tergelak kencang sampai terbatuk tak peduli para cucu memandanginya dengan datar. Pria itu dengan segera meminum air yang disodorkan pelayan padanya. Masih dengan terbatuk kecil dia menggerutu, "kenapa kalian membiarkanku?!"
"Apa kalian ingin aku cepat mati, hah?!"
Geiry memalingkan wajah, enggan menjawab drama kakeknya.
"Arbass bakalan dapet warisan, kan, Kek?" tanya Arbass dengan wajah sok polos, sontak sebuah sendok melayang padanya, Dino sebagai pelaku menatap tajam Arbass yang berhasil menghindar.
Lelaki itu berdiri lalu berlari kecil pergi dari sana, menghindari omelan Dino.
"Gadis kecil, kau apakan si Ardent?"
Geiry menoleh, dahinya berkerut. "Cuma aku suruh, lagipula Ardent udah jadi orangku, kakek enggak usah kepo,"
Dino mendengkus, "bahasa apa itu."
KAMU SEDANG MEMBACA
THAT GIRL'S NOT ME
FantasyMereka tentu saja terkejut, atas perubahan dari seorang gadis berwatak dingin yang bahkan tetap diam saat semua orang menyudutkannya. Putri bungsu dari putra pertama keluarga Darwangsa yang dulu menatap mereka dingin, kini terang-terangan memandang...