Aira Kanaya terpaku. Awalnya ia hanya berniat untuk melepas dahaga dan rasa lapar di warung bakso ini. Tapi ternyata ia juga bertemu dengan orang yang sangat dirindukannya. Orang itu adalah Alana, adik perempuannya. Sungguh, ini sebuah kejadian yang tak pernah ia bayangkan.
"Apa kabar, Lana?" tanya Aira. Yang ditanya diam saja, memang sedikit terkejut, tapi hanya beberapa detik. Alana memasang wajah datar di hadapan kakaknya.
"Mau pesan apa?" Alana menyodorkan buku menu kepada Aira. Dia bicara sambil menatap ke arah lain.
Aira meneteskan air mata. Ia pikir sebelumnya, wanita yang berusia delapan tahun lebih muda darinya itu pergi begitu jauh, hingga ia tak dapat menemukannya di mana pun selama bertahun-tahun ini. Namun ternyata, ia berada di kota yang begitu dekat dengan kota kelahirannya.
"Kamu ke mana aja selama ini, Lana?" tanya Aira. "Kamu pergi begitu saja sehari setelah ibu dimakamkan. Bagaimana keadaan anakmu? Apakah saat itu kamu benar-benar sedang hamil? Apakah alat test itu benar atau hanya leluconmu saja?"
"Maaf, saya sedang bekerja. Kalau belum mau pesan apa-apa--"
"Bisa kita bicara sebentar saja?"
"Saya sedang bekerja!" sergah Alana. Ia merasa kesal. Lalu berbalik dan meninggalkan saudarinya begitu saja.
Aira menghela nafas, menghalau rasa getir akibat sikap dingin sang adik. Wanita itu menatap punggung Alana yang bergerak menjauh dengan mata berkaca-kaca. Ia sangat mengenal adik perempuannya itu, meskipun di luar sikapnya dingin, di dalam hatinya, selalu begitu hangat. Alana berhati lembut, dan ia begitu mudah terluka.
Kejadian delapan tahun lalu terkenang kembali dalam benak Aira.
Suatu hari, Aira diberi kabar bahwa ibu kandungnya telah wafat. Wanita yang kini telah menjadi ibu dari dua orang anak itu bergegas kembali ke rumah orang tuanya. Ia mendapati tubuh ibunya telah terbujur kaku dikelilingi seluruh anggota keluarga.
Sehari setelah ibunya dimakamkan, terjadi pertengkaran besar di rumah itu. Tiga orang kakak perempuan Aira menyalahkan Alana atas kepergian ibu kandung mereka. Pasalnya, sang ibu mengalami serangan jantung setelah melihat testpack yang telah digunakan berada kamar Alana. Alat itu menunjukkan tanda positif. Alana hamil, entah bagaimana ceritanya.
Dan, bukan hanya itu.
Sebuah rahasia besar yang selama dua puluh tiga tahun tersimpan rapat akhirnya terbuka, yaitu, kenyataan bahwa sebenarnya Alana bukan anak dari ayah kandung mereka. Alana adalah anak dari hasil kejahatan pemerkosaan. Ibu kandung Aira mengalami musibah itu saat dirinya melakukan perjalanan seorang diri di suatu malam. Dua orang jahat menculiknya dan memperkosanya di sebuah rumah kosong. Setelah itu, ditinggalkan begitu saja. Wanita terkasih itu pulang dalam keadaan linglung dan pakaian tercabik-cabik. Sambil tak berhenti menangis, semua kejadian yang menimpanya diceritakan pada seluruh keluarga.
Ibu kandung Aira mengalami trauma berat setelah insiden itu. Karenanya, ia dan seluruh anggota keluarga mereka yang lain dilarang keras untuk mengungkit kejadian tersebut. Mereka diminta untuk bersikap seolah-olah semua baik-baik saja. Tak ada kejadian apa pun di malam nahas itu. Tak ada penculikan, apalagi pemerkosaan.
Lalu, dua bulan kemudian, ibu Aira hamil. Itu Alana. Usia Aira masih delapan tahun saat semua itu terjadi.
Dan, dua puluh tiga tahun kemudian, semua rahasia yang awalnya tersimpan rapi itu dibuka, sehari setelah berpulangnya sang ibu. Alana begitu terpukul. Akhirnya ia mengetahui alasan mengapa saudari-saudarinya bersikap begitu buruk padanya sejak ia masih belia. Begitu juga dengan ayahnya, sikap laki-laki itu begitu dingin.
Aira selalu ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi pada sang adik. Benarkah ibunya mengalami serangan jantung setelah melihat testpack bertanda positif milik Alana? Benarkah saat itu adiknya sedang hamil? Siapa yang menghamilinya? Dan, mengapa dia pergi tanpa mengatakan apapun pada Aira? Bukankah mereka selalu saling membagi rahasia? Bukankah mereka selalu bersama-sama baik dalam duka maupun suka?
Hubungan Aira dan Alana cukup dekat. Bukan hanya dekat, Aira lah satu-satunya anggota keluarga yang memperlakukan Alana dengan baik, selain ibunya. Aira selalu mendukung Alana, menghiburnya saat ia sedang bersedih, berada di sisinya saat ayah mereka dan anggota keluarga yang lain memalingkan muka dan bersikap tak acuh.
"Mau pesan apa, Bu?" Seorang pelayan bertanya pada Aira. Wanita itu mendongak, ia pikir Alana datang lagi. Tapi ternyata pelayan yang lain.
"Di mana Alana?"
Pelayan wanita itu mengedip-ngedipkan matanya dengan gerakan yang cepat sekali. Lalu berkata, "Dia diminta belanja ke pasar sama bos."
"Oh ...."
"Jadi, mau pesan apa, Bu?"
Aira menghela nafas, lalu menyebutkan apa yang ingin ia makan dan minum.
"Kalau mau ketemu Alana, datang malam aja," kata pelayan itu. "Dia tinggal di belakang"
"Di belakang?"
"Iya. Di belakang ada tiga kamar karyawan, dia tinggal di kamar paling depan."
"Oh, baik." Aira tersenyum senang. "Terima kasih ya ...."
"Sama-sama, Bu. Ditunggu ya, pesanannya."
"Baik."

KAMU SEDANG MEMBACA
Bahagia Milik Kita
RomanceAlana adalah orang tua tunggal. Dia ibu dari seorang anak bernama Angga. Mereka hidup bahagia meski kerap disandra kesulitan dan ujian hidup.