Bab 33

1.7K 168 5
                                        

Saat baru saja datang ke warung bakso untuk menjemput istrinya, Salman mendengar keributan. Ia melihat beberapa orang tengah merundung Alana, sementara wanita yang telah melahirkan putera semata wayangnya itu hanya bisa tertunduk dan membisu. Tak ada perlawanan sama sekali. Salman teramat jengah dengan apa yang dilihatnya. Ia juga kesal karena Alana seolah pasrah saja diperlakukan dengan tidak layak.

Salman melakukan sikap defensif dengan meletakkan kartu nama di depan seorang laki-laki yang baru saja bicara begitu sinis pada Alana. "Katakan berapa yang harus dia bayar!" ucapnya tanpa sedikit pun keramahan.

Orang-orang yang kelihatannya belum puas merundung itu melihat Salman penuh kebingungan. Sementara Alana justru mendekati dan memarahinya. "Jangan ikut campur!" ucap wanita itu. "Ini bukan urusanmu. Pergi dari sini!"

Salman tak mempedulikan permintaan Alana. Serta tak sedikit pun ia mengalihkan tatapan nyalang kepada laki-laki yang bahkan ia tak tahu siapa namanya.

"Anda siapa ya?" tanya si laki-laki.

"Saya Salman. Ayah dari anak yang dibesarkan ibu Anda."

Setiap orang dewasa yang hadir di sana terkejut. Terlebih lagi Alana. Ia yang sejak awal Salman ikut campur memang sudah meradang, tambah jengkel bukan kepalang.

Farhan tertawa kecil sambil menatap sinis pada Alana. "Bukankah dia mengaku pada ibu kami kalau dia sebatang kara? Jadi dia berbohong ya?" Lantas Farhan menatap ibunya dan berkata, "Bu, perempuan ini sudah membohongi Ibu. Lihat kan?!"

Bu Nur tidak memberikan reaksi apa pun pada putranya. Dia justru menatap Alana dengan tatapan yang entah bagaimana artinya.

"Dia tidak berbohong." Salman menyanggah kesimpulan Farhan. "Kami memang tidak pernah bertemu saat dia hamil dan melahirkan. Sampai-sampai dia harus meminta bantuan Ibu Anda."

"Aaa...! Ternyata Anda lah laki-laki brengsek dann tidak bertanggung jawab itu ya...." Farhan mengangguk-angguk sambil menatap sinis.

Salman menghela nafas seraya menutup matanya sejenak, lantas bicara, "Ya, saya lah laki-laki brengsek dan tidak bertanggung jawab itu. Karena saya Ibu kalian harus kesusahan hingga sakit seperti sekarang. Jangan khawatir, saya akan memberi beliau kompensasi yang sepadan." Salman menatap bu Nur dan menunduk untuk memberi penghormatan

Ah, Alana ingin menangis rasanya. Bagaimana bisa situasi menjadi seperti ini? Sama sekali ia tak menginginkan situasi seperti ini terjadi! Bagi Alana, Salman tidak seharusnya mengaku secara terang-terangan bahwa ia adalah ayah dari putranya. Bagaimana jika berita ini tersebar luas? Dan juga, bukan dia yang harus bertanggung jawab atas semuanya. Alana lah yang harus mengambil tanggung jawab itu. Semua dikarenakan kesalahannya sendiri.

"Sa---" Kata-kata Salman tiba-tiba terpotong saat hendak melanjutkan bicara. Dikarenakan Alana menyeretnya menjauh dari kumpulan orang itu.

"Jangan ikut campur! Ini bukan urusanmu. Pergi dari sini!" Alana kembali mengusir Salman.

"Bagaimana bisa ini bukan urusanku? Yang sedang mereka adalah anakku!" Salman tak terima. "Seharusnya Kau yang tidak ikut campur! Biarkan aku yang mengurus semuanya untukmu."

Alana mengernyit keras. Lalu tertawa sinis. "Apa yang mau Kau urus memangnya?! Kau pikir aku tidak bisa mengurus masalah ini dengan kemampuan sendiri?" Wanita itu mendengus karena kesal. "Tidak semua bisa diselesaikan hanya dengan uang, Tuan! Sombong sekali! Kau pikir siapa dirimu?!"

"Apa?!" Salman terheran-heran dengan apa yang baru saja didengarnya. "Kenapa berkata seperti itu? Kau sendiri tahu aku siapa. Dan Kau juga tahu bahwa seharusnya aku memang ikut bertanggung jawab." Laki-laki itu menggeleng-geleng. "Kau sadar bahwa aku sedang membantumu, kan?!"

Bahagia Milik KitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang