'Itu bukan urusanmu!'
Alana teringat apa yang selalu dikatakan papa dan kakak-kakaknya jika terjadi sesuatu di rumah mereka. Jika hendak ada acara keluarga, jika hendak bepergian, jika ada perkumpulan dengan keluarga besar, atau jika hanya sekedar makan bersama, jika ia hadir di sana, hampir semua akan menarik diri, kecuali ibunya. Jika sedang waras. Ibu mereka melahirkan lima orang anak perempuan. Alana yang paling muda, anak ketiga adalah Aira. Ia lah yang sikapnya paling baik di antara anggota keluarga.
Aira selalu mengatakan bahwa Alana berpikir terlalu berlebihan. Kakak-kakak mereka yang hanya sedang memiliki kesibukan masing-masing, sama sekali tidak bermaksud menghindari atau mengucilkannya. Akan tetapi, telah ribuan kali Alana melihat mereka makan bersama, tanpa mengikutsertakan dirinya. Mereka bersenda gurau dan melakukan sesuatu bersama-sama, jika Alana meminta bergabung, mereka akan bersikap seolah-olah Alana adalah sesuatu yang menjijikan. Sebagai anak yang berada di antara para kakak dan adik bungsunya, Aira sangat sering di sudutkan ke posisi dilemma. Di mana ia dituntut untuk turut serta mengacuhkan Alana, mengucilkan dan membiarkan saja ia sendirian. Sementara Aira tidak mungkin seperti itu, rasa sayang terhadap sang adik mencegahnya bersikap sesuai permintaan ketiga kakaknya.
Meski akhirnya terbiasa diperlakukan seperti orang asing oleh keluarganya sendiri, tetap saja hal tersebut memberi efek yang besar bagi Alana. Ia selalu merasa bahwa, ia hanya seorang diri di dunia ini. Tak ada yang sudi mengakuinya sebagai keluarga. Ia tak diinginkan, ia tidak berharga, hidupnya tidak berarti.
'Itu tidak ada hubungannya denganmu!'
Begitu yang dikatakan Salman saat Alana bertanya tentang kondisi ibunya yang sakit. Memang sedikit berbeda dengan kata-kata yang selalu diucapkan keluarganya, namun memiliki efek yang sama persis, bahkan lebih hebat. Kata-kata Salman selalu terasa seperti mantra bagi Alana, entah kenapa, sampai saat ini masih menjadi misteri bagi waita itu.
Dan kalimat terakhirnya, benar-benar memutus harap dan mematikan cahaya yang menerangi batin Alana.
"Dia akan baik-baik saja, aku jamin," ucap Salman ketika bicara tentang Angga. Saat mendengar kata demi kata tersebut, Alana seolah kehilangan satu-satunya alasan untuk tetap bertahan. Selama ini, Angga lah yang menjadi alasan untuk ia tetap bangun pagi dan mengais rezeki, untuk ia tetap tersenyum meski begitu berat hidup yang harus dijalani.
Kini, Angga tidak hanya memiliki ibunya, ia juga memiliki Salman—ayahnya, yang tentu mampu menjaga dan mencukupi kebutuhannya. Bahkan, kemampuan Salman jauh melebihi Alana yang hanya bisa memberikan anak itu kehidupan yang sulit dan amat sederhana. Salman akan menjadi tempat bernaung yang jauh lebih baik bagi Angga, bahkan mungkin, lelaki kecil itu tak membutuhkan Alana lagi saat ini.
Lagi-lagi, Alana merasa ditinggal sendiri. Untuk apa lagi ia hidup kini?
Bahkan ... jika pun Alana ingin tetap hidup. Layakkah ia?
Sudah terlalu banyak kesalahan yang dilakukan. Ada banyak orang yang telah dirugikan oleh kehadirannya. Ada yang mengatakan, bahwa Alana lah yang menjadi alasan ibu yang melahirkannya sakit, kehadirannya mengingatkan akan kejadian mengerikan yang pernah terjadi dan tak mampu dihadapi oleh sang ibu.
Bagaimana jika Alana ditanya, 'Apakah ia setuju dengan perkataan-pekataan itu?'.
Saat masih kecil, tentu ia akan mengatakan 'tidak', dikarenakan belum mengerti situasi di sekitarnya. Ia juga tidak mengetahui apa yang telah terjadi di masa lalu. Namun kini, saat telah dewasa dan telah mengetahui semuanya, Alana akan menjawab, 'Iya, benar sekali'.
Alana tahu diri. Dia lah yang menjadi sumber penderitaan ibunya semasa hidup. Bahkan beliau menghembuskan nafas terakhir dikarenakan ulahnya yang menjijikan. Ya, Alana merasa dirinya begitu menjijikan. Ia dilahirkan dari benih hasil kejahatan rudapaksa. Lalu saat dewasa, seolah terjadi karma, ia juga menjebak seorang laki-laki dan melakukan hal yang sama.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bahagia Milik Kita
RomanceAlana adalah orang tua tunggal. Dia ibu dari seorang anak bernama Angga. Mereka hidup bahagia meski kerap disandra kesulitan dan ujian hidup.