Chapture 31

39 11 3
                                    

"Dan menurutmu aku juga seorang savant?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Dan menurutmu aku juga seorang savant?"

"Ya tentu saja.''

"Tapi aku tidak bisa memindahkan barang."

'' Kamu sudah mencobanya?"

''Yah, maksud ku belum. Aku tidak tahu harus berbuat apa. Aku pikir aku pernah melihat sesuatu seperti aura, kamu bisa menyebutnya begitu tetapi aku tidak melihatnya lagi.'' Bukan berarti aku akan mengakuinya.

Kami duduk sebentar, saling mengaitkan tangan, memandang ke luar jendela. Langit tebal dengan awan abu-abu besi.

Salju mulai turun, tebal dan cepat, hembusan angin mendorongnya secara horizontal sebelum membiarkannya turun kembali ke arah bawah dengan pelan.

''Aku pikir musim ini akan sangat bagus,'' kata Zed. ''Salju pertama yang layak dan itu bersama mu. Aku ingin sekali mengajari mu bermain ski, tapi tidak aman bagi mu untuk bersama ku di luar sana.''

"Kurasa itu bukan ide yang bagus."

''Kamu harus membuat Tina mengajari mu bermain ski, dia cukup bagus.''

''Aku mungkin melakukannya. Tapi dia akan menertawakan ku.''

"Ya, dia akan menertawai mu." Dia melakukannya lagi, membaca masa depan.

''Kalau begitu lagi, tidak ada yang lebih memalukan seperti setelan kerangka yang ku pakai saat Helloween.''

''Gunakan setelan kerangka itu lagi. Aku menyukainya dan akan memohon pada mu untuk memakainya pada acara-acara khusus nanti"

Aku menendang diriku sendiri. Aku benar-benar tidak boleh jatuh cinta dengan pria ini, tapi aku ingin meringkuk dan menyelipkan diriku di dalam dirinya, tidak pernah meninggalkannya. ''kamu mau mengajari ku untuk membuat perisai? Aku tidak ingin keluarga mu membaca setiap pikiran yang terlintas di benak ku."

Dia melingkarkan lengannya padaku.
" Tidak, aku tidak menginginkan itu. Aku menangkap beberapa pikiran dari mereka kadang-kadang, kamu tahu. Aku suka yang di mana kamu ...'' Dia membisikkan sisanya di telingaku, membuatku ingin meledak karena malu.

''Perisai, aku butuh perisai,'' kataku ketika pipiku berhenti memerah.

Dia tertawa. "OKE. Tekniknya sederhana tapi kamu butuh latihan sesering mungkin. Sebaiknya gunakan visualisasi. Bayangkan membangun seperti tembok dan menempatkan diri mu di dalamnya, menjaga emosi, ide, pikiran tetap aman di balik penghalang yang kamu buat"

"Penghalang seperti apa?''

''itu perisai mu, kamu yang putuskan.''

Aku memejamkan mata dan mengingat wallpaper kamar tidurku. Pirus.

''Itu bagus.'' Katanya.

" Kamu bisa melihat apa yang aku lihat?''

''Seperti sebuah gema. Ketika seseorang menggunakan perisai, kamu hanya akan melihat sesuatu yang samar samar. Aku hanya melihat bayangan, sedikit pudar. Warna nya biru pucat kan? ."

SAVANT (COMPLETED) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang