Aku turun dari kamar menuju ke ruang tamu mengenakan pakaian yang terlalu besar untuk ku, bahkan bajunya sampai menjulur ke bawah menutupi celana jins pendek yang Ku pakai dan lengan kemeja yang digulung, sepasang kaus kaki wol Zed di kaki ku, bukan sandal.
Aku mulai terbiasa melihat orang tua ku memandang ku dengan ekspresi terkejut dan khawatir, ekspresi di mana aku tahu aku akan mengecewakan mereka, tetapi mereka terlalu takut untuk memberitahu ku karena takut aku akan kembali seperti sebelum mereka mengadopsi ku.
''Hai, sayang, siap untuk pulang?'' tanya Simon, dengan sentuhan tidak sabar, sambil memainkan kunci mobil di telapak tangannya.
Zed muncul di belakang ku, memberi ku dorongan pelan agar lebih dekat dengan orang tua ku.
"Aku ingin tinggal sebentar. Ku pikir mereka dapat membantu ku.'' Aku meraih tangan Zed yang di punggung ku.
Sally menyentuh pangkal tenggorokannya. ''Untuk berapa lama?''
Aku mengangkat bahu. Aku benci menyakiti mereka. "Sampai aku tahu apakah ini akan berhasil."
Ibu Zed memejamkan mata sejenak, merasakan masa depan. Dia tersenyum saat menatap ku. ''Sejujurnya aku pikir kita bisa membantu Sky, Sally. Tolong percaya lah pada kami. Kami hanya ingin membantunya. Kau bisa dapat menghubunginya dalam beberapa menit jika kau mengkhawatirkan Sky."
"Sayang, apakah kau yakin?'' tanya Simon.
"Aku yakin.'' jawab ku.
Sally belum mendamaikan dirinya dengan perpisahan ini. ''Tapi, Sayang, apa yang bisa mereka lakukan untukmu sedangkan kami tidak bisa?"
"Aku tidak tahu. Tapi rasanya ini benar.''
Dia memeluk ku dengan erat. ''Oke, kita akan mencobanya. Kau punya seorang pacar yang akan merawat mu dan juga keluarga nya." Menatap Zed dan ibunya di belakang ku.
"Ya aku punya." Jawab ku sambil menoleh ke arah Zed yang tersenyum ke arah Ibu ku.
Selly mengangguk. ''Aku bisa melihat itu. Jika tidak berhasil, jangan khawatir. Kita hanya akan mencoba sesuatu yang lain dan terus berjalan sampai kita berhasil."
''Terima kasih.''
Orang tua ku dengan enggan pulang ke rumah meninggalkan ku dengan sembilan Benedict di dapur mereka.
''Aku suka orang tuamu,'' kata Zed dengan suara rendah, merangkul pinggang ku. ''Mereka terus berjuang untuk mu."
''Ya. Aku beruntung memiliki mereka'' Aku masih harus menemui Uriel dia adalah sosok yang sedikit kurus dan berkulit kecoklatan yang berdiri di samping Will, keduanya menatapku seoalah olah berkata 'Pasangan jiwa Zed.'
Uriel adalah orang yang paling ku takuti, orang yang bisa membaca masa lalu.
Ibu Zed bertepuk tangan. ''Baik, anak-anak kecilku-''
Anak kecil? Dia adalah yang terkecil di keluarga Benedict.
''Sarapan! Trace dan Uriel bagian piring. Xav pisau dan garpu. Yves dan Victor kalian membuat pancake. Will membuat sirup maple.''
''Bagaimana dengan Zed?'' gerutu Yves, mengeluarkan mangkuk pencampur.
Ibunya tersenyum pada kami. ''Dia sibuk, menghibur gadisnya, dan berada di tempat yang seharusnya. Duduklah, kalian berdua.''
Zed menarik ku ke pangkuannya di sudut meja sarapan dan aku duduk dengan nyaman untuk menikmati pertunjukan para saudaranya.
Anak laki-laki paling berbahaya di Wrickenridge benar-benar berbeda jika di rumah. Meskipun Trace, Uriel dan Victor adalah pria dewasa, mereka tidak berani melawan perkataan ibu mereka dan mengerjakan tugas bersama yang lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
SAVANT (COMPLETED)
Teen FictionSavant adalah sebuah kaum atau sebutan bagi orang orang yang mempunyai kekuatan. Setiap savant bisa bertelepati satu sama lain dan para savant bisa menggerakkan benda atau di sebut Telekinesis. Setiap savant mempunyai kekuatan spesial sendiri sepe...