'Nyatanya Buna salah. Kalan bukan anak Baba,'
•••
Seorang gadis cantik yang kini tertidur dengan lengan seorang lelaki yang memeluknya dari belakang. Bahkan hembusan nafas halus lelaki itu terasa di leher jenjang miliknya.
Alkina membuka matanya dengan perlahan, gadis itu sontak meringis saat merasakan nyeri pada tubuh bagian bawahnya. Bodoh jika ia mengatakan tak ingat apa-apa mengenai kegiatan yang mereka lakukan kemarin malam.
Kegiatan yang membuat statusnya terganti.
Alkina meringis saat Kalan malah menarik tubuhnya semakin mendekat bahkan tanpa sengaja menekan dua buah dadanya.
"Kalan, perih!" gumam Alkina sambil menepuk pelan tangan Kalan yang berada di atas dadanya.
Kalan hanya bergumam pelan sebelum menurunkan tangannya.
"Pagi," bisik lelaki itu pelan sambil menciumi leher jenjang milik sang kekasih.
Alkina memejamkan matanya. Ia tidak mengerti akan perasaannya sendiri. Rasa menyesal, marah, kecewa, terus menghantui pikirannya, hingga ia hanya bisa berfikir mengenai apa yang akan terjadi selanjutnya.
"Pagi, sayang," Kalan yang merasa tidak mendapat balasan, kembali membisikkan kalimat singkatnya.
Alkina menoleh mengelus rambut lebat milik sang kekasih. "Pagi,"
Kalan tersenyum masih dengan mata yang terpejam. Kalan mengangkat tubuh kecil Alkina ke atas tubuhnya, menatap dalam manik hitam gadis cantik itu.
"Terima kasih,"
Alkina menjatuhkan kepalanya di dada bidang Kalan sebelum terisak pelan. Kalan hanya diam, ia tidak menyesal, ia malah senang dengan kegiatan mereka semalam.
"A-aku takut," lirih Alkina.
"Nggak bakal terjadi apa-apa, tenang aja,"
"Kalau aku hamil?" Kalan terdiam mendengar pertanyan Alkina sebelum memberikan kecupan manis di dahinya.
"Nggak mungkin, ini kan pertama kali kita gituan,"
"Tapi ka—"
"Kenapa kamu bisa ngerasa panas kayak kemarin?" Kalan memotong ucapan Alkina, berusaha mengalihkan pembahasan yang ingin ia hindari untuk saat ini.
"Kemarin aku—-"
Flashback on
Setelah kepergian Kalan, Alkina tidak tahu ingin melakukan apa, karena smartphonenya sudah dihancurkan oleh lelaki itu. Yang Alkina yakini, Kalan akan membelikannya yang baru.
Alkina berdiri lalu melangkah menuju ruang tamu, menyalakan tv lalu bersantai sambil memusatkan pandangannya ke arah layar persegi panjang itu.
Hingga tak terhitung beberapa menit, Alkina sudah mulai bosan, ia pun melangkahkan kakinya menuju dapur. Dapur milik Kalan sangat bersih, bahkan bahan-bahan untuk memasak pun tidak ada.
Alkina menggeleng pelan, sebelum melangkah ke arah kulkas, membukanya pelan. Kulkas yang cukup besar itu hanya diisi beberapa minuman soda yang tidak ia sukai. Alkina tidak suka minum minuman soda bermerek apa pun.
Menyerah, Alkina memutuskan menutup kulkas, hingga matanya terhenti pada botol kaca yang tampak seperti botol kecap di matanya. Tapi lebih elegan.
Alkina mengambil botol itu.
Hingga matanya berbinar saat meneteskan minuman yang tidak ia ketahui itu. Merah. Tampak seperti sirup di matanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Possessive Husband
RomanceAlkina mendekati gerombolan anak yang sedang bersantai di rooftop sekolah. Tentu saja kedatangan Alkina sukses mencuri perhatian. "Kalan?" Kalan membuang rokoknya setelah mendengar sapaan dari gadis yang selama ini sudah ia klaim sebagai kekasihnya...