"Mama tau, kamu nggak ngelakuin hal lebih sama Alkina. Karena kamu anak Baba."
•••
Kalan terdiam cukup lama sebelum kembali ke dalam kamar. Mengamati gadis yang kini tertidur sambil memunggunginya. Hingga ikut berbaring di ranjang yang sama.
"Udah tiga kali kita tidur bareng," mendengar suara Alkina membuat Kalan mengusap wajahnya lalu ikut memunggungi gadis itu.
Alkina melirik ke arah belakang untuk melihat posisi Kalan. Setelah mengetahui Kalan juga memunggunginya membuat Alkina memutar tubuhnya.
"Kalan?" Alkina menyentuh punggung kokoh sang kekasih dengan jari telunjuknya.
"Bener apa yang Mama kamu bilang? Kita beneran nikah?"
Kalan tidak menjawab. Bohong jika ia tidak ingin menikahi gadis itu, mengklaimnya sebagai miliknya seorang. Namun perasaan ingin menikmati masa muda juga ada. Ia tidak yakin akan sebebas ini jika Alkina benar-benar menjadi istrinya.
"Jangan mikir tentang itu," Alkina menghela nafasnya. Perasaannya mengatakan Kalan sedang ragu dengan dirinya sendiri.
Alkina mengangguk kecil sebelum kembali memunggungi Kalan. Entah kenapa ada rasa sakit saat mendengar balasan itu di hatinya. Kalan seolah hanya mempermainkan dirinya.
"Boleh anter aku pulang?" Kalan sudah tidak menanggapi ucapan Alkina. Ia pikir lelaki itu pasti sudah terdiri.
Bangun dari tidurnya, Alkina berdiri lalu berjalan menuju kamar mandi untuk membersihkan dirinya.
Setelah selesai, Alkina langsung kembali menggunakan bajunya lalu keluar dari kamar mandi.
"Siapa Husein?"
Alkina terkejut saat mendengar suara Kalan.
"Temen Papa," jawab pelan. Kembali mendengar suara dingin dan tatapan tajam milik Kalan membuat Alkina sedikit menciut.
"Terus kenapa dia ngehubungin lo lebih dari 20 kali?" ucap Kalan, sambil menggenggam erat benda pipi milik kekasihnya itu.
"Sini aku liat," Alkina berjalan mendekati Kalan dengan pelan.
"Ka-Kalan? Aku cuman pengen ngehubungin Papa," Kalan terus saja diam, hingga elusan di punggungnya membuat lelaki itu menghela kasar nafasnya lalu memberikan benda itu kembali ke pemiliknya.
Alkina segera mencari kontak sang Papa, sesekali melirik ke arah Kalan yang masih terdiam dengan wajah kaku khas miliknya.
"Hallo, Papa?"
"Iya, Kina baik-baik aja kok,"
"Iya, Papa tenang aja, Kina di rumah temen Kina,"
"Nanti kita pulang, Pa,"
Setelah mendengar balasan sang Papa, Alkina mengangguk. "Papa, kasi tau kak Husein buat jangan ngehubungin Kina. Kina baik-baik aja," ucap Alkina sebelum memutuskan sambungan teleponnya.
Lama terdiam, Alkina memberikan smartphonenya pada Kalan.
"Nih," ucap Alkina, yang membuat Kalan menoleh ke arah gadis itu, menatap tajam dengan tangan yang mengambil benda yang diberikan Alkina.
BRAK
Alkina memejamkan matanya, empat bulan berpacaran dengan lelaki itu, ia sudah sedikit demi sedikit mengerti bagaimana tabiat seorang Kalan. Menghancurkan musuhnya. Melindungi miliknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Possessive Husband
RomanceAlkina mendekati gerombolan anak yang sedang bersantai di rooftop sekolah. Tentu saja kedatangan Alkina sukses mencuri perhatian. "Kalan?" Kalan membuang rokoknya setelah mendengar sapaan dari gadis yang selama ini sudah ia klaim sebagai kekasihnya...