01

156K 9.9K 226
                                        

Pagi ini seorang gadis cantik disibukkan dengan banyaknya pekerjaan rumah yang harus ia kerjakan.

Mulai dari membuat sarapan, mencuci piring, menyapu, mengepel, bahkan sampai mencuci baju pun harus ia kerjakan sebelum ke sekolah.

Ah! Ia terlahir dari keluarga yang cukup berada, Ayahnya seorang pilot ternama di Indonesia, dan Ibunya seorang ibu rumah tangga namun ikut kelompok sosialita di Jakarta.

Jika kalian bertanya kenapa Alkina yang melakukan pekerjaan rumah sedangkan keluarganya mampu untuk menyewa tukang bersih-bersih, itu karena Alkina hanya anak angkat yang dulu diambil Theo-ayahnya- di salah satu panti asuhan di Bandung.

Alkina menghela nafasnya setelah selesai menata makanan di atas meja.

Ia tersenyum bangga karena bisa menyelesaikan pekerjaannya tepat waktu.

Seorang wanita paruh baya dengan dress merah menyala yang melekat di tubuhnya berjalan dengan anggun menuruni tangga dengan telepon yang berada di genggamannya.

Alkina mengamati sang Mama yang sudah siap entah akan pergi kemana.

"Alkina tolong," ucap Dea-Mama Alkina- sambil menunjuk piringnya.

Alkina segera mengangguk sambil mengambilkan sepotong sandwich ke atas piring Dea. Dea mengangguk.

"Aduh! Mama tuh pusing tau!" ucap Dea setelah membanting kasar smartphonenya.

"Tas yang mama incer, udah mau habis, apalagi Papa kamu ngirimnya telat mulu,"

"Padahal temen-temen Mama udah punya semua,"

Alkina hanya tersenyum, "Ah iya! Kamu jangan ngadu ke Papa kalau Mama nggak kasi kamu uang. Nanti Papa kamu ngamuk,"

Alkina mengangguk, selain sekolah, ia juga sudah bekerja sebagai pelayan kafe dan guru private seorang siswa kelas satu sd yang tinggal di perumahan elit di Jakarta pusat.

"Baju Mama yang kemarin udah di cuci, kan?" Alkina mengangguk.

"Kamu bisu, ya?"

Alkina hanya tersenyum lalu menggeleng, sudah biasa Dea mengeluarkan kalimat-kalimat yang terbilang cukup menyakitkan untuknya.

"Aduh! Mama pusing ya, kok Papa kamu ngotot banget mungut kamu dulu? Udah bisu, nggak berguna lagi," Dea mengeluarkan kalimatnya dengan santai tanpa memperdulikan Alkina yang masih setia berdiri di depannya.

"Udahlah, mending kamu nggak usah sekolah, langsung kerja aja, bantu Papa kamu cari duit buat Mama,"

Sudah puluhan kali Alkina mendengar usulan Dea untuk berhenti sekolah agar bisa berguna tinggal di rumah ini.

"Kina pamit dulu, Ma," Alkina tersenyum sebelu mengambil tasnya, lalu berlalu tanpa memperdulikan teriakan Dea yang mengatainya tidak berguna.

Alkina menatap ke langit menatap awan mendung yang membuat Alkina menghela nafasnya. Ia berdoa semoga hujan turun setelah ia sampai di sekolah. Ia tak mau pakaiannya basah.

Alkina sedikit berlari agar lebih cepat sampai di sekolah, ia memilih berjalan kaki berhubung ini tanggal tua, ia harus menyimpan sisa uangnya di dalam tabungan.

"Sayang!" teriakan seseorang menghentikan langkah Alkina, ia berbalik sambil menatap pria tampan yang berjalan menghampirinya dengan sunyum menawan memperlihatkan lesung pipit yang menghiasi pipi tirusnya.

Lelaki itu merangkul pundak sang kekasih, Alkina tidak tahu sejak kapan ia berpacaran dengan lelaki ini. Semua terjadi tiba-tiba saat lelaki itu mengklaimnya sebagai kekasih di depan seluruh orang yang membully Alkina.

Possessive HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang