"gitu aja, pahamnya lama,"
•••
Seorang lelaki kini sedang berdiri dengan tubuh kaku di depan sebuah rumah yang cukup besar.
Di depan gerbang tertulis tulisan yang cukup besar. 'Dijual'
Kalan dengan cepat menghubungi sang kekasih untuk mengetahui keberadaannya. Sudah tiga panggilan namun tak ada satu pun yang tersambung. Apakah Alkina sudah pergi meninggalkannya?
Kalan merobek dengan enteng spanduk itu, sebelum berlalu meninggalkan rumah itu dengan motor besarnya.
Kalan mengemudi dengan kecepatan rata-rata seolah meluapkan rasa kesalnya pada Alkina yang tiba-tiba saja pergi tanpa menunggunya.
Hingga deringan telepon membuat Kalan menepikan motornya.
"Apa?!" sentaknya kasar yang membuat Alian terkekeh di seberang telepon.
"Lo dimana?"
Kalan menghela nafasnya sebelum menjauhkan teleponnya. Hingga teriakan Alian membuat Kalan terdiam.
"Alkina dateng ke sekolah, ke ruang guru," ucap Alian yang membuat Kalan segera mematikan sambungan teleponnya lalu kembali menjalankan motornya menuju sekolah.
Dengan santai Kalan memarkirkan motornya di parkiran khusus donatur sekolah. Parkiran yang dibuat khusus jika ketua donatur sedang berkunjung secara tiba-tiba.
Kalan melirik ke arah tanda silang, sebelum membaca nama sang Baba yang tercetak cukup jelas.
Kalan tersenyum sinis. Sebelum membuka helmnya. Menghiraukan teguran dari pak satpam yang mengejarnya.
Kalan menyusuri koridor jalanan dengan cepat menuju ruang guru untuk mencari keberadaan Alkina.
Hingga tatapannya terhenti saat melihat seorang gadis yang duduk seraya menunduk. Kalan dengan cepat menghampiri gadis itu namun terhenti saat melihat lelaki yang baru saja keluar dari ruang guru.
Alkina mengangkat kepalanya saat merasakan usapan pelan di puncak kepalanya. Dan tentu saja Kalan melihat hal itu dengan mata kepalanya sendiri. Selain ingin meninggalkannya, Alkina juga sudah memiliki pengganti?
Kalan memutar tubuhnya saat wanita itu menatapnya dengan tatapan kecewa sekaligus sedih. Bukankah orang yang seharusnya marah adalah dirinya? Tapi setelah melihat seorang lelaki lain mengelus puncak kepala sang kekasih membuat Kalan ingin marah, namun rasa sedihnya lebih mendominasi.
Kalan dengan pelan berjalan menuju rooftop, dengan wajah memerah miliknya.
Kalan terdiam saat ia merasa setetes air keluar dari mata tajamnya. Menangis? Hanya karena melihat Alkina bersama lelaki lain? Tidak mungkin.
"Wo—" Devano yang tadi bermaksud mengagetkan Kalan seketika berhenti saat melihat lelaki itu mengusap kasar pipinya.
"Jangan bilang lo nangis?" Devano sedikit menjauh dari Kalan saat tidak mendapat balasan dari lelaki itu.
"LO NANGIS? GILA ANJING?! SERIUSAN?" teriak Devano dengan keras yang mengundang tatapan terkejut dari ketiga temannya yang kini sedang bermain game online.
Alian berdiri menghampiri Kalan. Lalu menyentuh dahi mulus lelaki itu.
"Nggak mungkin," ucap Alian sebelum menutup mulutnya menggunakan telapak tangan yang tadi ia gunakan untuk memegang kepala sang bos.
Kalan hanya menghela nafasnya sebelum melangkah ke arah sofa lalu mengambil rokok milik Devano yang berada di depannya. Setelah membakar ujung rokok tersebut, Kalan menyandarkan tubuhnya lalu asap rokok keluar melalui hidung dan mulutnya.
![](https://img.wattpad.com/cover/282245864-288-k836413.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Possessive Husband
RomanceAlkina mendekati gerombolan anak yang sedang bersantai di rooftop sekolah. Tentu saja kedatangan Alkina sukses mencuri perhatian. "Kalan?" Kalan membuang rokoknya setelah mendengar sapaan dari gadis yang selama ini sudah ia klaim sebagai kekasihnya...