03

102K 8.8K 493
                                        

Devano hanya tersenyum datar menanggapi ucapan Alian. Yap, hanya Alkina yang bisa menggantikan seorang Kalan.

•••

Setelah sampai di depan kelas, Alkina masuk sambil membawa bukunya, melihat gurunya sudah duduk di depan meja guru membuat Alkina meringis tak enak. Tapi bukan salahnya sih, gurunya yang datang lebih dulu sebelum bel pelajaran berbunyi.

Alkina duduk tenang di kursinya sesekali melirik ke arah Kalan yang masih setia berdiri di depan kelasnya. Memiliki tubuh tinggi membuat Kalan bisa melihat Alkina yang duduk di bangku paling belakang lewat jendela kaca.

Setiap kelompok bergantian mempresentasikan hasil kerja mereka, hingga giliran Alkina.

Sang guru hanya tersenyum, "Kalau Alkina belum selesai, nggak papa, dikumpul nanti aja," Alkina menggeleng sebelum berdiri dan berjalan menuju depan sambil membawa bukunya.

"Udah selesai?"

"Udah, Bu,"

Ibu Siska pun mengangguk lalu memeriksa pekerjaan Alkina sesekali melirik Alkina seolah tidak percaya hasil kerja gadis itu.

"Ini kamu kerja sendiri?"

Alkina menggeleng, "Bareng Farel, dan Kalan," jawab Alkina sambil mencuri pandang ke arah Kalan yang masih setia mengawasinya.

"Farel?"

"Farel Adinata," Ibu Siska mengangguk lalu mempersilakan Alkina menjelaskan hasil kerjanya.

"Baik, langsung saja, nilai sempurna dikantongi Alkina," ucap Ibu Siska setelah Alkina kembali duduk di kursinya.

Alkina tersenyum, tidak ada tepuk tangan untuknya hingga pukulan keras pada pintu membuat kelas ricuh akan suara tepuk tangan dan teriakan selamat.

Alkina tersenyum, itu adalah peringatan dari Kalan.

Setelah proses belajar selesai, seluruh siswa berbondong-bondong keluar dari kelas menyisakan Alkina yang masih setia duduk di bangkunya menunggu kelas kosong. Ia tak ingin berdesak-desakan hanya untuk keluar dari kelas, toh semuanya akan tetap akan pulang.

Setelah memastikan kelas kosong, Alkina segera keluar dari ruang kelasnya, melangkah pelan menyusuri lorong yang masih ramai. Hingga sebuah lengan merangkul pundaknya membuat Alkina menoleh. Di sampingnya ada Kalan yang tersenyum manis.

"Mau gue anter pulang, nggak?"

Alkina menggeleng, "Aku harus ke cafe,"

Kalan terdiam sebelum kembali mengeluarkan suaranya, "lo punya cafe?"

Punya cafe? Hoho! Pemikiran orang kaya memang berbeda.

"Aku kerja," Kalan mengangguk seraya ber-oh ria.

"Gue temenin," Alkina memilih diam, ingat! Ia takut pada Kalan. Membantah pun tidak ada gunanya.

Setelah sampai di parkiran, Kalan membukakan pintu penumpang untuk sang kekasih, sebelum memutar ke arah pintu kursi kemudi.

Selama perjalanan Kalan memfokuskan pandangannya ke arah depan, sedangkan Alkina memilih membuang muka ke arah jendela, menikmati pemandangan kota Jakarta yang cukup macet.

Alkina merasakan Kalan menarik tangannya, menggenggam erat tanpa menoleh.

Setelah sampai di cafe tempat Alkina bekerja, Kalan ikut turun sambil mengikuti Alkina. Mengamati gadis itu saat masuk di dalam ruangan khusus karyawan. Hingga kembali keluar menggunakan seragam khusus cafe.

Kalan mengamati gerak gerik Alkina hingga gadis itu kembali menghampirinya.

"Kamu pengen pesan apa?"

Possessive HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang