18

74K 6.4K 257
                                    

"Jadi kapan nih acara ijab kabulnya? Tenang kalau Baba kamu nggak mau biayain, ada Opa, uang Opa juga banyak kok," ucap Razan sebelum menepuk punggung sang cucu. Tidak menyangka ia sudah setua ini.

•••

Seorang pria sedang sibuk mengotak atik komputernya bersama empat teman yang berdiri di sampingnya.

Radit, lelaki itu kini sedang memfokuskan pandangannya ke arah depan, menatap dengan tatapan serius mengamati ribuan angka dan huruf yang memenuhi layar komputer tersebut.

Kemampuannya dalam melacak keberadaan seseorang selalu menjadi khas seorang Radit. Mungkin selain menjadi dokter hewan, lelaki itu juga ingin menjadi seorang hacker handal. Tak ayal lelaki itu sudah meraup banyak uang dari pekerjaannya itu.

"Dapat!" teriak Radit sambil membuka kaca matanya.

"Bandung, Tasikmalaya," ucap Radit yang membuat Kalan tersenyum.

"Good job, bayarannya nyusul,"

Radit menggeleng sambil menepuk pelan pundak Kalan.

"Kita teman, teman nggak perlu bayaran. Tapi hadiah boleh, lebih bagus lagi kalau hadiahnya motor baru, behhh, kemana pun sang Alkina pergi, akan aku lacak untuk babang Kalan,"

Alian memukul pelan kepala Radit, sebelum menarik Kalan menjauh.

"Nggak boleh!"

"Kalau gue nggak dibeliin juga," lanjut Alian sambil cengengesan.

"Dasar miskin," sindir Natan sebelum melangkah pergi. Yang langsung disusul Devano dan juga Kalan.

Sedangkan Alian dan Radit saling melayangkan tatapan permusuhan sebelum menyusul ketiga temannya yang lain.

•••

Kalan menatap bangunan sederhana yang berada tak jauh dari tempatnya berdiri. Bangunan yang didesain sederhana namun indah dan memiliki taman yang cukup luas. Apakah Alkina benar-benar tinggal di sini? Bahkan rumah Alkina di Jakarta lebih besar tiga kali lipat.

Kalan melangkah dengan pelan menuju pagar yang tidak terlalu tinggi itu. Lalu menatap ke dalam rumah yang tampaknya sepi. Ia menoleh ke arah teman-temannya sebelum memanjat naik, dan langsung disusul oleh ketiga temannya yang lain.

Sedangkan Alian hanya terdiam, sebelum membuka pagar yang sejak tadi ia ketahui tidak terkunci.

Devano, Natan, Radit, Kalan hanya menatap ke arah Alian yang tersenyum polos seolah tak merasa bersalah.

Alian melangkah meninggalkan keempat temannya lalu berjalan menuju pintu utama dan mengetuknya.

"Assalamualaikum," teriak Alian sambil mengetuk pintunya. Setelah beberapa kali mengucapkan kalimat yang sama, lelaki itu berbalik. "Nggak ada jawaban,"

"Ini beneran kagak sih?"

"Lo ngeremehin kemampuan gue?" tanya radit datar sambil melipat tangannya di depan dada.

"Gini-gini nilai matematika gue—"

"12," potong Natan sebelum menyusul Kalan yang sudah kembali ke dalam mobil.

"Jadi ini gimana?"

"Tungguinlah, sampai doi pulang,"

•••

Sedangkan di tempat lain seorang wanita sedang duduk santai di rumah-rumah sawah dengan beberapa rantang di sampingnya, dan matanya sibuk menatap ke arah sang Papa yang sedang menanam padi.

Possessive HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang