"Buna tunggu di ruang tamu,"
•••
Kalan duduk di depan sang Buna yang kini menatap ke arah sang kekasih yang duduk di sampingnya.
Umayma berdehem sebelum menumpukkan kaki kirinya di atas kaki kanan, dan melipat kedua tangannya di depan dada.
"Berapa kali kalian udah ngelakuin itu?"
"Bun—" kalimat Kalan terhenti saat melihat mata sang Buna yang melotot seolah ingin keluar dari tempatnya. Senakal-nakalnya Kalan, ia tidak pernah membangkang akan apa yang dikatakan oleh sang Buna.
"Kamu yang jawab," ucap Umayma sambil menunjuk ke arah Alkina.
Alkina mengangkat dua jarinya ke arah Umayma yang melotot melihat kejujuran gadis di depannya. Jangan lupakan Kalan yang juga memasang tampang terkejutnya.
"Selain itu?"
Alkina membalas tatapan Kalan yang seolah meminta pertanggung jawaban dari balasannya tadi.
"Kalan buka baju Kina,"
"Alkina!" tekan Kalan sambil mengcengkram pergelangan tangan sang kekasih.
"Emang bener, kok! Kamu buka bra sama cd aku."
"Cuman bra, ya! Cd, nggak,"
"Siapa yang tau?"
"Coba lo raba,"
"STOP?!" Umayma berdiri sebelum berteriak untuk menghentikan tingkah dua remaja di depannya.
"Kamu yakin nggak hamil?" pertanyaan Umayma sukses membuat Kalan ikut berdiri.
"Ngga—"
"Nggak tau, kata temen Mama, kalau udah tidur bareng sama cowo, nanti bisa punya anak,"
"Kita nggak tidur, Kina!" tekan Kalan berusaha membuat gadis di sampingnya itu diam, sebelum sang Buna berfikir buruk tentang gadis gila yang satu ini.
Alkina menggeleng, "Kata Papa juga, nggak boleh telanjang di depan cowo, nanti hamil,"
"Terserah lo deh. Nggak sekalian kalau pelukan sama cowo bisa bikin hamil?"
Alkina menoleh ke arah Kalan yang sudah kembali duduk sambil menyandarkan punggungnya.
"Itu juga, tapi lupa kata siapa. Kata nenek mungkin,"
"Lo nggak punya nenek, Alkina bodoh,"
"Nenek tetangga aku,"
Umayma berusaha tidak tersenyum melihat tingkah polos calon menantunya. Entah Kalan mendapatkan gadis ini dari mana. Sangat unik. Dan paling mengagumkannya, ia bisa membuat Kalan pasrah, bukannya malah tersulut emosi yang tidak bisa terkontrol.
"Kalian mau nikah aja?" Kalan menegakkan tubuhnya.
"Boleh, Buna?"
Alkina menggeleng, "Kan Alkina belum tentu hamil,"
"Nikah dulu baru hamil," Kalan menatap ke arah Alkina yang tampak sedang berfikir lalu kembali mengangguk.
Sang Buna memejamkan matanya, sebelum meminta Alkina untuk segera mendekat ke arahnya.
"Kamu anaknya siapa?"
"Papa Yeneng,"
Entahlah, Alkina bingung ingin mengakui Dea sebagai ibunya atau tidak. Melihat perlakuan dan perkataan wanita paruh baya yang selalu tampil modis itu tidak pantas dikatakan sebagai ibu. Atau lebih tepatnya, ia takut tidak diakui oleh ibunya sendiri setelah ia memperkenalkan Dea sebagai ibunya. Seperti yang dikatakan Dea pada temannya. Bahwa ia hanyalah anak dari kerabat jauh yang tidak mampu jadi Dea mengambilnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Possessive Husband
DragosteAlkina mendekati gerombolan anak yang sedang bersantai di rooftop sekolah. Tentu saja kedatangan Alkina sukses mencuri perhatian. "Kalan?" Kalan membuang rokoknya setelah mendengar sapaan dari gadis yang selama ini sudah ia klaim sebagai kekasihnya...