CHAPTER FOUR

320 164 607
                                    

Salam dari tuan crab
Salam juga dari Spon Kuning

🍍🍍🍍

"Aaaaa!" teriak Ara.

Iyan dan Abhi bergegas melihat ke arah tangga saat mendengar jeritan Ara.

"Ada apa Ara?" tanya Abhi.

"Ada ulet bulu, Ara takut."

"Oh, kirain kenapa."

Iyan tentu saja kesal, padahal ia sedang enak enaknya makan. "Hati hati makanya."

Ara melihat ke arah Iyan. "Iya Iyan, maafin Ara."

Abhi melihat tatapan Iyan yang sedikit menajam itu pun menyenggol pelan lengannya. "Apaan sih Bhi?" tanya Iyan dengan kesal.

"Kamu kenapa sih Iyan? Kok kayak gak suka gitu? Tadi aja, kamu baik sama dia. Kok sekarang malah agak gitu sih?!"

"Emang Iyan kayak gimana?"

"Ara pulang dulu yah!" pamit Ara.

"Eh iya. Hati hati Ara!" balas Abhi.

Abhi merasakan atmosfer semakin menipis, entah kenapa ia merasa terintimidasi oleh tatapan seseorang.

"Yan, kamu merasakan kalo ada yang lagi liatin kita gak sih?" tanya Abhi sambil melihat ke semua penjuru rumah pohon itu.

"Gak," ucap Iyan dengan dingin. Entah mengapa Abhi merasa kalau Iyan agak sedikit berbeda.

"Iyan," panggil Abhi.

"Hm."

Tuhkan, biasanya Iyan akan menjawabnya minimal 3 kata, tapi ini hanya 1 kata. Tapi saat melihat ke arah Iyan, Abhi merasa atmosfer semakin menipis.

Duk

Seseorang dari bawah melempar batu ke rumah pohon itu, tepat mendarat di kening Iyan. Iyan hampir saja jatuh ke bawah kalau  Abhi tidak memegang pergelangan kakinya.

"IYAN!!" Abhi segera menarik Iyan dengan sekuat tenaga yang ia punya.

"Abhi, kok kepala Iyan ada di bawah sih?" tanya Iyan saat melihat dirinya berada di ambang kejatuhan.

"Duh, Iyan. Cepet pegangan sama pohonnya, terus Iyan loncat deh ke bawah. Biar otaknya ikut nambah geser," ucap Abhi dengan kesal.

"Duh Bhi, jangan di lepas dong pegangannya. Kan Iyan takut jatuh!" kata Iyan dengan sedikit berteriak.

"Kamu ini yah Yan! Kan tadi Abhi udah bilang, pegangan ke dahan pohon yang kuat," jelas Abhi.

"Terus, nanti Iyan ngapain?"

"Lo bunuh diri aja Yan! Gue capek!" seru Abhi.

"Abhi, Iyan ini gimana turunnya?" Pasalnya sekarang Iyan sedang memeluk dahan pohon.

"Turun aja aja ke atas!"

"Kok turunnya ke atas sih Bhi?!"

"Ya, itu gimana lo Iyan. Mau turun kek, mau di situ aja kek. Terserah," tukas Abhi.

"Abhi ngeselin!" teriak Iyan dengan suara yang menggelegar.

"Berisik, Abhi mau tidur dulu. Babay Iyan, selamat menikmati turun ke bawah."

"Aaaa! Abhi jahat!" seru Iyan.

Abhi hanya mengedikkan bahunya, sedangkan Iyan, ia sedang berusaha untuk turun ke bawah.

🍍🍍🍍

"Mama! Ara pulang!" teriak Araa, tapi bukan sambutan hangat seperti biasa. Ara malah du sambut dengan lemparan gucci yang mengenai lengannya.

PRANG

"MAS! KAMU GAK BISA GINI DONG! KAMU JUGA HARUS MERHATIIN ANAK KITA!!"

"Mama," lirih Ara yang saat melihat kedua orang tuanya bertengkar lagi.

"INGAT SERENA! DIA BUKAN ANAK AKU AJA!! DIA JUGA ANAK KAMU!!"

"Mama papa jangan bertengkar lagi!" Ara mencoba melerai perkelahian dua orang tua itu, tapi dia malah terkena pukulan dari papanya.

"Ara, kamu masuk kamar yah," perintah Serana, mama Ara.

"Tap-"

"Mau mama antar?"

Ara hanya menganggukkan kepalanya, tadi lengannya terkena lemparan. Walau hanya sedikit, tapi darahnya tidak berhenti mengalir.

"Ara, sekarang kamu tidur dulu yah." Serena menatap Ara dengan pandangan sulit, di usianya yang masih belia, ia harus menyaksikan pertengkaran antara dia dan Adiptya.

Setelah menidurkan Ara, serena mencium kening Ara. "Maafin mama Ara," gumamnya sambil meneteskan air mata.

"Mama belum bisa jadi ibu yang baik untuk Ara." Setelah mengatakan itu, Serena pergi ke kamarnya. Toh, pasti suaminya sudah pergi setelah pertengkaran yang ia tinggalkan.

Ara membuka matanya, ia belum benar benar tidur. Mana bisa ia tidur setelah mama dan papanya bertengkar.

"Selalu saja begini! Andai aja oma di sini, pasti gak akan terjadi pertengkaran." Ara bangkit menuju ke kamar mandi, ia merasa tubuhnya lengket. Mungkin ini juga akibat dia berlari dari taman.

"Segernya," ucap Ara saat ia menyiramkan air ke tubuhnya.

Setelah selesai dengan acara mandinya itu, ia mengambil handphone-nya untuk menelepon bibi yang ada di lantai bawah.

"Bi, ambilkan aku teh susu dingin yah."

Setelah mendapat jawaban dari bibinya, ia pun pergi ke lemari baju.

"Entah kenapa hari ini begitu capek."

Ia pergi ke meja belajar sambil menunggu bibinya datang, ia mengerjakan pr ipa untuk besok.

Tok tok tok

"Non," panggil bibi sambil mengetok pintu kamar Ara.

"Masuk aja bi, gak di kunci."

"Ini teh susunya bibi simpen di nakas yah."

"Sini aja bi." Ara berjalan ke arah bibinya kemudian ia mengambil alih nampan yang berisi teh susu.

"Makasih bi," ucap Ara.

"Iya non, mau bibi temenin belajarnya. Siapa tahu non butuh bantuan," tawar bibi.

"Bi Siti istirahat aja yah, bibi pasti lelah kan?"

Bi Siti melihat nona kecilnya dengan tatapan yang sulit di artikan, ia sangat kasihan pada nonanya ini. Di saat teman sebayanya masih asik bermain, sedang asik bercanda gurau, Ara harus melihat pertengkaran  kedua orang tuanya setiap hari. Di usianya yang masih 7 tahun ini, dia harus menjadi dewasa.

"Bi, bibi," panggil Ara saat melihat bi Siti menatap Ara dengan mata yang berkaca kaca.

"Ah iya non."

"Bibi kenapa?"

"Bibi gak kenapa kenapa kok, kalo gitu bibi ke belakang dulu yah."

"Bi!"

"Iya non?"

"Jangan lupa pintunya di tutup lagi yah, hehehe."

"Siap kalo itumah non."

🍍🍍🐒🍍

See u next chapter guys




Rara Cantika Nabastala

Because He's BentalaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang