CHAPTER SIX

227 115 557
                                    

Diam diam gak pacaran, bergerak ngajak jalan pacar orang.
🍍Author yang suka mengpede🍍

"Aaa! Tolong!" teriak Ara sambil berlari, ia seperti ketakutan.

"Araa! Berhenti dong!"

"Gak! Ara gak mau!"

"Ara!" Ara terus berlari, ia takut di tangkap oleh mereka berdua.

"Araa! Bian capek!"

"Lemah," ucap anak perempuan yang di samping Bian.

"Bukan lemah Ifaa, tapi ini emang udah capek banget." Anak perempuan yang di panggil Ifa itu mengeluarkan lidahnya.

"Pokoknya! Kalian jangan paksa Ara buat dandan kayak badut! Araa gak laik!"

"Iya Ala! Gak akan di dandanin kayak badut kok! Orang bedak sama lipennya Ala ancurin!" teriak Ifa, karena jarak Ara dengannya cukup jauh. Ara di lantai bawah, sedangkan Ifa dan Bian di lantai tiga.

"Ara gak mau ke kamar itu lagi!"

"Araaa!"

"Bian! Bisa gak sih, teliaknya agak menjauh dali telinga Ifa!"

"Apaan sih Cadel! Kamu aja yang menjauh dari Bian."

Selagi mereka bertengkar, ini saatnya Ara pergi diam diam tanpa sepengetahuan mereka berdua.

"Duh, Ara naik apa yah ke tamannya?"

Tet tet tet

Setelah berjalan cukup jauh dari rumah, Ara melihat odong odong yang lewat. Ia pun memberhentikan kendaraan yang memiliki banyak kursi, karena kebetulan ia membawa uang untuk membayarnya.

"Mau naik neng?" tanya tukang odong odongnya.

"Iya bang, ke taman yah."

"Gak mau muter dulu neng?"

"Enggak bang."

"Oke neng."

Ara bersandar di kursi odong odong, sambil mendengarkan lagu khas odong odong.

Aku naik odong odong
Aku naik odong odong

"Makasih bang," ucap Ara setelah sampai di tempat yang ia tuju.

Ara berlari menuju rumah pohon, entah kenapa dia rasa suasana hatinya sedikit membaik ketika mendekati rumah pohon itu.

"Permisi, makhluk yang tak kasat mata. Ara mau duduk di sini yah, jangan ada yang ganggu Ara." Setelah berkata begitu, Ara mulai membersihkan rumah pohon itu dengan sapu. Banyak dedaunan yang berjatuhan, jadi ia harus membersihkan ini.

"Akhirnya selesai juga."

Di sini, Ara bisa melihat pemandangan air danau yang begitu menyejukkan dan menyegarkan matanya. Sedangkan di rumah Ara, Bian dan Syifa sedang panik karena tidak melihat Ara di lantai satu dan di dalam maupun di luar mansion itu.

"Ini tuh gala gala Bian! Andai aja Bian gak ngajak Ifa belantem, Ala gak bakal kabul dari pengawasan kita."

"Lagian ya cadel, ngapain kamu dandanin Ara kayak badut."

"Tapikan itu ide dari Bian, bukan Ifa!"

"Kok malah nyalahin Bian sih! Kan Ifa juga ikut ikutan setuju!"

"Telus kita halus cali Ala kemana?"

"Ke rumah tetangga aja, siapa tahu Ara ngumpet di situ."

Ifa dan Bia pun mencari Ara ke setiap rumah tetangga. "Hos, hos, hos! Bian, Ala kok gak ada yah?" tanyanya pada Bian.

"Ya mana Bian tahu, kalo udah tahu, kagak bakal cari cari ke setiap rumah."

"Gimana kalo kita lapol ke tante aja," usul Ifa.

"Janganlah, kasian Ara nantinya."

"Iya juga sih."

Ifa dan Bian pun melanjutkan mencari Ara yang sekarang sedang tidur seperti orang yang sedang berlatih untuk mati alias kebo.

🍍🍍🍍

"Abhi, ini gimana cara pakenya?" tanya Iyan yang sedang kesusahan untuk memakai topi.

"Perkatnya pasang dulu Iyan ...." Abhi pun menjelaskan cara memasang perkat pada topi, tapi emang dasar otak Iyannya yang sedikit dodol, Iyan hanya mengangguk tanpa mengerti apa uang di ucapkan oleh Abhi.

"Ngertikan?" tanya Abhi setelah menjelaskan sedikit panjang lebar yang membuat tenggorokannya minta di isi oleh air terjun.

Tapi Abhi harus mendapat kenyataan yang begitu pahit, ketika ia menengok ke sampingnya, ternyata Iyan sedang bergelung dengan mimpinya.

"Dasar Iyan, tidur tidak tahu tempat. Sudah tahu ini di kolong jembatan, tapi masih aja bisa tidur ...."

"Tapi untung deh, gak semua orang bisa tidur di tempat seperti ini." Abhi mengusap rambut Iyan dengan pelan, ia begitu menyayangi Iyan. Abhi juga sudah menganggap Iyan sebagai adiknya.

Umur mereka juga hanya beda tiga tahun, sekarang Iyan umur 9 tahun, dan Abhi 12 tahun.

Di saat orang lain tidur dengan beralasan kasur dan di selimuti, sedangkan Iyan hanya beralasan koran yang sedikit basah karena terkena hujan. Untung saja, ia dan Iyan sudah membeli sarung. Setidaknya, mereka tidak terlalu kedinginan.

"Nenek, nenek." Abhi terbangun saat mendengar gumaman dari Iyan.

"Iyan, Iyan! Bangun." Abhi membangunkan Iyan, tapi Iyan tidak bangun bangun. Tapi malah terus bergumam dengan menyebut nenek.

"Iyan! Iyan bangun dong, jangan buat Abhi khawatir kayak gini."

"Iyann!" teriak Abhi tepat di telinga Iyan.

"Iyan bangun dong, jangan buat Abhi nambah takut."

Walau sudah di teriaki di samping telinganya, tetap aja Iyan tidak bangun. Tapi Iyan terus bergumam.

"Duh gimana ini, mana ini pastinya tengah malam lagi."

"Nek, I-Iyan pengen pulang."

Abhi mendengar jelas lirihan Iyan itu, ia merasa sedih. Mungkin Iyan belum terbiasa hidup di jalanan, terhitung baru 2 minggu Iyan tinggal di jalanan ini.

"Maafin Abhi Iyan, Abhi janji. Bakal jaga Iyan walau itu dengan nyawa Abhi sekalipun," tekad Abhi, semoga saja Abhi bisa menepati janjinya.

Abhi kembali berbaring, tapi ia tidak jadi saat mendengar ....

🍍🐒🍍

Buabay guys
Salam dari Bikini Beton Nangka🍍🍍🍍

Tertanda
Calon istri mas blasteran surga.

Because He's BentalaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang