CHAPTER FIVETEEN

76 32 25
                                    

Lupakanlah masalah dengan tidur. Setelah bangun, mari kita buat masalah lagi.
~By Brother~

Bikini Beton Nangkanya Kakak-Kakak.
Harganya murah meriah kok , hanya 1M periris.
🍍🍍🍍

Di bawah ini, ada abang yang jualan beton nangka.
Jadi, kalian harus baca sampai beres.
Wokey!

🍍🍍🍍

Lampu merah sudah berganti menjadi hijau. Tapi, Iyan dan Abhi baru satu orang yang membeli koran. Dari wajah mereka, terlihat begitu sangat lelah. Keringat bercucuran serta kulit bibir yang mengelupas karena kekeringan. Iyan merebahkan tubuhnya di dekat toko yang tutup, begitu pun dengan Abhi.

Tenggorokan mereka begitu sakit karena belum minum air sejak tadi pagi, di saku Abhi sudah tidak ada uang sisa lagi. Entah bagaimana mereka makan hari ini. Belum lagi, harus menyetorkan uang koran yang baru dapat tiga ribu rupiah.

Mata Abhi berkaca-kaca, Iyan pasti sudah sangat lapar, sedangkan dirinya tidak mempunyai uang sepeser pun. Abhi mendudukkan dirinya, ia melihat Iyan yang sedang mencengkeram perutnya.

"Ayo bangun, kita jualan lagi. Lampu udah merah," ajak Abhi.

"Iya Bhi," jawab Iyan dengan lemas.

Mereka kembali berbaur dengan berbagai kendaraan, menawarkan jualannya pada pengendara sepeda motor maupun mobil. Kesabaran Iyan mulai menipis ketika ia selalu mendapatkan jawaban berupa gelengan dari orang-orang. Tubuhnya sudah sangat lemas, tenggorokannya ingin di sirami air, serta ... perutnya yang meminta jatah makan.

Abhi masih berusaha menawarkan koran, dirinya harus mendapatkan minimal uang sepuluh ribu untuk dibagi dua dengan bos korannya. Hanya saja, sejak tadi tidak ada yang membeli koran. Ia pun kembali ke pinggir jalan saat lampu hijau menyala, menghampiri Iyan yang sedang duduk di dekat tong sampah sembari memahami apa isi koran tersebut.

"Iyan bisa baca?" tanya Abhi.

Iyan menggeleng saat Abhi bertanya begitu. Ia begitu ingin sekolah, tapi keadaannya sudah tidak memungkinkan untuk belajar.

"Abhi dapat berapa uangnya?"

Abhi mengangguk, lalu berkata, "Cuma dapet tiga ribu, kita harus kasih ke bos dulu. Siapa tahu, kita dapat bagian walau sedikit."

"Perut Iyan sakit Bhi, Iyan juga haus." Mendengar hal tersebut, Abhi memeluk Iyan dengan erat. Ia juga sama, ingin minum dan makan.

"Kita pergi kasih uang koran dulu yuk, nanti kita cari uang buat makan lagi."

Iyan mengangguk, lalu berjalan beriringan dengan Abhi. "Kok Abhi tinggi," celetuk Iyan saat melihat bayangan Abhi dengan dirinya.

"Iyalah, kan Abhi lebih tua dari kamu Yan," balas Abhi sambil terkekeh.

"Abhi licik," seru Iyan.

"Lah? Apanya yang licik Iyan?"

"Bisa-bisanya Abhi tinggi kek gini." Abhi menghela napas, ia mencoba untuk bersabar menghadapi Iyan.

"Iyan, Abhi kan tadi sudah bilang, kalo Abhi itu lebih tua dari kamu," jelasnya dengan suara yang lebih rendah agar Iyan dapat memahaminya.

"Iya tahu. Tapikan, orang yang sudah tua biasanya tubuhnya pendek."

Lagi dan lagi Abhi menghela napas. " Lebih tua bukan berarti sudah tua Iyan! Kamu ngerti gak sih?!" ulang Abhi sedikit menambah volume suara serta memberi senyuman kesal pada Iyan.

Because He's BentalaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang