CHAPTER EIGHT

168 89 332
                                    

Orang kaya mana tahu uang 100 perak di tumpuk sampe sepuluh terus di bungkus pake solasi

~Bentala Ryan~

Salam dari bikini beton nangka🍍🍍🍍

Rara Cantika Nabastala, anak kecil yang sudah di paksa untuk menjadi dewasa. Di umurnya yang meninjak usia delapan tahun bulan lalu, ia terpaksa mengerti tentang dunia yang begitu kejam ini.

Ara terpaksa belajar memasak, karena saat bibinya tidak ada ia harus masak sendiri. Kadang ia kesulitan dalam mengatur penyedap rasanya.

Sekarang Ara sudah mulai kelas 4 SD, ia meloncat kelas karena nilainya selalu sempurna. Untuk mencapai nilai sempurna, Ara harus bergadang sampai larut malam.

Bila ia mendapatkan nilai dibawah 95 maka akan di hadiahi hukuman cambuk oleh papinya, kadang juga ia tidak akan di beri makan sehari. Bahkan bisa saja 2 hari.
Sejak kecil ia di asuh oleh baby sister, bahkan ia pernah mendapat kekerasan fisik.

"Non bangun, ini udah sore."

"Hmm bi, aku udah bangun kok. Tinggal buka mata doang," sahut Ara.

"Air panasnya sudah siap, kalau mau mandi tinggal di beri airnya 2 gayung saja," saran Bi Siti.

"Baik bi, makasih yah."

"Sama-sama non."

Ara kemudian beranjak dari tempat tidurnya, ia mulai melipat selimut dan juga merapihkan bekas belajarnya di sofa.

"Abis ini, jadwalnya adalah ulangan harian matematika dan ulangan ips." Ara mulai menyiapkan buku yang akan ia pelajari.

Setelah menyiapkan alat sekolah, ia pergi ke kamar mandi untuk membersihkan badannya. "Kenapa airnya dingin sekali sih, apa lagi ngambek?" Ara bertanya tanya ketika ia menyentuh air dingin, padahal di ada air panas.

"Oh ya, tadi bibi bilang berapa gayung yah?" Ara mulai menyimpan jari telunjuk di pipi kanannya.

"Oh 4 gayung!" tebak Ara, kemudian ia memasukkan air dingin pada mbak yang berisi air panas.

Byurr

Saat mengguyurnya ke badan, Ara merasakan airnya tidak hangat. Ia mngernyitkan dahinya, padahal ia menambah air sesuai yang diperintahkan oleh bibinya.

"Duhh, dingin banget sih."

Setelah selesai mandi dan memakai baju sekolah, Ara turun ke bawah untuk makan. Tapi saat ia tiba di meja makan, ia tidak menemukan keluarganya. Hal ini sudah biasa terjadi pada Ara.

"Bi! Aku mau rotinya pake selai nanas yah," pinta Ara.

"Baik neng. Oh ya, mau di buatin bekal gak neng?" tanyanya.

"Boleh, tapi selainya nanas aja."

"Iya neng."

"ALAAA!!" Ara langsung menutup telinganya ketika mendengar teriakan Ifa.

"Duhh cadel! Jangan teriak dong, telinga aku bisa pecah nih,"

"Apaan sih Bian!"

"Udah, kalian jangan berantem terus. Aku mau makan dulu." Ara melahap rotinya tanpa mau mendengarkan mereka yang sedang mengoceh.

"Araa! Masa iya Bian di katain badut sama Ifa," adu Bian dengan memeluk tangan Ara.

"Kok Bian manja? Udah gede," ledek Ifa.

Ara tetap membiarkan mereka berantem, ini masih pagi. Jadi, ia tidak ingin mengeluarkan suaranya dengaj sia-sia.

"Yuk berangkat," ajak Ara ketika selesai makan.

Bian mengekori Ara, sedangkan Ifa sudah berlari. Katanya, ia tidak mau duduk di tengah.

"Bian," panggil Ara.

"Iya Ra?"

"Bisa di lepas tangannya?"

"Ah iya, maaf."

Ara meninggalkan Bian setelah melepas rangkulan tangannya. Sungguh, ia tadi agak kesulitan untuk bergerak.

Setelah menempuh perjalanan 15 menit, Ara dan kedua temannya akhirnya datang di SD CAKRAWALA. Ketika Ara berjalan, entah kenapa semua mata tak suka tertuju padanya. Ia juga bingung, padahal ia tidak pernah berbuat hal yang merugikan nama orang tuanya.

"Al," panggil Ifa.

"Anter aku ke toilet yuk, udah gak kuat nih." Ara mengangguk, ia juga sedang malas masuk kelas sebelum bel masuk.

"Bian mau kemana?" Tanya Ara saat melihat Bian mengekorinya.

"Mau ikut kalian ke toilet."

"Bian! Ini plivasi cewek." Ifa dengan geram langsung menarik Ara untuk berlari menjauh dari Bian. Sedangkan Bian, ia menekuk wajahnya. Padahalkan ia hanya ingin ikut, ia tidak ingin di tinggal sendiri seperti ini. Huf.

Srott
Srott

"Ih Ifa, kamu jorok banget sih." Ifa hanya nyengir, kemudian ia melanjutkan membuang ingusnya. Huf, pilek membuat hidunh Ifa susah bernapas.

"Udah La?" tanya Ifa.

"Dari tadi kali Fa."

Bertepatan mereka keluar dari toilet, bel masuk sekolah pun berbunyi.

"Ala duluan aja yang masuk, aku takut sama bu guru besar," bisik Ifa ketika mereka sampai di depan pintu kelas.

Ara hanya menghela napas, ia kemudian mengetuk pintu dan masuk. "Maaf bu Jasmine kami telat, saya abis di toilet bareng Ifa." Ara langsung menjelaskan karena ia takut dengan tatapan gurunya.

"Kali ini kalian ibu maafkan, silakan duduk di tempat masing-masing." Setelah mengatakan itu, bu guru Jasmine melanjutkan pelajarannya yang sempat tertunda tadi.

"Jadi, gaya adalah gerakan menarik atau mendorong yang menyebabkan pergerakan pada benda...."

"Ada yang mau bertanya tentang gaya?"

"Saya bu."

"Iya kamu Bian, bagian mana yang sulit di pahami?"

"Kan arti gaya itu yang tadi ibu sebutkan. Terus gimana kalau kita kebanyakan gaya? Apakah itu semakin kuat dorongan sama tarikannya?" Bu Jasmine hanya menggelengkan kepalanya, pertanyaan yang sedikit masuk akal mungkin.

"Jadi, kalau kita kebanyakan gaya. Kita malah tidak bisa menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitar, yang ada kita semakin terdorong untuk membeli ini itu. Dan semakin kita banyak gaya, semakin buruk pula tingkahnya. Tapi itu tergantung orang yang bergaya ini," jelas bu Jasmine.

"Jadi Bian, lain kali kalau mau bertanya yang lebih bermanfaat lagi oke."

"Oke bu."

🍍🍍🍍
Papay, jangan lupa jari jempolnya untuk memencet tombol bintang di pojok herit.

Salam dari bikini beton nangka
🍍🍍🍍

Because He's BentalaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang