Upacara memperingati hari ulang tahun Indonesia telah usai beberapa menit yang lalu. Kini, para siswa siswi di sibukkan dengan berbagai kegiatan lomba. Guru dan pengurus osis juga berlalu lalang hanya untuk menyiapkan perlombaan yang sudah ditentukan.
Ara dan Syifa, tentu saja Bian yang selalu mengekor mereka berdua di belakang sedang melihat perlombaan balap karung menggunakan helm. Dengan suara panitia yang keras untuk memulai pertandingan tersebut.
Peserta balap karung menggunakan helm sekarang masih kelas sebelas, diantaranya kelas XI BAHASA, XI IPA, dan XI IPS.
"Hitungan ketiga, kalian baru loncat. Satu, dua, eh! Belum selesai! Kembali lagi! Hey! Ayo, konsentrasi!" teriak panitia saat peserta dalam hitungan kedua sudah memulai loncat, bahkan sudah ada yang hampir sampai untuk mengambil bendera.
Dengan lesu, ketiga laki-laki itu kembali ke tempat. "Oke, sudah siap? Satu ... dua ... tiga, mulai! Iya, semangat! Jangan sampai lepas karungnya, kalau lepas akan gagal! Ayo, kelas Bahasa sudah mengambil benderanya! Iyyaa! Kelas IPS sudah mendekati garis finis! Kelas IPA, baru mengambil mengambil benderanya, ayo! Kembali ke tempat lagi!"
Seketika tawa penonton pecah saat melihat perwakilan dari kelas XI IPS dengan santainya salto tepat di garis finis. Sungguh, pemandangan yang langka peserta salto.
"Pemenangnya kelas XI IPS, koordinator harap ditulis. Berarti tinggal kelas dua belas, harap mendekat ke garis awal."
Masing-masing perwakilan kelas dua belas sudah ada di tempat, hanya saja ... yang menjadi sorotan adalah kelas XII IPS, peserta itu dituntun dengan anggun oleh dua laki-laki yang satu bertubuh besar dan satu lagi bertubuh sedang. Peserta balap karung kelas dua belas sama dengan kelas sebelas, semuanya laki-laki.
Si tubuh besar memakaikan helm pada teman yang hendak ikut lomba, dan satu lagi memakaikan karung berukuran besar padanya. Sungguh, sangat mengharukan.
"Tasnya dilepas dulu," titah panitia pada perwakilan kelas XII IPS.
Dia pun melepaskan sepatu dan tas, lalu memasukkan kaki pada karung tersebut. Tak lama, datang seorang pria untuk mengambil tas dan sepatu itu. Orang yang mengambil tas menepuk-nepuk kepala temannya itu. Sebelum pergi, dia diberi semacam nasihat yang entah apa.
Ara terkekeh melihat pemandangan itu, jarang-jarang bukan mempunyai teman seperti itu.
Pertandingan tarik tambang telah usai, pemenangnya kelas XII IPS. Tibalah perlombaan selanjutnya, yakni estapet air. Ara dan teman sekelas mendekat ke area itu untuk memberi support. Kelas XII IPA belum mendapatkan juara dari tiga pertandingan yang diselenggarakan hari ini. Ini adalah pertandingan terakhir.
"Woi, gigit aja gelas aquanya. Oh ya, isi airnya yang penuh biar cepet menang," ujar Lia, sekretaris kelas dan si paling cerewet.
"Sttt! Jangan berisik, tar yang lain pada ikutan," sahut Lintang.
Pertandingan dimulai, dengan sekuat tenaga mereka berjuang untuk menuangkan air dari dahinya ke dahi teman seperjuangan. Di dahi itu terdapat aqua gelas yang sudah di talikan pada bagian kepala belakang.
"Ayo! Penuhin airnya, Dev. Lagi-lagi, biar cepet menang!" Suara mereka sengaja ditinggikan diiringi seruan dari yang lainnya. Sungguh, kelas Ara yang paling heboh.
"Wey! Udah dua aqua penuh. Cari aqua lagi, weh!" seru Ina yang panik karena kehabisan aqua.
"Noh, es cendol taburin aja. Cepet, Na! Jangan mikirin punya siapa, yang penting isi air dulu!" Dengan cepat Ina mengambil aqua gelas yang berisi es cendol di sampingnya. Tanpa perasaan, ia melemparkan minuman itu.
"Anjirlah, Na!" seru teman Ara.
"Hitungan ketiga, semua air sudah harus ada di depan panitia. Satu ... dua ... tiga!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Because He's Bentala
Teen Fiction"Ini makanan buat kamu, tapi kamu jangan bilang ke orang itu yah." "Nama kamu siapa?" "Ara, kalo gitu aku pergi dulu." "Tante, saya itu bukan orang miskin." "Mana buktinya?" "Buktinya atap rumah saya seharga lebih dari 1 triliun." "Kamu maling yah?"...