CHAPTER FIVE

306 157 708
                                    


Semuanya orang pasti bermuka satu, kalo dua pasti mereka pake bedaknya 5 centi.

~Bentala Ryan~

Salam dari bikini beton nangka🍍🍍🍍
Tersenyum🐒lah kalian wahai anak adam  

🍍

🍍

🍍
Lop lop buat kalian yang membaca❤❤🍍
Jangan lupa komen beton nangkanya yah neng geulis dan aa kasepp❤❤🍍
🐒

Iyan dan Abhi sedang mengelilingi pasar, sesuai janjinya Abhi pada Iyan kemarin sore.

"Iyan mau milih baju yang mana?"

"Iyan sih terserah Abhi aja, soalnya Iyan bingung."

Iyan dan Abhi berhenti di depan toko khusus baju anak-anak. "Silakan dek, mau yang mana?" tanya si penjualnya dengan ramah.

"Yan?"

"Ini aja deh Bhi, Warnanya bagus agak gelap gitu. Tapi Abhi juga beli yah."

"Iya, kalo gitu bu, ini dua yah." Si penjual langsung membungkusnya ke dalam kantong plastik.

"Berapa bu?"

"Semuanya 70 ribu dek, bisa kurang kok."

"Mahal amat bu, 45.000 ajalah bu," tawar Iyan.

"Gak bisa dek, ini sepasang sama celananya."

"40 deh bu," tawar Iyan kembali menurunkan harganya.

"Gak sampai sama modal dek."

"Nyampe kok bu, kalo kejual semua."

"Ya itu kalo ke jual semua, kalo enggak?"

"Ya pastinya bakal nyampe bu ke modal, udah bu. Ini fix 40.000 ribu aja dua."

Abhi hanya menyaksikan Iyan dan si penjual yang sedang bernegoisasi itu.
Ia juga tidak begitu pandai dalam hal tawar menawar, Iyan lah yang pandai.

"Gak bisa dek," kekeh penjual.

"Bisa kalo di bisakan bu."

"40 ribu aja yah bu, kasihanilah kami wahai kalian," ucap Iyan dengan segala kedramatisan.

"60 deh dek."

"Yah bu, kok mahal banget sih. Kan Iyan udah bilang tadi, 40 ribu aja."

Abhi hanya menggeleng melihat kelakuan Iyan yang memaksa si penjual dengan harga segitu.

"Enggak bisa dek, nambah 10 ribu deh."

"Gak bu, ini bahannya juga lembeng, terus tipis. Masa 30 ribuan sih!"

"45 ribu deh dek."

Iyan kembali menggelengkan kepalanya. "40 ribu aja deh bu, kami ini rakyat jelata bu, kan sisa uangnya buat kami makan sehari hari bu." Iyan mengeluarkan jurus andalannya ketika sedang menawar.

"Lagian yah bu, kita kan di sini pelanggan setia ibu."

"Okelah kalo gitu, 40 ribu," ujar si penjualnya dengan pasrah.

Iyan dengan semangat  membayar 2 baju dengan harga 40 ribu, ia memberikan uang sebesar 50 ribu pada si penjual.

"Gini dong bu dari tadi, kan kita tidak perlu debat lagi."

Ibu penjual itu hanya diam, dia kalah oleh seorang bocah kecil seperti Iyan.

"Kembalinya sepuluh ribu yah bu," ucap Iyan.

"Saya tahu kok," sahut ibu penjual dengan muka yang sulit di jelaskan oleh Iyan.

"Terima kasih bu, semoga lancar jaya yah." Iyan dan Abhi pergi setelah di beri uang kembalian.

"Gimana Bhi, Iyan hebatkan?"

"Iya Iyan, Abhi akui kalo Iyan hebat."

"Uchhhh, makin sayang deh sama Iyan."

Abhi dan Iyan terus mengobrol dan tertawa tentang apa saja yang menurut mereka lucu.

"Bhi? Gimana kalo kita beli sarung? Buat malam, kan kita sering kedinginan," usul Iyan saat melihat toko sarung yang harga murah.

"Boleh, kita mau beli berapa?"

"Dua aja Bhi."

"Mau ikut masuk atau mau nunggu di sini?"

"Iyan ikut masuk aja ke dalam Bhi, sekalian mau pilih pilih."

"Oke."

Mereka masuk ke dalam toko sarung. Iyan melihat lihat sarung yang sekira cocok di pakai oleh anak anak.

"Bhi, kita beli yang ini aja yah."

Abhi hanya mengangguk mengiyakan pilihan Iyan, ia sedang malas untuk memilih.

Setelah di bayar, mereka keluar. Itu pun tentunya setelah Iyan dan bapak penjual sarung berdebat dalam bernegoisasi, dan tentu saja di menangkan oleh Iyan.

"IYANNNN!!!" Iyan menoleh saat dirinya merasa terpanggil, ia mengedarkan pandangannya untuk mencari orang yang memanggilnya, tapi ia tidak melihat orang yang ia kenal.

"Bhi," panggil Iyan.

"Hmm."

"Denger ada yang manggil Iyan gak?"

"Denger, tapi males buat cari sosoknya."

Iyan menggaruk kepalanya, ia sedikit berlari untuk menyamakan langkah Abhi yang jalan terlalu cepat dari biasanya.

"Kita mau kemana lagi Bhi?"

"Makan." Singkat, jelas, dan padat. Itulah yang Iyan dengar jawaban dari Abhi hari ini.

Entah ada apa dengan Abhi hari ini, Iyan memperhatikan wajah Abhi yang begitu kusut dari biasanya. Padahalkan Abhi yang sering mengajak Iyan bicara dan tertawa, tadi pun Iyan merasa kalau Abhi hanya memaksakan tertawa.

"Abhi kenapa?" tanya Iyan setelah mereka tiba di tempat makan.

"Apanya yang kenapa?"

"Gak jadi."

Iyan tidak mendapat jawaban lagi dari Abhi, Abhi berlalu begitu saja meninggalkan Iyan yang sedikit termenung.

"Baca doa," ucap Abhi, tapi tidak mengubah mimik mukanya.

Iyan mengangguk, entah kenapa ia sering lupa membaca doa hendak makan. Sepertinya ia harus pergi ke pak ustadz untuk di rukiah.

Iyan menyantap makanan setelah ia dan Abhi membaca doa, ia sangat bersyukur hari ini. Entah karena rezeki kemarin, atau apa.

🍍🍍🍍
Terima kasih atas apresiasinya.
Ini emot untuk kalian makan yah🍍🍍🍍🍉🍉🍉
Semangat buat kalian yang sedang mengerjakan PAS.

Because He's BentalaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang