EKSTRA PART

125 8 3
                                    

Saat rasa ini mulai hadir, orang yang memberi rasa malah pergi. Pergi yang tak akan kembali. Hati yang semula terbentuk rapi, kini hancur berkeping-keping. Gadis dengan surai hitam sebahu itu menutupi area wajah karena terlalu menunduk. Menatap sendu gundukan tanah.

Tangannya terulur pada batu nisan, mengusapnya perlahan, getaran di tubuhnya mulai muncul ketika memegang batu dengan tulisan 'BENTALA RYAN WAFAT 14 NOVEMBER 2022'.

"Yan, katanya lo mau nyemangatin gue pas lomba. Tapi, kenapa lo malah tiduran di tanah? Kagak enak tahu, Yan."

Ara menaburkan bunga di atas gundukan tanah tersebut dengan isakan-isakan kecil. Dari jarak lima meter, seseorang melihat punggung Ara. Dia sama seperti gadis itu. Kehilangan keluarga satu-satunya.

"Terima kasih sudah memberi warna di kehidupan ini, Raja Bumi. Semoga, di kehidupan selanjutnya, kita bisa bertemu kembali dengan akhir cerita bahagia," gumam Abhi sendu. Laki-laki itu pun berbalik, dan pergi dari sana.

Detik ini, hidup seorang Abhipraya tidak lagi seperti dulu. Tidak ada yang mengajaknya bercanda, berbagi rasa sakit dan senang, dan tidak ada yang membuatnya pusing akibat pertanyaan random dari Iyan. Hidup Abhi, kembali seperti sebelum mengenal Iyan. Dingin dan hampa.

"Kenangan kita, akan tetap tersimpan di dalam lubuk hati yang paling dalam, teringat selalu di dalam memori otak, gue akan menjaga kenangan ini."

🍍🍍🍍


"Iyan, lo tahu, gak? Gue bawa piala, gue menang di lomba puisi, Yan. Harusnya lo hadir, tapi malah gak." Ara berhenti sejenak untuk mengambil napas. Ternyata, berbicara sambil menangis membuat dirinya cepat kehabisan napas.

Setelah cukup, Ara kembali melanjutkan kalimatnya, "Kata mereka, puisi lo bagus, bahkan ada yang nangis, Yan. Para juri tahu makna puisinya. Sayangnya lo gak hadir, jadi gue gak bisa nunjuk pencipta puisi ini."

Usai berbicara, dua orang ikut berjongkok di samping Ara. Membuat Ara mau tak mau melirik mereka. Ara tidak mengenali laki-laki itu. Ara hanya mengenali seorang gadis berkerudung. Meskipun tidak tahu nama, Ara pernah melihatnya bercanda ria dengan Iyan.

"Ara, yah?" tanya laki-laki berpakaian gamis putih.

Ara mengusap air mata di pipinya. "Iya," jawab Ara. Dalam hati, ia bertanya, Siapa dia? Kenapa bisa tahu nama gue?

"Gue Haikal, dan ini Zahra, pacar gue."

Ara hanya mengangguk kepalanya pelan. Lalu beranjak pergi, ia merasa tidak enak hati dengan kedua orang ini.

"Gue duluan," pamit Ara. Walaupun hatinya sedikit tidak rela meninggalkan kuburan Iyan.

"Tunggu," cegah Haikal ketika Ara mulai melangkahkan kakinya. Ara membalikkan badannya, lantas mengerutkan dahi.

"Ini, dari Iyan." Haikal memberikan sebuah kotak berwarna cokelat dengan ukuran kecil.

"Iyan nitipin kotaknya setelah lo kembali ke Indonesia. Bahkan, Abhi tidak tahu perihal kotak ini," jelas Haikal, "Gue tahu, lo pasti kehilangan banget. Gue juga dititipin pesan sama Iyan, semua udah tertulis di dalam kotak itu."

Ara tersenyum tulus, "Terima kasih, Haikal," ucapnya. Lalu pergi dengan pikiran berkecamuk.

Sepanjang jalan, matanya tidak beralih dari kotak cokelat itu. Kakinya membawanya ke danau, di mana tempat Iyan dan Ara pertama ketemu dan tempat saling melepas rindu.

Di tepi danau, Ara merebahkan badannya di atas rumput. Menatap langit yang kini banyak burung kecil yang melintas. Ara tersenyum lara. Dia benar-benar kehilangan seseorang yang telah membuatnya sederhana.

Mengajarkannya makan di warung pinggir jalan, membeli jajanan kaki lima, melihat lautan di atas pohon, dan banyak lagi yang Iyan lihatkan tentang kesederhanaan. Ara merindukan itu.

Gadis itu mengangkat kotaknya, lalu dibuka. Ketika dibuka, sebuah kalung putih berbandul mahkota jatuh ke wajah Ara. Ara bangun, ia menelisik kalung itu, lantas matanya beralih pada gelang yang pernah ia berikan pada Abhi dan Iyan, serta kertas berwarna kuning tua.

Ara, lo cewek yang tak pernah mengeluh menurut gue. Kalau menurut yang lain, gue kagak tahu. Lo adalah cewek spesial, dah kaya martabak yang harganya dua puluh lima ribu. Tapi tenang, diri lo harganya gak terhingga. Kalau gue liat di rumus fisika, simbolnya tuh kek bomerang di instagram. Ara, 831. Terserah sih lo mau jawabnya gimana. Yang penting, perasaan ini real untuk lo seorang. Gue gak bisa nyatain langsung karena gue tahu, Abhi suka sama lo. Meskipun gue sering terang-terangan bilang ke Abhi kalau gue suka sama lo. Tapi gue gak mau Abhi liat gue beneran pacaran sama lo. Sorry. Ingat pesan gue, kalo lo nangis, wajah lo nambah jelek melebihi saat lo cemberut. I love you forever. Tapi, keknya gue gak bisa selamanya deh. Babay, sampe ketemu di lubang buaya. Dahlah, tangan gue sakit.

Ttd
Isi sendiri. Emot nyengir.

Ara terkekeh kecil setelah membaca surat dari Iyan. Laki-laki itu selalu bisa membuat mood-nya kembali. "Harusnya lo gak mati, Yan," gumam Ara.

Menghela napas sejenak, netranya dialihkan untuk melihat hamparan air danau. "Lo ingkar janji."

Thanks yang telah membaca sampai akhir hayat. Meskipun cerita ini mungkin tidak nyambung alurnya. Sekali lagi, terima kasih.

Because He's BentalaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang