CHAPTER NINE

153 69 214
                                    

Epekeh ede yeng meseh menengge Eyen?
Mari kita baca
Salam dari bikini beton nangka
🍍🍍🍍

Drummmm
Drummmm
Drummmm

Iyan dan Abhi menatap rumah pohon yang sedang ditebang, sekarang mereka harus luntang-lantung lagi. Abhi tidak peduli jika ia harus tinggal di dekat irigasi pun, tapi kali ini ia harus memikirkan ulang. Kini ia tidak hidup sendiri lagi. Tapi masalahnya, ia tidak tahu harus menginap dimana nanti malam.

"Abhi ...."

"Iya Yan?"

"Kenapa mereka menebang rumah pohon itu?" tanya Iyan dengan mata yang mulai memerah.

"Mungkin itu pohoonnya sudah tua, jadi ditebang deh," jawab Abhi sambil merangkul bahu Iyan.

"Terus nanti kita harus gimana?"

"Tenang aja Iyan, kita masih punya uang. Jadi, kita bisa membeli kardus untuk membuat rumah," jelas Abhi, ia kembali seperti dulu. Membuat rumah kardus di bawah  jembatan.

"Tapi Abhi ...."

"Kamu cukup diam oke, biarkan Abhi yang berpikir."

"Kan Iyan juga ikut tinggal, masa cuma Abhi yang memikirkan ini." Iyan mengerucutkan bibirnya, membuat Abhi langsung mencubit kedua pipi Iyan yang sedikit berisi.

"Yaudah nanti Iyan bantu bikin alasnya, biar Abhi sisanya oke."

"Tapi kita dimana bikin rumahnya?"

"Udah Iyan ikut Abhi aja yuk." Abhi segera menarik tangan Iyan, meninggal pohong yang sedang ditebang.

Abhi mencari warung untuk membeli kardus dengan harga yang murah. Ia harus sedikit menghemat, karena uang pemberian itu mulai sedikit.

"Abhi, Iyan haus."

"Nanti kita beli es teh jus." Abhi berhenti di warung untuk membeli minum.

"Bu, es teh jusnya satu."

Iyan melihat sekeliling, entah kenapa orang tuanya begitu jahat. Padahal ia tidak ingin dilahirkan ke dunia ini, ia juga tidak tahu harus apa kedepannya. Semoga saja hal yang baik terjadi padanya dan Abhi serta orang baik di sekitarnya.

"Iyan, ini minumnya." Iyan segera meminum es, tenggorokannya begitu sakit karena hari ini ia tidak minum.

"Nih Abhi juga minum yah, kan Abhi juga belum minum. Masa Iyan doang." Abhi segera meminum, ia juga kehaudan. Tapi ia masih bisa bertahan, karena Iyan lebih membutuhkannya daripada Abhi. Tubuh Iyan harus ternutrisi, bagaimana pun caranya.

"Yuk Yan, Abhi udah nemu lokasi tempat rumahnya," ucap Abhi sambil menjingjing kardus sekitar 10.

"Ini cukup Bhi?" tanya Iyan, sepertinya ia sedikit kurang yakin dengan hal ini.

"Cukup, luarnya kita kasih plastik. Biar nanti kalo hujan gak basah-basah banget." Iyan hanya mengangguk, kemudian mereka  berjalan mengikuti arah barat.

"Kita buatnya besok aja yah, soalnya ini udah mulai maghrib. Nanggung, biar malam ini kita tidur di mushola aja yah." Iyan hanya mengangguk, toh ia tidak pusing memikirkan tempat tidur. Hal ini yang membuat Abhi nyaman berteman dengan bocah tengil ini.

Allahu akbar
Allahu akbar

Suara adzan maghrib berkumandang, Iyan dan Abhi singgah di mushola terdekat, kemudian bergegas mengambil wudhu dan melaksanakan sholat berjama'ah. "Abhi, ini gimana cara pake sarungnya? Iyan lupa lagi," tanya Iyan sambil menggaruk hidungnya yang tidak gatal.

"Sini, biar Abhi yang pakein." Abhi memakaikan sarung Iyan, ia bisa karena pernah di ajarin oleh abang tukang somay.

Iyan mulai merapatkan shafnya ketika ia mendapat teguran dari imam, kemudian mulai khusuk. Karena suara alfatiha mulai menggema di seluruh penjuru.

Setiap gerakan sholat mulai dilaksanakan, Iyan yang tadinya sedikit kaku saat melaksanakannya sekarang sudah mulai terbiasa. Ya, itu karena Abhi.

"Assalamu'alaikum warohmatullah. Assamu'alaikum warohmatullah." Setelah salam, imam memulai amalan sehabis sholat. Dan Iyan hanya mendengarkan, karena ia tidak hapal dengan amalan yang ini.

"Shollallahu ala muhammad...."

Sambil membaca sholawat nabi, mereka yang ikut sholat berjama'ah pun bangun dan mulai membentuk liter U dan bersalama dari ujung ke ujung.

"Masya Allah anak sholeh," puji imam sambil mengusap kepala Iyan dan Abhi.

"Makasih pak ustadz, tapi Iyan bukan anak pak Sholeh."

Semua yang ada di dalam mushola seketika  tertawa, sedangkan Abhi menutup wajahnya dengan kedua tangah. Sangat memalukan tapi ada benarnya juga.

"Maksud saya tuh, kalian anak yang taat. Teruskan yah, jangan sampai ketika kalian besar nanti, kalian malah menjauh dari Allah."

"InsyaAllah pak ustadz, kalau gak lupa." Iyan kembali menjawab dengan memamerkan gigi rapinya.

"Jangan sampai lupa atuh kasep."

"Oh ya pak, boleh gak kami menginap disini. Hanya untuk malam ini kok," ucap Abhi sambil menunduk.

"Emang kenapa kalian mau tidur di mushola?" tanya orang di samping Iyan.

"Kami sedang dalam perjalanan jauh, jadi kami bingung harus tidur dimana." Abhi menggaruk kepalanya yang tidak gatal, sebenarnya ia tidak mau berbohong. Tapi, ia tidak mau memdapatkan tatapan kasihan dari orang-orang.

"Kalian mau kemana?" tanya pak ustad.

"Hanya ingin berkeliling, bolehkan pak?" tanya Abhi kembali.

"Boleh, tapi ada syaratnya." Iyan mengernyitkan dahinya, kenapa harus ada syarat tidur disini?

"Syaratnya apa pak?" tanya Abhi dengan penasaran.

"Kalian harus mengaji dulu, kalian juga harus bisa ngaji agar jika kalian besar nanti, tidak buta akan huruf-huruf Al Qur'an," jelas pak ustadz.

"Oh ya, kalian bisa panggil saya pak Azmi."

"Ah ya pak Azmi, saya Abhipraya, dan ini Bentala Ryan."

"Nama-nama yang indah nak, kalau begitu bapak harus panggilnya apa?"

"Panggil aku Iyan dan ini Abhi." Setelah tadi ia hanya diam karena belum mengerti akan situasi, ia segera menjawab sebelum Abhi membuka mulutnya.

"Baiklah, Iyan dan Abhi. Saya ambil iqro terlebih dahulu." Pak Azmi mengambil iqro yang berada di atas jendela. Berdampingan dengan Al Qur'an.

"Mari di mulai dengan membaca al fatihah."

Iyan dan Abhi mengucapkannya dengan berbarengan, Iyan sedikit tertinggal, kerena ia belum hapal.

"Coba dari Iyan dulu."

"A'udzubillahiminanas...."

"Bukan nanas, dengerin yah. A'udzubillahiminasysyaithonirrojim."

Iyan mengulanginya,lagi dan lagi. Hingga ia berhasil. "Tingkatkan yah, jika kalian masih di lingkungan ini. Biar nanti tambah lancar, terutama untuk Iyan. Alfatihanya di lancarkan yah."

"Baik pak Azmi, terima kasih yah. Udah mau ngajarin kami ngaji," ucap Abhi sambil menyalimi tangan pak Azmi.

"Sama-sama, disini kita sama-sama belajar. Kalian ingin tidurkan? Kalau begitu ikut bapak."

Abhi dan Iyan mengikuti pak Azmi. "Kalian bisa memakai kamar ini," ucap pak Azmi.

"Terima kasih sekali lagi pak Azmi."

"Terima kasih kembali." Kemudian pak Azmi berpamitan pada mereka berdua.

"Kita tidur yuk Yan," ajak Abhi sambil menggelarkan karpet dan kasur lantai.

"Nanti, kita harus bangun lebih awal karena kita harus ngerapihin tempat ini."

"Iya Abhi."

Setelah semuanya beres, Abhi dan Iyan mulai merebahkan tubuhnya di kasur. Walau kasur itu agak keras, tapi mereka tetap bersyukur karena masih bisa merasakan kasur walau tidak seperti di rumah kalian.

Because He's BentalaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang