CHAPTER FOURTEEN

85 39 119
                                    

  Hanya selembar kertas, tapi aku sangat mencintainya.
_Dari Bikini Beton Nangka_🍍🍍🍍
Seperti biasa emot Nangkanya
🍍🍍🍍

Latihan dance sudah berakhir tiga puluh menit yang lalu, tapi Ara masih berada di sekolah. Sopir yang biasa menjemputnya kini belum terlihat ujung sepatunya, awan yang tadinya putih, kini sudah berubah warna menjadi kuning kemerahan. Ara menghela napas, kali ini ia akan pulang berjalan kaki lagi.

Sebenarnya ia ingin menunggu orang yang menjemputnya, berhubung sekolah akan segera ditutup jadi ia terpaksa pulang. Entah kenapa, jalanan di sore hari kali ini tidak begitu ramai. Perasaan angkot ada saja yang lewat walau sudah jam segini. Tapi sore ini, tidak ada satu pun angkot yang lewat. Ingin memesan gojek, handphone-nya sudah mati sejak ia pulang sekolah. Ia terus menelusuri jalanan sambil menikmati angin sore hari.

Hingga, ia tiba di rumah. Dua mobil yang berbeda warna sudah terparkir secara acak di depan terasnya, ia masuk tanpa mengetuk pintu lagi. Ketika hendak menutup pintu, Ara langsung berlari menuju dua orang yang sedang bertengkar.

"Kamu lihat Ara! Mamahmu ini selalu saja membuat keributan yang tidak masuk akal!" ucap  Adiptya sembari menunjuk Serena yang sedang menatapnya nyalang.

"Kamu selingkuh Mas! Mana mungkin aku salah lihat!" Tanpa kata lagi, Adiptya mencekik Serena dengan kuat.

Ara yang melihat itu pun segera meraih tangan Adiptya, tapi usahanya itu tidak berhasil. Ia terlalu pendek untuk meraih tangan yang mencekik mamanya.

"Sudah Pah!" bujuk Ara, tapi dihiraukan oleh Adiptya.

"Saya tidak selingkuh Rena! Dia hanya teman lamaku! Kau selalu saja salah sangka!" murka Adiptya

Wajah Ara sudah dialiri oleh air mata, hidungnya mulai memerah. Bahkan kulit wajah yamg berwarna kuning langsat itu pun ikut memerah. "Pah udah, mamahnya jangan di cekik. Kasihan Pah," lirihnya.

"Diam kamu Ara! Biar tahu rasa dia!" bentak Adiptya

Tangan Serana berusaha melepaskan cekalan tangan Adiptya pada lehernya, ia sudah merasa sesak. Adiptya mencekiknya begitu kuat.

Ara berlari menuju dapur, ia segera memasukkan air ke dalam panci. Ara menengok kanan kiri, tapi ia tidak menemukan bibinya. Entah dimana. Masih dengan air mata yang tiada henti mengalir, Ara kembali berlari dan segera melemparkan air dan pancinya ke arah Adiptya dan Serana.

"Yes kena!" seru Ara dengan tangan mengepal dan di ayunkan ke atas.

Merasa badannya basah, Adiptya melepaskan cekalan pada leher Serana dan mengibaskan baju basah yang sengaja di siram oleh Ara. Meluhat hal itu, Ara segera meraih tangan Adiptya kemudian menyalaminya.

"Udah dulu yah Pah marahnya." Setelah mengucapkan itu, Ara langsung meraih tangan Serana untuk pergi ke kamar Ara.

"Awas aja Serana! Kita akan segera berpisah jika perilakumu masih sama dengan anak kecil!" teriak Adiptya, kemudian pergi meninggalkan rumah tersebut

Ara mengambil obat yang ada di lemari kecil, ia dengan telaten menaburkan obat merah pada kapas. Dengan hati-hati, ia mengoleskannya pad leher Serana yang mengeluarkan darah. Mungkin saja, tadi Adiptya mencakarnya juga.

Because He's BentalaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang