"Taraaa..!"
Bocah berusia 8 tahun itu tersenyum begitu lebar saat seorang gadis yang mengenakan seragam SMA dibalik celemek pinknya menyodorkan sekotak bekal dihadapannya.
"Woahhh... Sepertinya enak.. Gomawo noona!"
Gadis itu mencubit sebelah pipi si bocah sekilas sebelum mengacak rambutnya gemas. Tidak ada reaksi berontak yang biasa dia tunjukan jika orang lain yang melakukannya, bocah itu hanya tersenyum sembari merapikan kembali rambutnya.
"Omo..! Jinnie, kau membuat ini untuk Ei Gon? Kau pasti harus bangun pagi-pagi sekali.." seorang wanita paruh baya yang baru saja bergabung di meja makan menatap haru bekal cantik itu.
"Tidak apa-apa, Bi. Gon bilang mereka ada field trip hari ini, jadi aku membuatkannya bekal untuk memberinya semangat"
"Itu seharusnya tugasku. Maaf ya, Jinnie. Aku tidak sempat menengok ke dapur karena harus mengurus Ayahnya Gon"
"Aku hanya menyiapkan bekal itu, Bibi Jung yang menyiapkan sarapan hari ini. Apa Paman Kang baik-baik saja?"
"Demamnya sudah turun. Dia bahkan bersikeras mau berangkat kerja tadi, beruntung aku bisa memaksanya tetap di kamar, meski dia tak mau melepaskan laptopnya sejak tadi"
"Syukurlah.." - "Eh? Daniel, kau bangun pagi hari ini?"
Kemunculan pemuda tinggi dengan seragam yang belum terkancing sempurna mengalihkan perhatian para penghuni ruang makan itu. Penampilannya sangat berbeda dengan adiknya yang selalu menjaga seragam dan rambutnya tetap rapi, tapi wajah mereka begitu mirip, orang asing pun pasti bisa menebak ikatan darah keduanya.
"Hyung, kau sudah SMA tapi masih belum bisa mengancingkan bajumu sendiri?"
"Diam, bocah! Aku sedang tidak ingin berdebat denganmu" jawab yang lebih tua sembari mengambil dua potong telur gulung dari kotak bekal adiknya dan melahapnya sekaligus.
"Andwe! Hyung!"
"Dasar pelit! Aku hanya mengambil dua potong, masih ada cukup banyak untukmu"
"Jinnie noona membuat itu khusus untukku! Kembalikan!"
"Kau mau aku memuntahkannya lagi?"
"Sudahlah, Gon.. Noona akan mengisinya lagi untukmu"
Si gadis yang sudah terbiasa menyaksikan perdebatan kedua kakak-beradik itu akhirnya memutuskan untuk menengahi. Jika bukan dia yang melakukannya lebih dulu, Bibi Kang pasti akan murka sebentar lagi. Dia tidak ingin ada keributan di meja makan pagi-pagi.
"Daniel, kau mau juga? Aku masih menyisakan sedikit di dapur"
"Tidak usah"
"Noona, kenapa kau repot-repot menawarinya? Dia tadi sengaja memakannya hanya untuk membuatku kesal"
"Park Woojin, kau lihat? Bocah ini semakin kurang ajar karena kau terlalu memanjakannya"
"Aku ini anak baik! Aku hanya bersikap seperti ini padamu, hyung!"
Bukan hal aneh lagi melihat keduanya seperti itu, tapi Woojin selalu meringis setiap kali mendengar si pemuda menyebut namanya. Bahkan setelah 3 tahun dia tinggal di rumah itu, Daniel terus saja menyebut nama lengkapnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Park Woojin - One Shoot
FanfictionHanya berisi koleksi cerita One Shoot GS Woojin as Girl - always Disini pairingnya campur-campur cem gado-gado, ena kan 😁 Selamat menikmati 🤗