Never be the Same

416 26 33
                                    

Ruang 101

Aroma antiseptik yang khas langsung tercium oleh indranya begitu gadis itu membuka mata. Setelah mengerjap beberapa kali untuk menyesuaikan penglihatannya, wajahnya menoleh kesamping, dimana seseorang tengah tertidur sambil menggenggam tangannya.

Si gadis menggerakan tangannya dengan hati-hati agar tidak mengganggu tidur orang itu, tapi si pemuda langsung terbangun begitu merasakan gerakan kecilnya.

"Noona... Maaf, aku ketiduran. Kapan kau bangun?"

"Baru saja, Guan. Tidurlah di sofa jika masih mengantuk, badanmu pasti pegal tidur dengan posisi tidak nyaman begini"

"Tidak, kantuk ku hilang karena Noona sudah bangun"

Pemuda yang lebih muda dua tahun darinya tersenyum lebar seperti anak kecil yang mendapat hadiah permen, membuat gadis berambut hitam itu otomatis balas tersenyum.

"Ini sudah pagi, carilah sarapan dulu. Aku harus ke kamar mandi, bisa tolong panggilkan perawat untukku?"

"Hum, aku akan membeli sesuatu di mini market depan. Noona mau titip sesuatu?"

"Belikan aku jus apel, kalau kau tidak keberatan"

"Okay, aku akan segera kembali"



















Gadis itu menyalakan layar TV yang ada diruangannya, mengganti channel beberapa kali untuk mencari acara yang menurutnya layak ditonton. Suara pintu yang dibuka mengalihkan perhatiannya sebentar, tapi matanya tetap melihat kearah layar yang kini menyiarkan berita pagi.

"Lama sekali, Guan?"

Tidak ada jawaban, tapi dia merasakan seseorang melangkah mendekatinya. Matanya membola mendapati seseorang berdiri hanya beberapa langkah dari ranjangnya, menatapnya dengan tatapan penuh penyesalan. Si gadis segera menetralkan ekspresinya kembali sebelum tersenyum kecut menatap tamu tak diundang itu.

"Kau baik-baik saja?" tanya pria berbahu lebar itu dengan wajah khawatir.

"Ya, seperti yang kau lihat, aku sedang bersantai dan menonton TV disini"

Kaki jenjang pria itu melangkah mendekat, mempersempit jarak hingga tangannya bisa meraih wajah pucat si gadis, jarinya membelai pipi gadis itu hati-hati.

"Kenapa jadi seperti ini? Kau harusnya lebih memperhatikan kesehatanmu" si pria bicara dengan suara pelan, nyaris berbisik.

"Apa istrimu tau kau mengunjungiku pagi-pagi buta, Direktur Kang?" gadis itu justru balik bertanya.

"Aku ada jadwal meeting pagi ini, kubatalkan begitu mendengar kau dirawat sejak semalam"

"Kukira kau sudah menutup mata dan telingamu untukku"

Kali ini kedua tangan pria itu menangkup wajah gadis di depannya, "Park Woojin, jangan bicara seperti itu"

"Lalu aku harus bagaimana?" gadis itu menatap si pria tepat dimaniknya.

"Maafkan aku"

Woojin tidak sempat bereaksi, pria itu menarik tubuhnya begitu saja hingga wajahnya terbenam didada bidangnya.

Park Woojin - One ShootTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang