Fine

169 14 10
                                    

Woojin mungkin tidak akan melupakan hari itu. Hari yang indah, ditemani langit cerah dan pemuda tampan yang menggenggam tangannya. Masih mengenakan seragam yang sama, mereka berjalan santai sepanjang trotoar dimana banyak orang berlalu-lalang, sambil sesekali saling melontarkan senyuman.

"Bolehkah aku menganggap ini kencan pertama kita?" gadis itu bertanya sembari mengayun tautan tangan mereka.

Si pemuda menggenggam tangannya lebih erat, "Tentu saja. Aku menyesal baru melakukannya sekarang, akan sulit bagi kita untuk bertemu nanti"

"Seoul tidak sejauh itu, hanya butuh waktu 2-3 jam naik kereta. Aku yang akan datang kesana jika sunbae terlalu sibuk"

"Andwe.. Kau sudah kelas 3 nanti, fokuslah belajar. Aku akan meluangkan waktu untuk pulang sesekali"

"Janji?"

Belum sempat si pemuda menjawab, langkah keduanya terhenti saat merasakan tetesan air berjatuhan diatas kepala.

Tanpa melepaskan tautan tangan mereka, pemuda itu menuntunnya kearah halte bus di dekat sana, "Kurasa aku harus mengantarmu pulang sekarang, kajja!"

Seharusnya Woojin tidak mengiyakan ajakan itu. Jika mereka tidak segera pulang, mungkin tragedi yang menghancurkan hari indahnya tidak akan pernah terjadi.

Woojin menatap bingung kekasihnya yang tiba-tiba berhenti begitu mereka melewati belokan terakhir sebelum sampai di rumahnya. Senyum lebar yang sepanjang hari tercetak di wajah tampan itu menghilang, berganti ekspresi kaku saat memandang rumah berpagar tinggi yang ditumbuhi tanaman rambat, dimana sesosok bayangan tak asing berdiri di depannya. Gadis itu setengah berlari hingga tautan tangan mereka lepas, ingin segera sampai untuk memastikan dugaannya benar.

Pemuda berambut legam di depannya berdiri dengan tubuh gemetar, rambut lepek dan seragam basah yang menempel di tubuh kurusnya.

"Oppa?"

Wajah yang biasanya selalu tersenyum jenaka, kini menatapnya dengan pandangan kosong, "Sepertinya kau terlalu sibuk untuk mengangkat teleponku"

Belum sempat gadis itu menjawab, pemuda yang tadi bersamanya kembali menggenggam tangannya begitu berdiri di sampingnya, "Dia bersamaku"

Ada keheningan selama beberapa detik sebelum sosok pucat itu kembali membuka bibirnya yang mulai membiru, "Kang Daniel.. Kukira kita teman.."

Jika bisa, Woojin ingin menghilang saja rasanya. Dia tidak sanggup menyaksikan seseorang yang selama ini selalu berada disisinya terlihat begitu terluka.

"Maafkan aku, Seongwoo.. Aku tak bisa membohongi diriku sendiri"

Seharusnya Daniel tak perlu meminta maaf. Woojin merasa begitu pengecut karena bibirnya bahkan tak bisa menyerukan bantahan. Dialah yang salah disini, dia selalu bersembunyi dibalik topeng 'tidak tau apa-apa', padahal sudah jelas dia mengerti keduanya sama-sama menaruh hati.

"Seongwoo oppa, kau terlihat sangat pucat. Bagaimana kalau kita masuk dulu? Setidaknya ganti bajumu"

Woojin melepaskan tangan yang digenggam pemuda bermarga Kang, dan tanpa sadar menggenggam tangan pemuda satunya yang terasa beku.

"Tidak perlu, aku datang untuk memberikan ini", sebuah paper bag yang sebagian hampir koyak karena hujan berhasil berpindah tangan.

"Ige - mwoya?"

"Hanya hadiah kecil, kuharap kau menyukainya"

Gerimis yang tadi sudah hampir reda tiba-tiba kembali menjadi rintik hujan.

"Masuklah, aku lega karena sudah melihatmu sebelum pergi"

Bodoh! Woojin bahkan lupa Seongwoo akan berangkat ke Jepang besok.

Park Woojin - One ShootTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang