Gadis itu berjalan menyusuri pasir hitam yang setengah basah, meninggalkan jejak kaki di belakangnya. Rambut panjangnya berkibar diterpa angin laut, matanya sesekali terpejam merasakan udara asin yang menerpa wajahnya.
Seorang pemuda tinggi berjalan beberapa langkah dibelakangnya, sesekali menapaki jejak si gadis sebelum tersapu ombak. Matanya sejak tadi lekat memandangi punggung sempit itu, mencoba memikirkan kalimat apa yang harus diucapkannya agar kesunyian ini tidak bertahan lebih lama lagi.
Sudah hampir setengah jam mereka berjalan dalam diam, tapi sepertinya gadis itu tidak berniat menghentikan langkahnya. Si pemuda menghembuskan nafas sebelum mempercepat langkahnya untuk menghampiri orang di depannya.
Tangan itu menarik pelan lengan si gadis, "Jinnie, kita sudah berjalan terlalu jauh"
Si gadis melihat sekelilingnya, tiba-tiba tempat itu terasa sepi. Rupanya mereka sudah berjalan terlalu jauh dari tempat yang biasanya ramai orang.
"Kita duduk dulu sebentar?" si pemuda bertanya lagi karena tidak juga mendapat tanggapan.
"Baiklah"
Akhirnya gadis itu berjalan menjauh dari air dan duduk beralaskan sepatunya di atas pasir. Matanya kini memandang gulungan ombak di hadapannya. Biasanya dia merasa tenang setiap kali mendatangi tempat ini, tapi kali ini hatinya seperti di tusuk-tusuk paku tak kasat mata.
Ini tempat favoritnya, dia seharusnya ada disini bersamanya.
"Jihoon, aku datang lagi kesini, tanpamu" ucapnya lirih.
Si pemuda menggenggam tangan gadis itu, tapi gadis itu melepaskannya tanpa mengalihkan pandangannya dari ombak di depannya. "Kami berpisah disini, sebelum aku pergi. Ternyata itu benar-benar jadi terakhir kali"
"Kau menyesalinya sekarang? Karena memutuskan untuk pergi?"
"Apa jika aku mengakui penyesalanku sekarang, dia akan kembali?" mata tajam itu menatap tepat ke mata teduh pemuda di sampingnya.
Dalam hatinya dia menyesali keputusannya. Seharusnya dia tidak pergi! Kalau saja Woojin tidak egois, kalau saja dia mau mendengarkan mommy nya, kalau saja dia memikirkan perasaan Jihoon saat itu.
Semua impian yang membawanya pergi dari sini kini tidak ada artinya lagi.
"Apa jika kau terus bersikap seperti ini, dia akan kembali?" si pemuda balik bertanya.
"Daripada membawaku kesini, tidak bisakah kau membawakannya padaku, Youngmin Oppa?" air mata yang sejak tadi ditahannya kini mengalir di pipinya.
Tangan besar itu perlahan mendekat untuk menghapus air matanya, "Maafkan aku, Jinnie. Maaf aku tidak membawanya kembali padamu"
Si gadis menggelengkan kepalanya sebelum wajahnya menunduk dan mengeluarkan lebih banyak air mata.
Kali ini si pemuda menggunakan kedua tangannya untuk mengangkat wajah di depannya, "Jangan menangis. Aku janji, aku akan membawamu ke semua tempat itu. Kenanglah dia sebanyak yang kau mau, tapi jangan menangis. Jihoon akan sedih melihatmu seperti ini. Tersenyumlah saat kau mengenangnya"
teringat pada saat itu
tertegun lamunanku melihatmu
Woojin tidak tau sejak kapan mereka semakin dekat. Mereka memang sudah saling mengenal sejak lama, gadis itu masih ingat Jihoon mengenalkan Youngmin sebagai kakak sepupu yang paling dekat dengannya.
Gadis itu lebih terbuka tentang perasaannya pada Youngmin setelah orang yang mereka sayangi tiada. Karena dia tau, pasti sama sakitnya bagi pemuda itu, atau mungkin lebih sakit, meski dia tidak pernah menunjukannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Park Woojin - One Shoot
FanfictionHanya berisi koleksi cerita One Shoot GS Woojin as Girl - always Disini pairingnya campur-campur cem gado-gado, ena kan 😁 Selamat menikmati 🤗