Part 3. Salat, bukti sayang Allah

746 100 25
                                    

Surya tengah ceria bertugas di atas sana. Memberi cahaya penghidupan bagi semesta. Tak ia hiraukan betapa banyak hujatan yang diterimanya akibat panas yang membuat para pemilik peluh mengeluh.

Manusia terkadang memang tak tahu diri. Dibalik kerja keras matahari yang menyinari, mereka malah memberi ujaran benci. Alih-alih berterima kasih atas kehadirannya membuat dunia hidup dengan jutaan manfaat sinarnya.

Tak sadar mereka jika surya tak sedang bertugas, erangan kecewa atas baju-baju mereka yang basah tak henti membuat resah. Tak sadar mereka, hujatan berganti pada hujan, yang datang dan merindu pada mentari yang sempat mereka julidi.

Sepicik itu manusia. Hanya sadar jika sudah ditampar. Hanya menyesal ketika sudah ditinggal.

Namun, tidak berlaku pada mereka-mereka yang memiliki keimanan. Seseorang yang beriman, akan memiliki keteguhan hati, berpikir positif ketika diserang hal negatif. Membuat mereka tetap memiliki pegangan untuk bertahan dalam melalui sebuah ujian.

Seseorang yang beriman, akan memiliki kerendahan hati. Ketika sedang berada di puncak, tak akan jumawa, tetap bersahaja. Karena mereka yakin jika tidak ada manusia sempurna, tidak ada makhluk sempurna. Keimanan akan menundukkan hati mereka, tidak akan berjalan dengan kepala menengadah mesti tak pernah kalah. Membuat mereka merasa bukan siapa-siapa meski banyak orang mengakui jika mereka luar biasa.

Seindah itu iman. Membuat hidup nyaman, hati tentram, tak ada keresahan dan kerisauan. Iman, pada Tuhan, adalah kunci atas kebahagiaan diri setiap makhluk di dunia ini.

Fatamorgana yang tersaji di dunia fana, jangan sampai menjerumuskan kita di lembah dosa. Jalani semua yang ada, dengan ikhlas dan bersungguh-sungguh. Dengan niat dan tekad bulat, lillahi ta'ala. Agar lelah yang kita dapat selama berusaha berjuang hidup, menjadi berkah, karena niat lillah.

Manik cokelat yang tengah berusaha menatap surya itu seketika menutup.

"Ngapain sih? Kebiasaanmu dari dulu belum ilang juga? Seneng banget liat langit?"

Deretan gigi yang hampir rapi karena ada satu taring yang menjorok ke depan barisan itu terlihat.

"Aku seneng liat langit. Karena dari langit, aku tahu kuasa Allah itu nyata."

Qonita mengernyitkan dahi.

"Ha?"

Dara yang tengah duduk di depan Qonita menjelaskan dengan seksama.

"Kamu nggak pernah perhatiin langit? Kalau pagi subuh, warnanya abu-abu tua, perlahan berubah jadi abu-abu campur merah terus oranye. Habis itu ganti lagi jadi oranye ke kuning, lama-lama bisa jadi biru, kadang ada putih awan. Sampai sore balik lagi ke kuning, oranye, kemerahan, balik ke abu-abu tua, sebelum jadi gelap."

Pisau ditangan Qonita sampai berhenti bekerja karena tuannya tengah serius mendengarkan cerita sahabat masa kecil yang baru tiga hari lalu ditemuinya lagi.

"Langit akan berubah mulai dari jam empat, baik pagi maupun sore. Dan perubahan itu berakhir sekitar pukul setengah tujuh. Di pagi hari, setengah tujuh matahari sudah mulai terang. Di malam hari setengah tujuh sudah mulai gelap."

Sahla membenahi posisi duduknya sebelum meneruskan kalimatnya.

"Semua itu tanpa kita sadari, menunjukkan betapa Allah Maha Adil. Adil dalam menugaskan siang dan malam, bergantian menjadi bagian dari semesta ini."

Ketukan di meja membuat kedua dara itu menoleh.

"Assalamualaikum. Maaf ganggu obrolannya."

"Wa alaikum salam," jawab keduanya.

"Mau ambil pesanan Ummah?" tanya Qonita.

Lawan bicaranya mengangguk.

ALLAH GUIDE ME (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang