Part 7. Dibenci

481 76 43
                                    

Gadis berjilbab abu-abu terlihat tengah mengambil sampah-sampah daun yang memenuhi selokan di depan kantin. Air dari sana meluap masuk ke dalam kantin, membuat sang dara turun tangan langsung di bawah gerimis. Dia menalikan gamisnya ke atas agar tidak basah.

“Mbak main hujan?”

“Ning Fiza?”

“Mbak Sa baru bersih-bersih ini. Airnya naik, jadi ini harus dibersihin. Ning Fiza mau kemana?”

“Nyusul Mas Fath ke masjid. Yayah sama Buna mau jemput adik bayi, Fiza sama Mas Faliq sama Mas Fath nanti bobok rumah Ummah.”

“Dedeknya mau lahir?”

“Iya. Tapi Mas Faliq baru ambil kunci rumah, lupa tadi.”

“Fiza bantuin boleh?” tanya bocah yang baru saja masuk Raudathul Athfal itu.

“Eh nggak usah, nanti Ning Fiza malah kotor. Bentar ya, Mbak selesaikan dulu. Fiza nunggu di dalam kantin, ada banyak makanan di sana, ambil yang Ning Fiza suka."

Fiza terlihat berpikir dan akhirnya mengangguk. Gadis itu masuk ke dalam kantin.

"Mbak, tau adikku?"

"Eh Gus Fal, Ning Fiza ada di kantin. Tu ada banyak makanan, kalau mau masuk aja."

Mata bocah berusia sebelas tahun itu berbinar.

"Bener Mbak?"

"Iya, bener dong. Mbak Sa mau buang sampah dulu ya."

Sahla kemudian mengangkut sampah-sampah yang ada di serok sampah. Membawanya ke tempat sampah besar yang letaknya di dekat gudang. Lima kali, akhwat itu mengambil dan membuang sampah. Tak peduli tangannya sudah keriput karena kedinginan.

Angin bertiup kencang, membuat daun-daun terpaksa lepas dari tangkainya. Sahla menghela napas saat dia melihat tempat yang tadi sudah bersih kembali kotor.

"Fal sama Fiza belum sampai, apa mereka masih di rumah?"

"Coba cari aja, mungkin mereka masih di rumah gara-gara hujan."

Sahla menoleh ke arah empat orang yang tengah berjalan ke arahnya. Dari percakapan yang didengar, dia tahu jika orang-orang itu tengah mencari dua anak yang ada di kantin tadi. Sahla segera membenahi gamisnya yang tadi ia tali.

"Bay coba cari sana di rumah mereka."

"Maaf, Ustadz, Gus Faliq dan Ning Fiza ada di dalam kantin," ucap Sahla.

"Oalah, ya sudah. Tolong panggilkan ya," ucap Ustadz Kafaby.

"Nggih, Ustadz."

Sahla baru saja meletakkan sapunya dan melangkah maju saat sebuah dahan pohon yang rapuh tiba-tiba jatuh menimpa genting teras gudang yang langsung merosot ke bawah dan hampir melukai Sahla.

Ubay dengan cepat menarik gadis itu. Mendekapnya, membiarkan pecahan genting menimpa kepala dan punggungnya. Untuk pertama kalinya, Sahla berada dalam pelukan laki-laki selain ayahnya.

Aroma parfum maskulin menyapa inderanya. Tubuh pria itu begitu hangat. Sebaliknya Ubay merasa Sahla begitu dingin, gamis dan jilbabnya basah. Tangan yang digenggamnya sedingin es.

"Astagfirullah," lirih Sahla sebelum mendorong pria itu menjauh.

Ubay menyadari kesalahannya.

"Afwan," ucapnya gugup.

Ustadz Kafaby, bersama dua putranya yang lain diam melihat kejadian tak terduga tersebut.

ALLAH GUIDE ME (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang