Ashar mulai beranjak pergi. Balai majelis yang digunakan untuk para santri putri terlihat ramai namun tertib. Di sebelah barat, dekat mimbar, seorang Ustadzah cantik tengah menjadi pusat perhatian para akhwat menceritakan jalan hijrahnya.
"Saya bukan orang baik, saya punya masa lalu yang kelabu. Namun, Allah menuntun saya untuk menemukan jalan hijrah yang begitu indah."
Sahla duduk diam di samping Qonita, di sampingnya, seorang wanita bergamis hijau tengah menatap pada adik ipar yang tengah bercerita di depan majelis sore itu.
"Saya seorang model. Meski sedari kecil dibekali ilmu agama oleh almarhum ayah saya, tapi saya masih belum benar-benar memaknai keimanan seutuhnya. Profesi saya sebagai model, sering dianggap negatif. Hingga banyak fitnah datang."
Ustadzah Gaziya menghembus napas beriring senyum.
"Saya pernah di titik terendah, dimana saya hanya punya Allah sebagai sandaran. Titik dimana semua orang bahkan orang tua saya menjauh dari saya. Di situlah, saya benar-benar menemukan Allah."
Wajah ayunya terlihat sangat menawan, tak ada hiasan make up di sana, tapi terlihat begitu sempurna.
"Semua orang pergi, fitnah datang bertubi. Ujian datang silih berganti. Dulu saya hampir menyerah, kalah pada hantaman masalah dan musibah. Namun, lagi-lagi Allah menuntun saya ke jalan terindah. Seluruh kesakitan yang saya hadapi, digantikan oleh Allah dengan nikmat yang luar biasa."
Sesekali wanita itu membenahi posisi duduknya yang kurang nyaman.
"Saat itu saya hanya bisa sabar dan tawakal. Mencoba untuk ikhlas dan terus berpegangan pada iman islam, mengisi hidup saya dengan hafalan Al Qur'an. Setelah menjalani satu persatu tahapan ujian, Allah memberikan saya obat hati yang tak terkira harganya. Suami saya."
Sorakan riuh terdengar membahana, membuat sang ustadzah tersipu. Meski kini sudah lebih dari sepuluh tahun semua berlalu, tapi semua masih terasa begitu indah.
"Duh, bikin pengen aja Buna!" teriak salah seorang santriwati.
Gaziya tersenyum. "Semua pasti akan bertemu dengan jatahnya masing-masing. Ummah Hana punya tiga stok ikhwan keren yang namanya bisa dilangitkan."
"Mau sama Gus Fath dong Buna!"
"Eh? Mas Fath baru masuk MTS ya, jangan digangguin dulu," ucap Gaziya saat mendengar nama putra sulungnya disebut.
"Gus Fal aja Buna kalau gitu!"
"Duh, apalagi Mas Fal, baru juga kelas enam dia. Yang sudah jelas siap menikah itu Bang Ukasyah, Bang Utaybi, sama Kang Ubaydillah. Kurang apa mereka?"
"Kami yang minder, Buna!" Jujur salah seorang santriwati yang membuat yang lain tertawa.
"Kami sadar diri Buna! Mereka lahirnya aja bau surga, lah kalau saya, lahirnya bau minyak urut cap tawon." Almira, salah satu santriwati menjawab dengan lantang.
Suara tawa terdengar begitu meriah.
"Jadi kamu nggak mau jadi mantu saya Al?" sahut Ummah Hana.
"Duh, kalau ditawarin saya nggak akan nolak Ummah, Tapi, sadar sadar diri, itu Abang Uka aja liat saya udah pengen muntah. Nanti kalau kami nikah, bisa minta ruqyah tiap hari ke Abah Aby."
Pemuda yang tengah duduk di samping pintu keluar ruangan itu mengalihkan pandangan. Menghindari pandangan sang ibu dan santriwati lain yang kini menoleh ke arahnya.
"Jodoh nggak ada yang tahu, ya kan Ummah?" Gaziya menanyakan pertanyaan retoris pada iparnya.
"Iya benar. Huwallahu alam."
KAMU SEDANG MEMBACA
ALLAH GUIDE ME (TAMAT)
Romance"Ya Allahu Ya Rabb, tuntun aku ke Jalan-Mu. Jalan lurus yang Engkau ridhoi."