Sisa gerimis membasahi baju pria yang baru masuk ke bilik pribadi bernuansa abu-abu dengan hiasan khat di beberapa sisi dindingnya. Setelah mengganti baju pria itu merebahkan diri di ranjang sembari memainkan ponsel.“Sahla tadi kenapa ya? Apa dia lagi tertekan? Kenapa dia ngelantur?”
Dia menilik jam, sudah pukul 21.35, ekspresi ragu terlihat di wajahnya.
“Aku telpon nggak ya?”
Setelah menimbang-nimbang dia akhirnya menekan panggilan di nomor dengan nama Dek Sa itu.
“Assalamualaikum,” sapaan terdengar dari ujung telpon.
“Wa alakumussalam. Belum tidur?”
“Belum, nyicil ngerjain rancangan buletin. Lagi ngapain?”
“Bernapas.”
“Kirain lagi mikirin aku.”
Kekeh terdengar dari bibir Ubay.
“Kamu kenapa?”
“Aku? Kenapa apanya?”
“Kenapa jadi kayak gini?”
“Gabut. Aku udah kebiasa sama ramenya hidup di pesantren. Sekarang sepi lagi. Sedih banget.”
Ubay terdiam, dia membiarkan Sahla bicara.
“Di sana aku punya banyak temen baru, temen rasa saudara. Dua puluh dua tahun aku pengen punya temen, punya saudara, baru kali ini terwujud. Sepupuku, nggak ada yang mau main sama aku.”
“Kenapa?”
Tawa miris terdengar dari sana.
“Mereka semua benci sama aku. Mereka bilang harusnya aku mat, harusnya aku nggak pernah ada ....”
“Sahla,” desah Ubay.
Suara tangis sang akhwat membuat Ubay kebingungan.
“Dek Sa, jangan nangis dong. Bentar, bentar, aku matiin dulu. Tungguin, nanti aku videocall.”
Ubay segera mengambil sesuatu dari box hitam di sudut kamarnya. Dia menghidupkan kembali lampu kamarnya. Dia mengeset ponselnya sedemikian rupa sebelum kembali menelpon Sahla dengan panggilan video.
Sementara itu, Sahla masih berusaha menghentikan isakannya. Sebuah panggilan video benar datang. Dia segera mengambil kerudung dan memakainya sebelum mengangka panggilan itu. Mata Sahla mengerjap saat pria yang ia lihat tersenyum ke arahnya bukanlah Maul.
“Adik kecil, jangan nangis lagi ya. Duduk manis, dengerin Mas.”
Petikan gitar terdengar dari seberang, Sahla masih mencoba untuk menyadarkan dirinya.
“Mas Ubay?” gumam Sahla.
“Ini ringtone hapemu kan? Aku sering denger kamu dengerin lagu ini. Uka sama May juga suka banget lagu ini. I wish lagu ini bisa nemenin malem minggu kamu. Kalau sekiranya mengganggu pendengaran bisa kamu matiin.”
Tawa renyah terdengar di sana. Sebelum kembali terdengar petikan gitar beriring suara dari Ubay. Pertama kalinya, Sahla melihat pria itu memetik gitar sembari bernyanyi. Biasanya dia hanya melihat pria itu membawa kitab suci dan melantunkannya dengan suara khasnya. Sahla tidak tahu kenapa jantungnya berdebar begitu cepat. Matanya tak bisa beralih sedetikpun dari layar.
Alunan suara sang pria membuat Sahla terbuai.
“Mau duet?” tawar Ubay setelah menyelesaikan satu lagu.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALLAH GUIDE ME (TAMAT)
Roman d'amour"Ya Allahu Ya Rabb, tuntun aku ke Jalan-Mu. Jalan lurus yang Engkau ridhoi."