41. Setelah Badai

806 85 31
                                    

"Qobiltu Nikahaha wa Tazwijaha alal Mahril Madzkuur wa Radhiitu bihi, Wallahu Waliyut Taufiq."

Abbasy Utaybi Ibrahim menjabat tangan Kyai Zuhdi Al Munawar di saksikan segenap keluarga, saksi, dan penghulu. Kesaksian Sah dari semua yang ada di sana membuat rasa lega dan haru membumbung di hati sang mempelai pria.

Di tempat berbeda, sosok cantik berbalut gaun putih dituntun keluar oleh dua iparnya, Nay dan May, sebelum di dudukkan di samping pria yang kini sah menjadi suaminya.

"Alhamdulillah, Baarakallahu laka wa baarakaa alaika wa jamaa bainakumaa fii khoir," ucap Ubay saat sang adik memeluknya.

"Amiin... Makasih Mas." Uta memeluk erat kakaknya. Dia menangis. Rasa haru itu bertambah-tambah mengingat kerelaan sang kakak karena dirinya mendahului untuk menikah.

Terlebih saat mengingat wanita yang kini menjadi istrinya itu sesungguhnya adalah wanita yang dijodohkan dengan sang kakak.

"Semoga Allah memberikan kalian keturunan saleh dan menyenangkan hati."

Ubay melepas pelukan adiknya. "Sana, jangan anggurin istrimu."

Uta kemudian menoleh ke wanita di sampingnya. Dia meraih tangan sang istri yang berhias hyena.

"Gus, terima kasih sudah mengijinkan kami menikah lebih dulu," lirih Ail.

Ubay terkekeh. "Sudah takdirnya begitu. Yang sabar jadi istri Uta. Dia nggak banyak bicara memang. Dia suka ketus, tapi bukan berarti dia jahat. Lapor sama Ummah kalau dia keterlaluan, biar dijewer."

Ail mengangguk. Uta meraih pinggang rampingnya.

"Awas aja kalau cepu," ancam Uta main-main.

Ail mendongak. "Belum juga sehari udah main ancem. Aku masih marah ya sama kamu," ketus Ail.

Kecupan cepat di hidung Ail membuat wanita yang sah menjadi menantu keluarga Ibrahim itu terdiam. Uta mengerling genit.

"Mulai, mulai, jaga perasaanku to. Kalian ini, aku pergi dulu, baru mesra-mesraan. Udah tahu Masnya jomblo, masih aja diuji dengan suguhan keuwuan."

"Maaf Gus, Bang Ab- Uta ini loh.Nakal," ucap Ail sembari mendorong suaminya menjauh.

Nay, May, dan sang ibu terkikik. Acara kemudian dilanjutkan dengan jamuan makan dan ramah tamah.

"Calonmu mana? Nggak datang?" Ustadz Hafidz menyenggol lengan keponakannya yang tengah menikmati makannya.

"Calonku diembat Uta gitu kok," jawab Ubay santai.

"Halah, nggak usah jadi yang tersakiti. Kamu aja nggak niat nikah sama dia. Bagus kan diambil adikmu. Si mukena utangan apa kabar?"

"Ayah, ngejek terus. Aku udah bayar utangnya loh," protes Ubay.

Ustadz beranak empat itu terbahak.

"Bisa-bisanya kamu dulu mikir utang mukena?"

"Dek Sa keliatan lucu banget pas liat mukena di display tokonya Buna. Ya udah aku telpon Buna biar dapet utangan. Pas itu kan aku habis kabut dari rumah, duitku cuma tinggal seratus ribu. Mana cukup buat bayar mukena istrimu yang mahal. Kenapa sih mahal banget?"

"Ya tanya sama Bunamu sana. Mana ayah tahu," sahut Ustadz Hafidz santai.

Percakapan itu diinterupsi oleh ipar sang Ustadz.

"Le, tolong ambilkan minum," pintanya pada sang putra.

Ubay segera berdiri dan melayani sang ayah. Setelah selesai, ia meneruskan makannya.

ALLAH GUIDE ME (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang