Part 29. Dating

353 59 29
                                    


 

Gadis berambut hitam panjang itu terlihat mondar-mandir di kamarnya, menunggu kedatangan sang sepupu.

“Sa, Papa mau berangkat lagi.”

Sahla membalik tubuhnya, segera ia melangkah ke arah pintu.

“Papa pulang jam berapa?” tanya Sahla sembari mencium punggung tangan sang ayah.

“Belum tahu, kenapa?”

“Sheryl mau ke sini Pa, tapi kayaknya misal nanti jaringan di sini beneran mati kayak di info PLN, aku mau diajak ke rumah Om Safar boleh nggak?”

“Ya udah, yang penting ngabari. Bantu dia, kasian, Om sama Tantemu sampai stres mikirin Sheryl pindah-pindah kampus terus.”

“Iya Pa. Sahla pasti bantuin Sheryl. Lagian, nanti di Jogja kami bakal sama-sama juga. Sahla bisa paksa dia belajar.”

Syarif mengelus kepala sang putri. “Ya udah, Papa berangkat dulu. Misal mau ke rumah Sheryl, nunggu mamamu pulang dulu ya. Soalnya mama nggak bawa kunci rumah kan.”

Sahla mengangguk. Di saat yang sama, sepupunya muncul. Bocah dengan rambut bercat warna-warni bak gulali itu berlari ke arah kamar kakak sepupunya.

“Pakde!” sapa Sheryl dengan gaya khasnya.

“Itu rambutmu kenapa kayak arumanis?” tanya Syarif sembari bergidik ngeri.

Sheryl meringis. “Gaul ini Pakde. Ini tuh gaya trendy jaman now. Pakde nggak tau apa kalau ponakan Pakde ini selebgram.”

Sahla terkikik melihat kelakuan sepupu satu-satunya yang mau bergaul dengannya itu.

“Pantes aja ayah sama bundamu tiap hari ngeluh sama Pakde sama Bude. Kelakuanmu aja kayak gini, Sheryl!”

“Pakde, aku ke sini mau belajar. Jangan dimarahin. Aku mau ngajak Mbak  Sa ke rumah boleh nggak? Nyewa wis pakde, nyewa semalam aja. Gimana? Aku beneran mau belajar Pakde.”

Syarif menghembus napas. “Iya sana. Belajar yang bener. Kasian ayah sama bundamu. Bisa mati muda mereka kalau liat kelakuan anak gadisnya kayak gini. Adikmu loh santri, kalem.”

“Loh kan pas Pakde. Adzana santriwati, aku santetwati.”

Sahla berusaha menahan tawanya, geli melihat wajah Sheryl sepupu kesayangannya yang tanpa dosa.

“Sudah, Pakde mau berangkat dulu.”

“Papa mau dinas dimana sih? Ortho Solo?”

“Bukan, hari ini di Klaten. Makanya nanti misal oprasinya sampai malam, Papa nginep rumah Eyang. Nggak pulang.”

“Sukses ya Pakde, hati-hati.”

Sepeninggal Syarif, dua dara itu segera membahas rencana mereka.

“Ya udah yuk belajar dulu, habis itu anterin aku ke tempat Maul main futsal ya?”

Sahla membuka laptopnya. Sheryl melotot. “What? Belajar? Big No! Lu duduk sini, kaka sepupu tercupu yang gue punya. Gue dandanin, habis itu kita cabut.”

“Sheryl, kamu kan harus belajar buat ujian besok Kamis?”

“Ini baru hari Senin, masih ada tiga hari. Dan mau gimanapun gue belajar, gue nggak bakal bisa ngerjain. So, dari pada waktu gue mubadzir kan, mending lu duduk sini. Gue udah bawa baju terhitz endorse dari brand yang gue iklanin.”

“Sher, lagian ini baru jam tiga.”

“Lu duduk aja, eh bentar lu pilih dulu bajunya yang mana? Habis ini, kita cabut. Telpon Maul, kita jalan-jalan dulu terus baru deh nyupport dia.”

ALLAH GUIDE ME (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang