Part 15. Syukur

375 81 22
                                    


Akhwat bergamis kopi susu yang tengah duduk di teras, tersenyum lebar saat Almira menyerahkan buku berjudul untuk kupu-kupu tak bersayap di halaman covernya. Sampul buku itu terlihat sengaja dikelupas dan sebuah tulisan tangan bergaya kaligrafi tergambar di sana.

“Ini bukunya?”

“Tolong jangan bilang apapun ke Mas Ubay ya?” pinta Sahla.

Almira mengangguk. “Iya, tapi janji ya Mbak bakal terus jadi guru les gratisku?”

Sahla mengangguk. “Sekarang mau belajar lagi?”

“Iya, mau dong. Aku udah siap nih. Mbak Qoni masih di rumah Buna Zia?”

“Udah pulang dia, capek tuh. Habis isya langsung tidur tadi. Masuk aja yuk, kamu udah ijin kan? Ntar dicariin sama anak asrama lagi?”

“Santai, Mbak. Aku udah bilang kalau ke sini kok.”

Dua gadis berselisih umur dua tahun itu segera masuk ke dalam rumah. Almira fokus memperhatikan Sahla menjelaskan tentang rumus di buku dengan bahasa yang lebih mudah dimengerti.

“Kamu coba dulu latihan soalnya, kalau ada yang nggak paham tanya ya,” kata Sahla.

Almira mengangguk, dia sempat mengunggah foto ke sosial medianya.

“Al, kok kamu bisa bawa HP sih? Bukannya nggak boleh ya?”

Remaja itu terkikik. “Ya kan kalau udah senior bisa nyelip-nyelip, Mbak. Bosen tahu dari lulus SD kami dikurung di sini. Pulang setahun sekali. Kalau aku sih bisa pulang ke rumah eyang sih, deket kan. Nah, kalau temen yang lain? Kasian juga hidupnya di sini.”

“Kalian itu pejuang surga loh, kenapa malah ngerasa terbebani? Nggak semua orang ditakdirkan jadi santri.”

“Mbak nggak ngerasain sih, jadi tahanan di sini. Beberapa, mmm, sebagian besar dari kami itu, di sini karena terpaksa. Makanya ya gitu deh. Kami suka nakal.”

“Nakal?”

“Iya, nakal. Suka kabur, suka mangkir kajian, suka nekat nonton film, gitu-gitu deh. Gejola jiwa anak muda nggak bisa dijinakkan semudah menyiram air di atas api Mbak.”

Cerita Almira membuat Sahla larut dalam pikiran. Tak pernah dia melakukan apa yang orang lain anggap normal. Cerita tentang kesenangan masa muda, seolah hanya menjadi impian belaka bagi Sahla. Kehidupannya sudah diatur sedemikian rupa oleh kedua orang tuanya. Tak ada celah yang bisa ia dapat untuk setidanya menghirup udara bebas, sebelum ini.

Itulah kenapa, Sahla begitu menikmati hari-harinya selama berada di lingkungan pesantren. Semua orang asing itu, kini melebur menjadi keluarga. Setiap pagi, ia menyambut hari dengan ceria. Menunggu kisah apa yang akan terjadi nanti. Menunggu cerita apa yang akan didengarnya hari itu. Menunggu tingkah polah teman-teman barunya yang seolah tak pernah kenal lara.

“Itu buku apa sih Mbak? Kupu-kupu tak pernah terbang?”

Sahla mengalih fokus ke buku di tangannya.

“Oh, ada deh.”

Almira mengernyit, “Mbak sama Kang Ubay, ada apa-apa?”

“Heh, bukan gitu. Kok nyambungnya ke situ.”

Almira terkikik. “Kirain, soalnya banyak orang yang suka salah sangka sama Kang Ubay. Dia baik banget sama semua orang, jadi suka pada ke GR an sendiri gitu loh. Makanya Kang Ubay suka dianggap cowok nggak baik. Brengsek. Gara-gara mereka ngerasa dighosting sama Kang Ubay.”

“Oh, jadi Kang Ubay tukang ghosting?”

“Bukan gitu, jadi pada salah sangka gitu sama perhatian dan keramahan Kang Ubay.”

ALLAH GUIDE ME (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang