"Dhifa. Sebentar lagi kita lulus, rencana lo selanjutnya gimana? Lanjut kuliah atau kerja?" tanya Raki.
"Pengennya menikah," jawab Dhifa.
Raki langsung melirik Dhifa.
"Mumpung kedua orangtua gua masih ada," tambah Dhifa.
"Lo gak terlalu cepet mikirin ini?" tanya Raki.
Dhifa menggeleng. "Orangtua gua dah semakin tua. Gua pengen orangtua gua bisa hadir dalam pernikahan gua."
☪
Pulang sekolah Raki dan Shanum disambut dengan rasa cinta oleh keluarga.
"Assalamualaikum,"
"Waalaikumsalam. Makan dulu ayo!"
Raki dan Shanum menuruti perintah mu. Kamu tau kalau Raki sedang letih, namanya juga kelas semester akhir.
"Abang capek ya? Semangat Bang, bentar lagi kelulusan," ucap mu.
"Abang nanti kuliah dimana?" tanya Shanum.
"Bukan gitu. Kalau semisal Raki menikah Umi sama Abi bakal kasih izin gak?" tanya Raki.
Seketika kamu langsung tersedak. Buru-buru Felix mengambilkan air minum.
"Apa, Bang? Abang mau menikah?!" seru kamu.
"Lo bercanda, Ki?" tanya Harlan.
"Raki?" tanya Felix.
"Kalau Abang menikah nanti Adek sama siapa dirumah? Bang Alan sibuk kerja!" protes Shanum.
"Raki masih punya uang tabungan dari hasil ngarin anak-anak ngaji di masjid." Raki membela diri.
"Kamu terlalu cepat Raki. Abi tahu kalau anak itu titipan Allah, anak-anak juga punya jalan kehidupan mereka masing-masing, tapi kamu terlalu cepat."
Raki mencium tangan Felix. "Abi, maafin Raki."
Felix mengusap kepala Raki dengan lembut. "Sama siapa kamu mau menikah?"
Raki mengangkat kepalanya menatap wajah Felix. "In sya Allah, Bi. Raki mau ajak Nadhifa ta'aruf."
Setelah shalat istikharah dan mendapatkan jawabannya, akhirnya Raki memberanikan diri untuk mengajak Nadhifa Fahrunisa atau yang dipanggil Dhifa, untuk taaruf.
Awalnya Felix tak setuju, tapi sang istri membujuknya.
"Apa ini?" tanya Dhifa saat Raki memberikan paper bag ke arahnya.
"Buat lo, tapi jangan diliat sekarang, liatnya pas udah di rumah aja."
Dhifa tersenyum. "Makasih, Raki."
☪
Shanum beres dengan tugas kelompoknya, sekarang sedang menunggu Raki menjemput pulang.
Raki ingat menjemput Shanum, tapi Raki terjebak dengan satu perempuan.
Melihat perempuan ini akan mengakhiri hidup, buru-buru Raki keluar dari dalam mobil menarik tangannya. Beruntungnya perempuan ini masih selamat.
"Jihan!"
Perempuan ini adalah Jihan. Perempuan yang selalu menanyakan keberadaan Adnan kepada Raki.
"Ngapain lo barusan?! Lo mau bunuh diri?!"
Situasi sedang hujan. Raki meninggikan suaranya karena tak terdengar sebab terhalang air hujan yang turun.
Jihan tiba-tiba memeluk Raki dengan kuat. Raki berusaha keras untuk melepaskan pelukan Jihan.
"Lepas Jihan!"
Jihan melepaskan pelukannya. "KENAPA RAKI?! LO GAK MAU GUA PELUK KARENA LO JUGA MENJAUH DARI GUA KAN! SEMUA UDAH TAHU! SEISI SEKOLAH TAHU GUA HAMIL!"
Raki mematung. "H-hamil?"
Kemudian Jihan menangis di tepi jembatan.
Raki membawa Jihan masuk ke dalam mobilnya. Raki memberikan selimut kecil kepada Jihan. Selimut ini biasanya di pakai Shanum kalau tidur di mobil.
"Lo hamil?"
Dengan takut Jihan mengangguk.
"Serius gua gak tahu. Siapa bapaknya?"
"Bapaknya gak mau bertanggungjawab. Gua udah cari dia kemana-mana, tiba-tiba ada kiriman bunga datang kerumah sama surat dari dia. Isinya cuma permintaan maaf aja gak ada pertanggungjawaban."
"Bilang sama gua, siapa bapaknya dari anak lo?"
"Adnan ...."
Ini kedua kalinya Raki di tusuk oleh Adnan. Entah mengapa Raki jadi semakin kecewa kepada Adnan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Till Jannah
SpiritualCinta beda agama memang sulit untuk di pahami apa lagi untuk bisa di terima. Sangat sulit.