Untung semua kerjaan rumah sudah beres, tinggal me time.
Kamu duduk di samping Mingrui yang sedang memangku Annisa. Annisa asik nonton kisah Nabi di youtube lewat handphone.
"Abi~ Nisa pengen punya adek, beli dimana?"
Kamu dan Mingrui saling bertukar pandang.
"Abi~"
Mingrui terkekeh. "Adek gak bisa di beli, Sayang." Tangannya mengusap kepala Annisa yang tertutup khimar dengan penuh rasa sayang.
"Terus?" tanya Annisa yang masih polos.
"Nisa mau punya adek? Nanti Abi sama Umi bikin, ya," jawab Mingrui.
"Bikin?" tanya Annisa lagi.
"Dari adonan kue, terus dimasukin ke dalam oven, jadi deh adek." - Yn.
Mingrui berusaha menahan tawanya dari tingkah polos Annisa.
☪
Malam berlalu, Annisa sudah tidur sendiri di kamarnya, sekarang tinggal kamu bersama Mingrui.
Kamu pindah tidur dari bantal ke atas lengan Mingrui, dengan posisi menyamping kamu jadi bisa memeluk Mingrui yang tidur dengan keadaan terlentang.
"Sehat sehat ya, Abi."
Mingrui mengubah posisinya jadi ikut menyamping, kemudian memeluk mu.
"Makasih kamu udah mau terima aku dan Annisa, makasih kamu udah mau sabar nunggu aku, makas-"
Jari telunjuk Mingrui menempel dengan bibir mu, mengisyaratkan kamu untuk diam.
"Sekarang, Nisa juga anak aku. Aku dan kamu."
Kamu mempererat pelukan mu, Mingrui mengusap punggung mu dengan gerakan lembut.
Kemudian tak lama kamu mengangkat kepala mu ke atas memandang Mingrui.
"Aku pengen punya laki-laki kaya Nabi Yusuf."
"Yang ganteng maksud kamu?"
"Bukan. Tapi laki-laki yang hanya takut kepada Allah. Menjaga pandangannya dari yang bukan mahrom. Waktu Zulaikha menjebak Nabi Yusuf, Nabi Yusuf punya iman yang kuat, godaan terbesar kaum laki-laki itu perempuan, 'kan?"
Mingrui mencium kening mu. "Iya, Sayang, udah gak ada lagi penghalang diantara kita sekarang."
☪
"Assalamualaikum."
Kamu, Mingrui dan Annisa datang mengunjungi kediaman Umi Abi.
"Cucu Nenek udah besar." Umi mengusap kepala Annisa.
Abi terlihat sangat senang dengan kedatangan keluarga kecil kalian.
"Yn. Bisa ikut Umi sebentar?"
Kamu mengangguk sebagai jawaban, kemudian kamu pergi mengikuti langkah Umi dari belakang, Umi membawa mu ke dapur.
"Umi."
Umi membalikan tubuhnya menghadap ke arah mu.
"Kenapa? Ada apa? Apa ini percakapan yang serius?"
Melihat dari ekspresi Umi, seperti ini adalah sebuah penyampaian yang kurang enak untuk di dengar.
"Kamu bahagia menikah sama Mingrui?"
"Kok Umi tiba-tiba nanya gitu?"
Umi menggeleng. "Umi cuma nanya, Sayang."
"Alhamdulillah. Aku, Annisa dan Mingrui hidup bahagia. Ada apa, Umi? Bilang sama Yn, Umi kenapa?"
"Umi juga gak tahu, Sayang. Perasaan Umi dari kemarin gak enak tentang kamu. Mingrui gak macem-macem sama kamu, 'kan? Dia gak kaya Felix, 'kan?"
"Umi ...."
"Meskipun surga kamu sudah bukan dibawah kaki Umi, kamu tetaplah anak Umi, Sayang."
"Umi, aku gapapa, serius aku gak kenapa-kenapa."
Ke dua tangan Umi mengusap wajah mu dengan seksama.
"Umi cuma mau yang terbaik buat kamu. Maaf. Maaf kalau pilihan Umi dan Abi bukan yang terbaik buat kamu-"
"Umi. Umi ini bicara apa? Itu sudah jadi kehendak Allah. Kita gak bisa melawan takdir. Allah sudah menuliskannya di Lauhul Mahfudz."
⭐⭐⭐
Bersambung ....
Sepertinya bau bau konflik akan terjadi nih.
KAMU SEDANG MEMBACA
Till Jannah
روحانياتCinta beda agama memang sulit untuk di pahami apa lagi untuk bisa di terima. Sangat sulit.