68. Ruang Hati #Raki

52 12 0
                                    

Raki pun meminta pendapat ke dua orangtuanya.

"Boy, pernikahannya tetap sah, tapi yang jadi permasalahannya adalah setelah anak itu lahir."

"Iya, Abi. Raki paham, tapi ini permintaan Dhifa."

Shanum menangis di pelukan mu. "Umi. Kalau Abang menikah, nanti Adek dirumah sama siapa? Adek gak ada temen lagi dong."

"Masih ada Umi sama Abi dirumah. Jangan sedih gini dong." Kamu mengusap air mata Shanum.

Demi Dhifa akhirnya Raki bersedia menerima Jihan.

Jihan disini posisinya sebagai istri ke dua. Pernikahan Jihan dan Raki terjadi setelah satu bulan kehidupan rumah tangganya bersama Dhifa.

Pernikahan Raki dan Jihan ini tidak sah secara negara, alias nikah sirih.

Dhifa meminta Raki menikahi Jihan. Tapi Raki mengajukan persyaratan, yaitu dengan cara nikah sirih.

"Mama." Raki menghampiri Mama mertuanya.

Mereka berdua berpelukan. Mama mertuanya tak bisa menahan tangis lagi.

"Maafin Dhifa ya, Raki."

"Kebahagiaan Dhifa juga termasuk kebahagiaan Raki."

Pelukan mereka selesai. Sekarang Raki beralih kepada Dhifa.

Raki dan Dhifa saling memeluk dengan ditambah air mata.

"Makasih, Sayang ...."

Raki tak mengeluarkan sepatah kata apapun. Raki memeluk Dhifa dengan erat.

Tok tok tok.

Kamu masuk ke dalam kamar Raki yang tak di kunci.

Sebenarnya ini sudah menjadi kamar Raki dan juga Dhifa. Tapi kali ini hanya ada Dhifa yang menepati kamar, Raki tidur bersama Jihan di kamar hotel.

"Nak Dhifa. Umi tidur disini ya."

Dhifa terdiam membelakangi mu. Kamu tidur di sampingnya.

Dhifa dinyatakan kanker otak tradium akhir. Hidupnya diprediksi tak lama lagi, kesehatannya bergantung pada obat-obat yang di berikan.

Ketiga orang ini setuju kalau empat hari adalah jadwal Raki bersama Dhifa. Dan sisanya tiga hari Raki bersama Jihan.

Hari berlalu, Raki pulang ke rumah.

"Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam." Dhifa mencium tangan Raki. "Kok kamu kesini? Sekarang jadwalnya Jihan, bukan jadwal aku."

Raki membelai pipi Dhifa. "Kata Umi kamu sakit."

Dhifa melepas tangan Raki dari kedua pipinya. Tangannya di genggam dengan hangat.

"Aku baik-baik aja. Pulang ke Jihan sana! Jihan lebih butuh kamu daripada aku."

"Justru kamu yang lebih butuh aku daripada Jihan!"

Dhifa terdiam saat dibentak Raki. Sedangkan kamu yang menguping dari balik pintu kamar hanya bisa berdoa untuk rumah tangga anak laki-laki mu.

"Abi, apa Raki bisa hidup seperti ini? Umi gak tega liatnya. Abi liat sendiri sekarang badannya jadi kecil karena pikiran."

"Sabar Sayang, Raki pasti bisa lalui ini."

Satu bulan berlalu. Saat ini Raki sedang berada di kontrakan Jihan.

"Raki. Gua mau kita cerai!" titah Jihan.

"Gua gak bisa. Pernikahan ini karena permintaan Dhifa dan Allah juga tidak suka dengan perpisahan."

"Sebegitu besarnya cinta lo sama Dhifa? Sampai lo gak pernah anggap gua sebagai istri lo! Gua juga pengen diakui sebagai seorang istri, Raki."

"Gua gak bisa. Lo dan Dhifa punya tempat yang berbeda di hati gua. Bagi gua, Dhifa adalah perempuan terbaik setelah Umi didalam hidup gua."

Till JannahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang