Tidak pernah sekali pun Jake tidak fokus pada pelajaran yang di terangkan. Pagi itu ada yang berbeda darinya. Jika biasanya Jake akan memperhatikan setiap guru yang mengajar dengan fokus dan penuh semangat, namun kali ini dia hanya menatap kosong ke arah papan di depannya.
Sesekali Jake menghela napas gelisah sambil menyentuh dadanya yang berdenyut sejak kemarin. Tentu hal itu sangat tidak biasa karena ada satu nama yang terus berputar di kepalanya.
"Lo napa dah?" bisik Jungwon di sebelahnya, sambil menjadikan buku paket sebagai tameng dari perhatian Pak Umar.
"Hah?" Jake terkesiap dan langsung menoleh ke arah Jungwon, "Aku?" balasnya dengan melakukan hal yang sama, menutup wajahnya menggunakan buku paket.
"Iya elo!"
"Kenapa?" tanya Jake tidak mengerti.
"Tau ah gelap! Gue nanya juga, elo malah balik nanya." kesal Jungwon sambil memutar bola matanya.
"Aku nggak apa-apa kok."
Sepanjang sejarah dia bersekolah, baru kali ini Jake merasa tidak bisa berkonsentrasi dalam pelajaran. Jake masih tidak mengerti dengan cara kerja jantungnya saat ini. Sejak kemarin sampai tadi pagi, jantungnya selalu berdebar lebih cepat hingga membuatnya merasa sedikit sesak.
"Jake, Jungwon! Ngapain bisik-bisik di sana?" sebuah suara mengagetkan mereka, hingga membuat keduanya melepaskan buku paket yang tadi mereka gunakan sebagai tameng.
Pak Umar berdiri di depan mereka dengan tangan terlipat di depan dada, "Saya menjelaskan kalian malah enak curhat-curhatan!"
Jake menunduk dalam-dalam pada buku cetak di depannya. Kini seluruh murid di kelas ikut memperhatikan mereka. Jika Jungwon yang hanya ditegur, mungkin satu kelas bisa memahami, tapi berbeda jika yang di tegur Pak Umar adalah anak terpintar di sekolah mereka.
"Lari sepuluh putaran di lapangan! Baru kalian boleh kembali masuk pelajaran saya."
Mendadak kelas menjadi hening. Untuk pertama kalinya, siswa terpintar di sekolah harus mendapat hukuman karena ketahuan mengobrol.
"Cerita nggak, lo kenapa?" tanya Jungwon yang sudah berlari di sebelah Jake.
Untung saja ini masih jam sembilan pagi, belum ada matahari yang menyoroti mereka dengan terik.
"Aku juga nggak tau, Won."
Jungwoon mengernyit, "Lah... kocak nih bocah. Tadi di kelas lo mikirin apaan dah sampe nggak nyimak Pak Umar ngomong?" tanya Jungwon.
Jake berhenti sambil menatap kosong pada aspal di lapangan. Bahkan saat sudah berlari di pinggir lapangan pun, Jake masih sempat-sempatnya melamun.
Jungwon yang merasa jika Jake sudah tidak berada di sebelahnya lagi mendadak ikut berhenti dan menoleh ke belakang, dimana Jake masih terdiam menunduk.
"Deuhh... ni anak. Ngelamunin apaan sih lo? Cerita napa!" Jungwon kembali melangkah mundur menghampiri Jake.
"Dada aku sakit, Won." Jake menyentuh dadanya lagi.
"Lo sakit? Sakit apaan? Udah ke dokter?" Jungwon menatapnya dengan cemas.
Jake menggeleng. "Aku nggak sakit kok, tapi tiba-tiba aja dada aku detaknya cepet banget. Padahal aku nggak minum obat apa-apa loh."
Jungwon menatap Jake bingung, "Lo jatuh cinta?"
"Hah??"
"Ciri-ciri lo kayak orang lagi jatuh cinta tau nggak!" celetuk Jungwon, "Sama siapa? Sunghoon?"
"Hah??" lagi-lagi Jake menjawab Jungwon dengan keterkejutan.
"Hah hoh hah hoh... lama-lama mulut lo kemasukan laler tuh!"
KAMU SEDANG MEMBACA
{SUDAH TERBIT} Started with you
Teen Fiction[Beberapa part dihapus] Sunghoon adalah salah satu gelar penguasa tertinggi, kedudukannya bahkan lebih tinggi dari seorang raja. Namun, Sunghoon Mandala adalah penguasa kegelapan di muka bumi ini. Sebut saja, berkelahi, mabuk-mabukan, dan seks bebas...