05 ♡ hai, pacar!

9.1K 1.2K 135
                                    

Sunghoon berlari menaiki satu persatu anak tangga di dalam rumah mewah itu, tujuannya hanya satu ingin menemui Oma Yolanda yang kini sedang berada di ruang santai. Langkah Sunghoon tergesah-gesah hingga dia bisa melewati dua undakan dalam sekali langkah.

Hingga kemudian cowok itu sampai didepan pintu berwarna coklat dengan ukiran di bagian tengahnya, Sunghoon dengan cepat membuka pintu dan membentangkan lebar. Dia tidak pernah memikirkan apa itu sopan santun di dalam keluarga ini. Sunghoon terlihat penuh emosi dengan wajah merah dan rahang mengeras.

"Apa maksud Oma!" teriaknya saat berhenti tepat di depan meja kerja sang nenek.

Wanita tua yang sedang membaca berita online pada tabletnya itu pun melepas kaca mata bacanya lalu meletakan itu ke atas meja. Beliau menatap Sunghoon dengan santai.

"Ketuk pintu dulu kan bisa, Oma nggak kemana-mana kok kalo kamu ketuk pintu dulu."

Sunghoon menahan napas kesal melihat ekspresi santai Oma Yolanda ketika menanggapinya.

"Oma nggak perlu nyuruh cowok itu untuk belajar sama aku. Toh tanpa belajar aku juga bakalan jadi penerus perusahaan 'kan?"

"Kamu ingin menjadi penerus dengan nilai sekolah di bawah rata-rata? apa yang bisa Oma percaya dari kamu?"

"Tapi itu semua nggak penting Oma, yang penting aku bisa menjalankan perusahaan dengan baik."

Oma Yolanda mendesah. Di usianya yang sudah sangat tua, dia hanya berharap pada satu orang, yaitu Sunghoon. Oma Yolanda tidak bisa berharap pada anaknya, Kevin Mandala. Ayah Sunghoon yang hanya mementingkan perusahaan tanpa melihat keluarga, di pikirannya hanya uang dan uang. Sebagai seorang suami dan Ayah, Kevin tidak bisa memenuhi kewajibannya sebagai kepala rumah tangga. Melihat Sunghoon tumbuh menjadi anak yang pemberontak dan hidup tanpa kasih sayang membuat Oma Yolanda merasa bersalah, maka itu dia ingin Sunghoon merubah hidupnya sebelum terlambat.

Daripada itu, Oma merasa Kevin salah memilih pasangan hidup, yaitu Prasilia Agista, ibu Sunghoon. Boro-boro untuk mengingat statusnya sebagai ibu rumah tangga, Prasilia lebih asik dengan dunianya sendiri hingga melupakan kalau dirinya memiliki keluarga yang harus diurus.

"Menjalankan perusahaan bukan hanya karena kamu bisa. Kamu juga harus memiliki kesadaran diri, attitude, dan belas kasih." Oma Yolanda berdiri, tangannya bertumpu pada meja dengan gemetar.

"Oma kasih dua pilihan." Dia terdiam sebentar, memandangi sang cucu yang menatapnya marah.

"Belajar bersama Jake, atau Oma hapus kamu dari daftar alih waris kekayaan Oma."

Sunghoon tercekat, tubuhnya membeku. Ucapan Oma membuat saraf-saraf ditubuhnya berhenti bekerja.

"Om...."

"Pilihan di tangan Kamu. Oma sendiri yang meminta Jake untuk memandu kamu, jadi jangan buat dia susah."

"Nggak bisa!" sahut Sunghoon tidak terima. "Terus kalo bukan aku, siapa yang bakalan ngurus perusahaan!"

"Oma bisa sumbangin kekayaan Oma ke panti asuhan, atau Oma bisa jadiin Jake pewaris Oma selanjutnya, toh anak itu jauh lebih berbakat dari pada kamu. Jadi kamu nggak usah khawatir."

Sunghoon memucat. la merasa benar-benar telah lahir dari keluarga sinting. Tidak Ayah dan Ibunya, kini Omanya pun menjadi sangat menyebalkan.

"Oma tau kan itu nggak mungkin?"

"Apa yang nggak mungkin? Semua bisa Oma lakukan. Jake anak baik, pintar, dia tidak membangkang seperti kamu yang sukanya menghabiskan uang."

Sunghoon menggeram dalam hati, enak saja memberikan warisan pada orang asing. Sunghoon tidak akan membiarkan itu. Tidak selama dia masih ada di bumi.

{SUDAH TERBIT} Started with youTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang