3

74 10 2
                                    

"Kamu kemana saja Yura, menghilang semalaman tanpa kabar. Dan kamu juga tidak pergi kesekolah. Kamu tahu waktu pesta ulang tahun, ayahmu memanggil kamu sangat lama. Semua orang menanti kehadiranmu muncul dari pintu, tapi ternyata tidak. Kami kira kamu pergi dengan kak Rangga ternyata kak Rangga juga tidak tahu keberadaanmu. Kamu juga tidak bisa dihubungi. Ayah mu sangat khawatir Yura. Apakah sesuatu telah terjadi?" Ocehan Ratih kesal pada Yura.
"Huft," hela napas Yura.
Ia pun tak mengerti harus memulai dari mana. Ia binggung harus mengatakan yang sejujurnya atau tidak. Dia juga sangat kacau. Ketika bibirnya ingin berbicara tiba-tiba tubuhnya bergetar seakan tersengat listrik. Tanpa kata Yura pergi meninggalkan Ratih dan Milie.

Dia pulang, tapi tak melihat setitik bentuk ke khawatiran dari ayahnya saat itu. Ayahnya sibuk menelepon rekan kerjanya dan siap-siap untuk terbang ke Singapura. Tak sepatah kata pun terucap dari ayahnya saat itu. Yura kecewa, tapi ia sadar mungkin saja ayahnya lebih kecewa atas perbuatannya.

Berdiri, duduk, berdiri lagi, meletakkan tangan kanannya dipinggang sambil menggigit jari tangan kirinya. Dahinya mulai mengerut. Dia tak tahu harus berbuat apa. Hujan mulai turun setitik demi setitik. Malam semakin dingin. Dia naik keatas ranjangnya, menghidupkan lampu tidur dan menarik selimut. Yura kira ia akan tidur terlelap tapi wajah pria tampan itu terbayang-bayang dipikirannya. Sesekali ia merasakan hangatnya kecupan, pelukan dan sentuhan pria itu. Jijik sangat menjijikkan, pikirnya. Setiap ia memejamkan matanya ia selalu merasakan beberapa adegan terlintas diotaknya. Begitulah Yura melewati malam kelabunya.

***
Pagi yang samgat cerah, matahari bersinar dan sangat menyengat. Namun semangat Yura hari ini tak seindah mentari pagi itu.
Sepanjang pelajaran Yura hanya diam saja dikelas. Rasanya dia ingin meluapkan segalanya. Tapi dia binggung apakah ini pantas diceritakan atau tidak.
"Aku sudah tidak perawan dan aku harus mengatakannya pada mereka? Apa aku sudah tidak waras? Tapi semakin lama aku memendamnya aku juga semakin tidak waras. Dan tidak ada jalan keluar yang bisa aku pikirkan", Pikiran yang sedang berkolaborasi ini membuatnya semakin kacau.

Seseorang menegurnya dan mengatakan kalau ibu Lili mencarinya. Dia bergegas menemui ibu Lili dan setuju mengikuti olimpiade kimia di Singapura.
"Dia sangat aneh hari ini" Milie khawatir pada Yura yang kelihatan sangat murung.
"Aku juga binggung harus bagaimana" jawab Ratih.

Panggilan masuk kehandphone milik Yura, ternyata dari Rangga.
"Ya halo." Jawabnya.
"Naiklah, aku akan mengantarmu pulang." Kata Rangga datar sambil membukakan pintu mobilnya.
Didalam mobil itu mereka berdua sangat dingin. Yura sebenarnya takut Rangga akan tanyakan masalah ia kabur saat pesta. Disisi lain Rangga yang enggan untuk bertanya karena takut akan menyinggung perasaan Yura lagi.
"Aku akan mengantar kamu ikut olimpiade ke Singapura. Aku sudah mengundurkan jadwal keberangkatanku." Kata Rangga memulai pembicaraan.
Namun Yura tetap saja terdiam dengan tatapan kosong.
"Yura... Yura.." suara nyaring itu terdengar ditelinganya.
"Ya kak, trimakasih sudah mau menemaniku. Tapi ini tidak berlebihan kan?" Jawabnya gugup.
Rangga menghentikanmobilnya dan menatap Yura dengan senyuman manis dan memeluknya sambil berkata "maaf ya aku tidak menjawab pertanyaan kamu ini kemarin. Jujur aku juga galau untuk menjawabnya. Tapi untungnya prof menyuruhku untuk mengundur keberangkatanku. Aku rasa ini jawaban dari Tuhan".
Rangga mengira kejadian Yura menghilang dari pesta adalah karena ia tidak merespon ajakan Yura untuk menemaninya olimpiade ke Singapura. Dengan sangat terpaksa Rangga mengosongkan jadwalnya untuk 1 bulan kedepan. Namun hal ini sepertinya tidak begitu penting lagi dipikiran Yura. Ada wajah pria asing yang sudah mengacaukan dia mulai hari ini.

"Sayang, kamu sudah pulang. Kamu dari mana saja nak? Banyak yang harus ayah tanyakan pada kamu mengapa kamu menghilang saat pesta ulang tahun yang sudah kamu impikan selama ini?" Peluk ayahnya erat.
Yura hanya diam dan terpaku. Dia binggung kenapa ayahnya baru bertanya sekarang setelah semalaman ia melihat Yura tapi ia tak peduli sedikit pun. Apa karna ada kak Rangga, pikirnya. Melihat ayahnya ia mengingat semua percakapan ayahnya dan ibu tiri. Didalam hatinya masih membekas luka dan kecewa yang sangat besar pada ayahnya. Amarahnya sedikit demi sedikit mulai memuncak. Apalagi dengan melihat tatapan sinis ibu tiri dan saudara tirinya. Namun dia harus meredamnya dan mencoba berdiskusi dengan ayahnya.

Pangeran Itu SULTANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang