23

36 11 2
                                    

Hari ini pagi Sultan sangat mengesankan. Gadis kecilnya itu sudah bangun lebih dulu dan sibuk menyiapkan makanan di meja makan. Sultan yang baru saja keluar dari kamarnya sedikit tercengang dengan itu.
"Aku kan sudah bilang padamu untuk tidak perlu memaksakan apapun jika kamu tidak biasa melakukannya." Kata Sultan mendekati Yura.
"Aku tidak memasak. Aku memesan dari restoran apartemen. Bukankah biasanya kakak juga melakukan hal ini setiap paginya?" Jawab Yura tersenyum.
Dia masih saja salah menilai Sultan. Dia tidak tahu kalau setiap pagi Sultan menyempatkan memasak sarapan pagi untuk Yura. Kemudian Sultan duduk dan makan makanan yang sudah Yura hidangkan.
"Kakak tidak bekerja? Kenapa memakai pakaian begitu?" Tanya Yura.
"Tidak, hari ini Setyo akan berangkat ke Singapur jadi aku izin sehari untuk tidak pergi ke kantor."
"Tapi bukannya pesawat Setyo itu di sore hari kak? Kenapa sudah siap-siap dari sekarang?"
"Aku tidak siap-siap. Aku suka kerapian. Wajar saja aku selalu terlihat rapi meskipun itu di rumah." Jawab Sultan lagi.
"Oh. Bagus kalau begitu." Kata Yura sedikit binggung.

Tidak berapa lama Mico datang kerumah mereka.
"Kakak sudah selesai?" Tanya Mico begitu masuk kedalam rumah.
"Eemm." Jawab Sultan.
"Kalau begitu ayolah kak. Kita tidak punya banyak waktu."
"Yura, aku akan pergi sebentar. Nanti aku akan menjemputmu untuk pergi ke bandara. Jaga dirimu." Ucap Sultan pada Yura.
Anggukan kepala Yura menyatakan dia setuju pada pernyataan Sultan.
"Tapi kenapa dia tidak bilang dia ingin pergi kemana? Apakah dia ingin membuat kejutan untuk Setyo? Tapi untuk apa? Kenapa Mico bilang mereka tidak punya banyak waktu? Baiklah mungkin saja ada hal yang tidak perlu aku ketahui tentang hari ini." Pikirnya sambil membereskan dapurnya.

Yura mendapat telepon dari Milie. Mereka meminta Yura untuk segera datang ke toko karena ada hal yang harus Yura ketahui. Dengan cepat Yura pergi ke tokonya. Dari luar dia tidak melihat apapun yang terjadi di toko bunganya. Sampai didalam dia melihat ada 6 laki-laki duduk bersilah dihadapat Milie dan Ratih.
"Siapa mereka?" Tanya Yura terkejut.
"Mereka kurir baru kita." Jawab Milie.
"Kurir baru? Kenapa kalian mencari kurir baru tidak memberitahuku terlebih dahulu. Keuangan kita juga belum bisa membayar mereka." Jawab Yura dan dia duduk dengan lemas.
"Bukan kami yang mencarinya. Tapi kak Sultan. Kak Sultanlah yang sudah membawa mereka untuk bekerja disini. Ku kira kamu sudah mengetahuinya Yura. Ternyata kak Sultan sangat romantis ya. Setelah ini akan ada kejutan apa lagi?" Ungkapkan Ratih.
Mendengar itu Yura menjadi sangat kesal. Dia tidak mengerti apa maksud Sultan membuatnya jadi susah begini. Tokonya juga baru sebulan, itu artinya pundi-pundi yang dia kumpulkan belum cukup untuk menggaji ke enam kurir itu.
"Aku berbuat salah apa padanya sehingga dia menghukumku seperti ini. Apa aku membuatnya marah?" pikir Yura.
"Yura apakah mereka sudah bisa bekerja hari ini? Kebetulan kita banyak sekali pesanan hari ini." Tanya Ratih lagi.
"Ya." Jawab Yura singkat dan kembali kerumahnya.

Yura mondar mandir kesana kemari dan sangat kesal untuk semua yang Sultan lakukan hari ini. Dia tidak mengerti apa maksud Sultan. Ada apa dengannya? Kenapa dia tidak mendiskusikannya dulu padaku. Apa aku tak sepenting itu? Atau dia menganggapku anak kecil yang tidak tahu berbisnis sehingga dia ikut campur dengan urusanku. Itu sebabnya aku berat hati menerima toko pemberiannya waktu itu. Kenapa dia begini? Kenapa kemaren dia membelaku sekarang dia membuatku pusing dan kebingungan. Hah, otakku hampir pecah memikirkan ini. Tanpa Yura sadari bungkus makanannya dan kertas kerjanya berserakan dilantai.

Sultan pulang dia terkejut melihat rumahnya sangat berantakan. "Apalagi yang dia perbuat sekarang? Ingin mencobaiku seperti kejadian diruang kerja waktu itu?" Pikir Sultan.
"Kamu belum siap-siap?" Tanya Sultan.
Yura tidak menjawabnya sama sekali.
Lalu Sultan mendekatinya dan berkata lagi, "kamu kenapa? Ada masalah lagi?"
"Ya, aku punya masalah. Dan pembuat masalah itu adalah kakak." Jawab Yura berdiri tegak dihadapan Sultan.
"Maksudnya?" Sultan kebingungan dengan sikap Yura.
"Oh, kakak masih pura-pura tidak tahu. Baiklah akan kuberitahu. Setan apa yang menghampiri kakak sehingga membawa enam kurir ke toko ku. Siapa yang akan menggaji mereka? Atas izin siapa kakak memperkerjakan mereka? Kenapa tidak menanyaiku terlebih dahulu? Aku sudah pernah bilang aku tidak suka siapa pun ikut campur dengan urusanku kecuali mendiskusikannya padaku. Itu sebabnya aku tidak ingin menerima toko itu dari kakak. Aku sudah yakin akan ada tuan yang membuat keputusan sesuka hatinya dan aku harus menurutinya. Sekarang aku menyadarinya kalau aku tidak berarti apapun dimatamu kak. Kakak belum bisa menghargai ku karna usiaku yang jauh lebih muda dari kakakkan. Kakak hanya menganggapku sama seperti Setyo, adik kecil yang menyusahkan. Ia kan?" Jawab Yura dengan sangat kesal dan marah.
"Duduklah dulu Yura kita bicarakan baik-baik." Jawab Sultan pelan.
"Tidak, jangan menyentuhku. Semua sudah kejadian kakak baru menyuruhku untuk membicarakannya. Apa ini semua? Kakak ingin menghukumku? Kesalahan apa yang sudah kuperbuat? Mengotori rumah kakak yang sangat bersih ini? Ia hari ini aku juga ingin melihat kakak merasakan hal yang sama denganku. Kesal dan marah aku sudah mengotori rumahmu ayo sekarang marahlah atas itu. Ingin menghukumku? Ayo hukumlah aku." kata Yura lagi tanpa memberi Sultan ruang untuk menjelaskan apapun padanya.
"Yura ini tidak seperti yang kamu pikirkan. Aku sama sekali tidak bermaksud untuk tidak menghargai kamu karna usiamu atau tidak percaya kamu bisa berbisnis atau tidak. Aku hanya ingin membantu kamu saja. Tadinya aku pikir ini akan menjadi kejutan untukmu ternyata aku yang terkejut dengan perkataanmu barusan. Kalau begitu aku minta maaf atas kesalahan ini. Tolong maafkan aku. Aku juga tidak pernah berniat sama sekali menghukum mu. Kamu boleh percaya pada Setyo tentang hal yang tidak aku suka. Tapi aku sudah pernah bilang kalau itu tidak berlaku padamu, karena kamu adalah istriku. Rumah ini sekarang adalah milik kita. Itu artinya kamu bebas melakukan apapun meski itu mengotorinya. Aku tidak akan menghukum atau marah padamu." Jawab Sultan dengan sangat baik.
"Aku tidak peduli tentang apapun. Terserah saja. Mulai hari ini lakukanlah apapun yang ingin kakak perbuat untukku. Ternyata kakak sama saja seperti ayah. Rangga tidak pernah melakukan apapun untukku sebelum menanyaiku. Itulah perbedaan kakak dengannya."
"Ya, aku memang berbeda dengannya. Rangga menanyai kamu terlebih dahulu karena dia tidak tahu apa yang kamu butuhkan dia hanya tahu apa keinginanmu. Tapi aku tahu apa yang kamu inginkan bahkan apa yang kamu butuhkan." Jawab Sultan sedikit kesal.
"Aku tidak ingin pergi bersama. Aku akan kebandara dengan mobilku." Ucap Yura sambil menghapus air matanya dan pergi meninggalkan Sultan.
Sultan terduduk dengan sangat menyesal dengan perbuatannya. Dia tidak menyangka hal sekecil ini bisa menyinggung perasaan Yura dan membuatnya sangat marah.

Pangeran Itu SULTANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang