11

50 10 0
                                    

Kepergian Rangga keluar negeri sangat membuat Yura sedih. Ia tidak habis pikir kalau Rangga yanh dikenalnya sejak kecil itu, bahkan Rangga yang memahami semua tentang Yura rela meninggalkannya begitu saja. Putus cinta yabg begitu suram ini membuatnya kembali bermalas-malasan. Sama seperti ketika ibunya meninggal dulu. Kini Yura kembali seperti orang yang hidup tanpa tujuan. Bahkan sudah lima hari Yura hanya terbaring ditempat tidur, tidak keluar kamar dan tidak berbicara sepatah kata pun pada setiap orang.

"Yura sudah izin lima hari tidak masuk sekolah. Aku juga sudah chat tapi tidak dibalas. Aku telepon juga dia tidak angkat. Yura kenapa ya? Apa dia benar sakit? Aku khawatir." kata Millie pada teman-temannya.
"Aku takut kejadian waktu ibunya meninggal terulang lagi." Kata Ratih.
"Maksudnya?" Jawab Ben.
"Dulu waktu ibunya meninggal, hampir setahun lamanya Yura tidak mau bertemu dengan siapa pun. Bahkan ia tidak bicara dengan siapa pun. Apalagi setelah ayahnya menikah. Sifatnya menjadi sangat berubah. Hanya bik Ija yang bisa berkomunikasi dengannya. Bahkan guru home scholingnya juga ingin sekali mundur karena dia tidak bicara seperti orang normal. Dia menggunakan kertas yang sudah dibentuknya menajdi kartu-kartu saat berbicara pada orang lain selain bik Ija. Dan mulai dari saat itu kak Rangga muncul di hidup Yura. Dimulai karena ibu kak Rangga seorang psikologi anak. Jadi ibu kak Rangga yang menangani masalah Yura. Suatu hari kak Rangga ikut dengan ibunya, saat itu juga Yura berbicara padanya. Semua sangat takjub saat Yura menyapa Rangga, karena itu ibu kak Rangga selalu meminta kak Rangga untuk ikut dengannya dan menemani Yura setiap harinya. Begitulah ceritanya."
"Kak Sultan pasti tidak tahu apa-apa tentang Yura selama seinggu ini karena dia sedang dinas keluar kota selama dua minggu." Pikir Setyo.
"Ya sudah, sepulang sekolah bagaimana kalau kita kerumah Yura saja." sambung Ben.
"Oke" jawab mereka sepakat.

Sepulang sekolah keempat temannya ini pergi membeli buah-buahan, bunga dan berbagai macam roti kesukaan Yura.
"Jangan lupa minuman soda kesukaannya," kata Ben nyeletuk sambil tertawa lebar.
"Sssuuutthhhh ben, ih kamu ya, kenapa berbicara begitu." Tawa Ratih kemudian.
"Kalian mau jenguk teman atau mau bangun supermarket sih? Ini makanan sestroli gini buat Yura sendiri? Yang ada dia juga kaget kalau begini."
"Kayanya kamu bener deh ben. Yaudah kita pilih yang paling Yura suka aja ya." sambung Setyo.
"Soda... soda.. perbanyak sodanya."
"Bennnnnnnnnn." Prokkkkk tangan Milie memukul pundak Benny gemas.

Tiba dirumah Yura. Seperti biasa rumah semegah ini sangat hening. Terdengan suara gemericik air mancur yang ada di taman depan rumahnya. Rumah Yura hanya dipenuhi oleh para pembantu rumah tangga dengan aktivitas mereka yang setiap hari menemani rumah mewah Yura. Rumah yang tertata rapi ini seharusnya terlihat sangat menarik tapi yang ada rumah ini jadi sedikit mencekam. Ibarat sebuah istana yang banyak penghuninya tapi tak terdengar satu bisikan pun. Begitulah rumah Yura saat ini.

Teman-teman Yura bertemu dengan bik Ija. Dan semua diungkapkan bik Ija dengan sangat sedih kepada mereka. Dia saja binggung harus bagaimana lagi agar Yura mau hidup normal.
"Dia tidak keluar kamar? Bahkan Tidak bicara? Sudah diperiksa oleh dokter tapi Yura juga tidak sakit. Dia kenapa ya bik?" Ujar Ratih binggung.
"Setelah acara makan malam itu apa dia ada cerita ke bibik? Atau Yura dan kak Sultan sedang bertengkar ya?" Kata Milie lagi.
"Tidak tahu non, den. Setelah pulang pada malam itu Yura sudah bertingkah seperti ini. Bahkan bibik ajak bicara dia malah tulis dikertas, sekarang dia juga kalau butuh apa-apa ditulis dikartu-kartu lagi lalu ditempel dipintu.  Jadi bibik cuma baca aja. Ya kembali seperti dulu lagi non, den." jawab bik Ija sambil membukakan pintu kamar Yura.
Mereka melihat Yura bagaikan orang yang sedang tertidur pulas. Walaupun Yura tahu ada orang yang masuk ke kamarnya. Ia tak memperdulikan siapa pun orang itu, karna yang pegang kunci kamarnya hanya bik Ija. Pastilah yang masuk sudah sesuai dengan izin dari bik Ija.

"Yura." suara pelan Ben memanggilnya.
Tapi dia tetap diam saja dan tidak bangun dari tidurnya.
"Dia udah seperti putri tidurkan. Sangat cantik dan menggoda." lanjut Milie.
Sudah satu jam mereka didalam kamarnya sambil mencari jawaban atau tanda-tanda di kamar itu, tapi tetap saja Yura tidur dan tak bergerak sedikit pun.
"Teman-teman ada baiknya kita pulang saja. Besok kita kesini lagi sampai Yura mau bangun dan berbicara pada kita." Kata Ratih dan mereka pergi keluar dari kamar Yura.
"Bik, kami pulang dulu ya. Kalau ada sesuatu harap hubungi kami ya bik." kata Ben lagi.
"Ia den" sambil mengangguk dan mengantarkan mereka keluar dari rumah.

Pangeran Itu SULTANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang