22

36 11 0
                                    

"Kita pulang ya nak. Dokter bilang kondisi kamu sudah sangat baik." kata Yuni.
Mata Yura kesana kemari mencari Sultan suaminya itu. Sedari tadi dia tidak melihat Sultan ada di ruang kamarnya. Sejak pagi tadi saat dia bangun, Ibu Yuni sudah berada di ruangan Yura menemaninya.
"Maaf ibu baru bisa menjengguk kamu hari ini. Begitu subuh sampai dari luar negeri ibu dan ayah langsung kerumah sakit. Acara ayah tidak bisa ditinggalkan karena dia harus memenangkan proyeknya disana." Lanjutkan Yuni sambil membereskan beberapa pakaian Yura.
"Tidak apa-apa bu. Ayahku semalam sudah datang dan memberitahukan ku tentang itu." Jawab Yura dengan mata yang masih kesana kemari dan terus melihat kearah pintu.

Yuni tahu Yura sedang menunggu siapa.
"Kamu mencari Sultan? Subuh tadi dia pergi bekerja karena ada panggilan darurat dari kantornya." Ungkapkan Yuni.
"Oh tidak bu." Jawabnya santai.
"Sebenarnya Sultan juga sangat berat meninggalkan kamu untuk tugas keluar kota. Tapi dia tidak bisa menolaknya karena darurat nak. Wajah Sultan sangat panik saat tahu kalau kamu sedang sakit. Dia mengundur semua pekerjaannya demi menjaga kamu. Sultan belum pernah melakukan hal ini pada wanita lain dalam hidupnya nak. Tapi untuk kamu dia sangat sungguh-sungguh sampai wajahnya pun tidak terurus karena tidak tidur agar kamu terjaga. Katanya dia takut jika dia tidur dan kamu perlu sesuatu kamu tidak akan membangunkannya. Kamu akan mencoba dengan sendirinya. Dia tidak mau itu terjadi. Dia sibuk memasak karena kamu bilang tidak suka makan bubur di rumah sakit. Sultan memang begitu diluarnya kelihatan cuek tapi kalau dia sudah mencintai seseorang dengan sepenuh hatinya, dia akan rela melakukan apapun demi orang itu. Dia itu sangat peduli pada kamu nak." Kata Yuni tersenyum sambil membantu Yura berdiri.
Mendengar perkataan itu Yura semakin binggung dengan perasaannya sendiri. Dia senang mendengar cerita ibu Yuni tentang suaminya itu. Tapi Yura tidak berani semakin mendalaminya. Yura takut semakin dia mendalaminya ia akan semakin jauh terhanyut didalam lautan cinta itu. Yura mencoba menyingkirkan perasaannya yang semakin hari semakin aneh dan bahkan tidak dimengerti olehnya sendiri.

"Kamu sudah pulang nak. Bukannya kamu harusnya pulang besok?" Tanya Yuni pada Sultan.
"Aku pulang lebih dulu bu."
"Kenapa? Kamu mengkhawatirkan istrimu?"
"Bukan bu. Aku masih banyak tugas disini."
"Kenapa mengerjakan semuanya dengan sendirian. Kamukan bisa meminta bantuan Mico."
"Mico diskors ibu karena perbuatannya yang konyol."
Lalu Sultan menceritakan kejadian waktu itu pada ibunya.
"Sultan, Mico juga tidak salah nak. Jangan begitu. Ibu mengerti kamu marah padanya. Tapi dia juga manusia yang memiliki perasaankan. Ayo temui dia dan mintalah padanya untuk segera mengakhiri skorsingnya." Nasehat ibunya.
"Baiklah bu. Nanti aku akan meneleponnya." Jawab Sultan.
"Yura ada dikamar. Temuilah dia. Ibu tahu kok tujuan kamu pulang cepat untuk bertemu dengan istrimu kan. Sudah jangan menipu ibu lagi. Kamu anak ibu. Ibu tahu segalanya. Satu pesan ibu, jangan menunggu untuk siapapun lebih dulu mengutarakan perasaannya. Jika mencintai seseorang katakanlah dengan jujur padanya. Karena bisa jadi orang itu juga sedang menunggu. Lagipula menahan rasa cinta tidak baik nak."
"Sudahlah ibu. Semua ini tidak seperti yang ibu pikirkan." Jawab Sultan lalu tersenyum.

Saat ia ingin berjalan menuju kamarnya, Yura sudah lebih dulu turun dari kamar dan mereka bertemu ditangga paling bawah. Sejenak mereka terdiam. Hatinya sama, sebenarnya mereka sangat girang dan ingin memeluk satu sama lain. Tapi mimik wajah keduanya mampu menutupi rasa itu.
"Kamu ingin kemana Yura?" Tanya Yuni.
"Yura bosan dikamar terus bu. Yura ingin menghirup udara segar ditaman. Bolehkan bu?" Jawabnya dan pergi meninggalkan Sultan.
"Ya sudah ibu izinkan. Tapi kamu harus ditemani Sultan." Lanjut Yuni lagi.
"Tidak usah bu. Yura hanya di taman belakang saja."
"Aku akan temani kamu. Ayo biar kuantar." sambung Sultan.
Tidak bisa menolak lagi Yura pergi ke taman ditemani oleh Sultan.

"Bagaimana keadaan kamu?" Tanya Sultan.
"Sudah lebih baik kak." Jawabnya singkat.
Lalu Yura melihat Sultan membawa kotak kado berwarna merah cerah dikantongan plastik.
"Apa itu kak?" Tanya Yura penasaran.
"Aku hampir saja lupa. Ini untukmu." Memberikannya kepada Yura.
"Aku tidak sedang ulang tahun. Kenapa mendapat hadiah? Tidak salah alamatkan kak?" Canda Yura padanya.
"Tidak."
Yura membuka kotak merah itu dan melihat isinya sebuah ponsel yang sama dengan ponselnya.
"Ponsel?" Kata Yura terkejut.
"Ya, Bukannya ponselmu sudah rusak. Aku rasa kamu butuh ponsel baru jadi tadi aku membelinya." Jawab Sultan.
"Aku sangat senang kak. Trimakasih ya kak." jawab Yura melompat-lompat sambil memeluk Sultan.
Sontak Sultan menjadi gugup dan tidak menyangka kalau hal yang dia inginkan sedaritadi terjadi juga. Tapi belum sempat Sultan membalas pelukan itu. Yura menyadari kalau dia sudah salah tingkah.
"Eemm, maaf kak aku tidak sengaja. Aku terlalu bahagia." Katanya menjauh dari Sultan dan duduk di kursi taman sambil membuka ponsel barunya.
"Tapi bagaimana aku bisa mendapatkan semua isi ponselku yang dulu. Ayo hiduplah kamu sebentar saja. Demi alasan apapun kuminta agar kamu segera hidup sebentar saja." Lalu Yura terdiam. Dia sadar kalau di telah mengulang perkataan Sultan saat dirumah sakit. Saat Sultan mengatakan itu Yura sudah bisa mendengar tapi dia belum bisa membuka matanya dan menggerakkan tubuhnya. Mendengar Yura berkata begitu Sultan juga melihatnya dengan heran. "Kenapa perkataanku bisa terucap dari bibirnya, pikir Sultan. Namun dia mengabaikannya saja. Dia berpikir mungkin saja itu kebetulan.

Pangeran Itu SULTANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang