17

43 11 0
                                    

"Selamat pagi om." kata Sultan menghampiri Arya.
"Selamat pagi nak. Ada hal apa yang membuat kamu tiba-tiba datang kerumah om tanpa kasih kabar dulu. Mencari Yura?" Jawab Arya.
"Bukan om. Saya hanya mau berbicara dengan om saja. Ya sedikit negosiasilah om." ucapnya lagi sambil tertawa renyah.
"Ayo duduk dulu nak. Ceritanya kamu mau negosiasi apa ini?"
"Langsung saja ya om, kemarin saya belum dengan perjodohan. Saya akan setuju dijodohkan dengan Yura tapi dengan satu syarat."
"Syarat apa yang kamu mau nak. Sebisanya akan om terima."
"Saya akan terima perjodohan ini tapi syaratnya om harus kembalikan apartemen milik Yura. Biarkan dia tinggal disana kapan pun dia mau. Aku tidak bisa melihat dia sedih karena harus meninggalkan apartemennya, Bagaimana om?
"Saya menjual apartemen itu karena saya takut ketika kalian menikah dia akan lebih lama untuk tinggal disana dan tidak menghiraukan kamu Sultan."
"Kalaupun harus begitu bisa membuatnya bahagia dan bertahan menjadi istri saya, saya tidak akan mepermasalahakan hal itu om pada Yura."
"Baiklah nak Sultan. Kalau kamu sudah memikirkan hal ini dengan baik. Om juga akan mengiakan persyaratan ini."
"Trimakasih om. Dan jangan katakan pada Yura tentang syarat ini. Aku tidak mau dia merasa harus membalas ini suatu saat nanti padaku." jawab Sultan.
"Baiklah." balas Arya kemudian dengan semyuman.

"Yura." Kata Sultan mengagetkannya.
Yura yang tadinya jalan merunduk menatap Sultan penuh dengan kebingungan. Dia heran kenapa belakangan ini Sultan sering datang kerumahnya tapi bukan untuk menemuinya. Mungkin saja ayah yang memintanya untuk datang, pikirnya.
"Kenapa pulangnya terlambat nak?" Tanya Arya.
"Baru melihat tempat toko." jawabnya ketus.
"Ayah ka sudah bilang. Biar ayah saja yang belikan toko untuk kalian. Kenapa harus repot-repot mencari kontrakan toko?" Lanjut Arya.
"Yura tidak suka berurusan bisnis dengan ayah. Jaminan apalagi yang akan kuberi kalau cintaku juga sudah kupertaruhkan demi persahabatan dan bisnis ayah." Katanya semakin ketus dan pergi meninggalkan Sultan dan ayahnya.
Sultan tersenyum kagum mendengar pernyataan Yura tadi pada ayahnya. Sultan merasa semakin hari ia semakin tertantang untuk menjadi pendamping gadis kecil itu.

Belakangan ini ayah Yura memang lebih sering di rumah. Jadi makan malam kali ini formasinya sangat lengkap.
"Non, ayo makan. Semua sudah menunggu." ketuk Ija sambil membujuk Yura keluar dari kamarnya.
Lalu Yura keluar dan makan malam bersama ayahnya, Andin dan Yosa.
"Bagaimana persiapan ujian kalian nak?" Tanya Arya.
"Kalau aku sih yah pastinya sudah sangat siap. Bahkan aku ingin sekali ujian ini cepat terlaksana. Aku sudah gak sabar jadi anak kuliahan. Apalagi jurusan kedokteran." jawab Yosa seakan menyindir Yura yang jika ujian selesai maka ia pun akan menikah.
Tapi Yura tetap diam saja dan melahap makanannya dengan cepat.
"Yura, yang pelan dong makannya nak." kata Andin.
Yura tetap diam saja.
"Kalau kamu Yura bagaimana nak persiapannya." kata Arya lagi.
"Semuanya baik yah." jawabnya singkat.
"Kalau persiapan kamu jadi istri seorang perwira tampan itu bagaimana ra?" Sambung Yosa nakal.
"Bukan urusan kamu." jawab Yura singkat lagi.
"Ya kan aku cuma tanya. Gimana sih rasanya mau menikah diusia muda. Masih bisa kuliah gak ya? Ooppss sory aku kelewatan ya." sambil memandang licik dan tertawa mengejek.
Yura diam saja dan tak pedulikan perkataan dari mulut jahatnya Yosa.

Selesai makan dia bergegas untuk naik kekamarnya.
"Yura. Kamu ikut ayah keruang kerja ayah. Ayah tunggu disana nak." kata Arya sambil menuju ruang kerjanya.
Sebenarnya Yura malas. Pasti ingin berbicara tentang perjodohan itu lagi, pikirnya. Tapi dia melangkahkan kakinya keruang kerja ayahnya.
Dalam hatinya, sudah hampir 7 tahun aku tidak menginjakkan kaki ku keruangan kerja ayah. Terakhir sebelum ibu meninggal. Sekarang aku masuk keruangan ini rasanya sangat dingin dan suara penuh canda tawa kami dulu masih terngiang-ngiang di telingaku.

"Masuklah nak." kata Arya.
Pelan-pelan dia melangkahkan kakinya. Tapi dia malah melihat foto yang diletakkan ayahnya dimeja kerjanya sekarang adalah foto ayahnya bersama Andin. Sepuluh tahun yang lalu foto ayah dan ibunyalah yang ada diatas meja kerja. Melihat itu hati Yura serasa tersayat-sayat. Tapi dia mencoba untuk tidak peduli dan membahas hal yang tak penting lagi bagi ayahnya.
"Nak, sebelumnya ayah minta maaf atas kejadian kemarin. Ayah sangat marah karna ayah khawatir dengan kamu. Tapi setelah ayah pikirkan lagi, tidak seharusnya ayah menjual apartemen milik kamu itu. Bagaimana pun kamu pasti punya banyak kenangan dengan ibumu disana. Maaf kalau ayah lancang berkata seperti kemarin. Ini kunci apartemen kamu ayah kembalikan. Ayah tidak akan menjualnya. Dan kamu bisa tinggal disana kapan pun kamu mau. Maafkan ayah ya nak." kata Arya sambil mencoba memeluk Yura.
Tapi Yura malah memalingkan badannya agar tak bisa diraih oleh ayahnya. Hubungan Yura dengan ayahnya memang sangat dingin setelah kepergian ibunya. Yura sayang pada ayahnya tapi ia dan ayahnya tidak sehangat layaknya ayah dengan putrinya lagi, mereka lebih sering bertengar dan adu keras kepala. Sepuluh tahun yang lalu Yura dan ibunya memang sangat menyayangi ayahnya, begitu pula sebaliknya kasih sayang ayahnya sangat hangat untuk mereka. Tapi tujuh tahun kemudian kasih sayang itu berubah menjadi racun dalam hidupnya. Hubungan mereka saat ini bak api didalam sekam.

Pangeran Itu SULTANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang