Hani menarik kopernya. Subuh tadi keluarganya sudah berangkat ke bandara karna penerbangan pesawat mereka dijadwalkan pagi ini.
Hani duduk termenung di kursi tunggu. Dia merasa sangat berat untuk pergi dari sini karna dia tidak tau kapan akan kembali dan hal yang paling membuatnya berat adalah mengatakan semuanya pada teman-temannya nanti, jika suatu saat dia sudah kembali lagi.
"Sayang, kamu sudah ngasih tau teman-temanmu?" tanya Susti.
"Udah, ma" jawab Hani bohong.
"Ryan?" tanya Susti lagi.
"Udah juga kok, ma. Dia bilang gak bisa nemenin Hani ke bandara karna kecapean habis latihan" jawab Hani kembali berbohong.
"Yah, sudah kalo gitu. Nanti kamu telpon aja dia lagi" kata Susti tersenyum.
Hani hanya mengangguk.
Andai dia bisa melakukan hal itu mungkin perasaannya tidak akan kacau seperti sekarang.
"Kalian, baik-baik di sana yah" kata Yahyo lembut.
"Papa beneran gak ikut?" tanya Chelsea.
"Gak, sayang" jawab Yahyo.
"Terus papa tinggal dimana? Kan rumah mau dijual" tanya Hani.
"Sementara papa bakal tinggal di kost punya temen papa" jawab Yahyo. "Kali ini, papa bener-bener gak mau merepotkan Om Arzan."
Hani hanya menunduk mendengar jawaban ayahnya itu.
"Tapi papa bakal nyusul kita kan?" tanya Chelsea.
"Pasti sayang. Papa secepatnya bakal nyusul kalian" jawab Yahyo meyakinkan putrinya itu.
Sebuah pengumuman terdengar dan itu adalah informasi dimana penumpang keberangkatan pagi ini harus bersiap untuk check in.
"Ayo, papa anter sampe tempat check in" ajak Yahyo.
Mereka pun berjalan menuju tempat check in.
Setelah sampai dengan perasaan berat Hani harus pergi sekarang. Ibunya dan Chelsea sudah terlihat memeluk ayahnya dengan air mata yang mengalir. Hani tau bukan hanya dia yang sulit menerima ini, tapi begitu juga dengan semua anggota keluarganya itu.
Dengan langkah yang berat Hani mendekati ayahnya dan memeluknya.
"Anak papa pasti kuat. Papa yakin kamu bisa bertahan" kata Yahyo memeluk putri pertamanya itu dengan erat. "Jaga mama sama adikmu sementara yah."
Hani hanya mengangguk karna sulit bagi dirinya untuk menjawab saat air mata sudah mengalir deras di pipinya.
Mereka pun masuk ke tempat check in dan ayahnya memperhatikan dari kejauhan.
Hani kembali menarik kopernya untuk bersiap-siap berangkat. Langkahnya terhenti dan dia menoleh ke belakang.
'Gue harap kita gak bakal ketemu lagi, Yan. Karna gue gak tau harus gimana kalo ketemu lo lagi, di saat gue udah ngecewain lo' kata Hani dalam hati.
~~~
Ryan memandang langit-langit di kamarnya. Semalaman dia memikirkan tentang Hani.
Bagaimana bisa hanya dalam semalam gadis itu berubah seperti itu. Apa benar itu karna Maren atau ada hal lain. Karna sudah terlalu emosi Ryan tidak bisa berpikir jernih dan malah bersikap jahat pada Hani.
"Kenapa sih? Perasaan pas di carnaval gak papa" kata Ryan mengusap wajahnya frustasi.
Ryan bangkit dari tempat tidurnya dan langsung mengambil jaketnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love & Friend
TienerfictieApakah kalian percaya dalam hubungan PERSAHABATAN tidak akan tumbuh perasaan LAIN? 'Gue gak keberatan tetap jadi SAHABAT lo, tapi satu hal yang pasti. Perasaan gue gak bakal BERUBAH' - Adrienne Hani Dzemila 'Apa gue salah? Gue cuma gak mau kehilanga...